25. Cute Smile

82 9 3
                                    

Author POV

"Gue mau ... cerita sesuatu sama maneh," ucap Zoe.

Setelah bicara begitu Zoe memasukkan kantong plastik dari Gramedia tadi ke dalam tasnya karena ada barang yang jatuh. Tak tahu persis itu apa, tapi seperti obat-obatan.

Nael hanya melihat saja, ya bagaimana dia tidak tahu apa-apa tentang obat-obatan. Jadi, dia memilih diam dan menyimak gelagat perempuan di depannya.

Menyadari ada yang jatuh, Zoe langsung pungut obatnya dan masukkan ke dalam tas. Gelagatnya tidak aneh hanya sering menyengir saja daritadi.

"Itu apa tadi?" tanya Nael.

Zoe mendongak menatap Nael di depannya. " ... Eh? Oh, obat biasa itu mah. Yaaa gue disuruh minum begituan."

Kening Nael mengerut. "Obat apaan? Disuruh karena apa?"

"Kok malah bahas obat, sih? Aing 'kan mau cerita sesuatu."

"Sebelum cerita, ceritain dulu itu obat apa?"

"Emangnya maneh punya hak apa nanya-nanya? Sok deket banget, sih. Yang namanya privacy orang gak usah ikut campur!" bentak Zoe dengan muka memerah.

"'Kan gue cuma nanya," ucap Nael lirih karena Zoe mulai menangis.

Nael pindah ke samping Zoe dan mencoba mengusap pucuk rambutnya. "Sssshhh ... gue minta maaf kalo ganggu privacy lu, deh. Jangan nangis pokoknya."

Zoe masih sesegukkan sambil menyeka air matanya yang turut turunnya tangan Nael. Yang pasti Nael anti banget membuat perempuan menangis, tapi kenapa setiap perempuan menangis karena dirinya. Parah, nih, Nathanael.

"Hffft ... tahu gak sih ... aing sekarang bingung mau gimana. Huhuhuhu."

Nathanael mengambil tisu yang ada di meja walau itu bukan tisu wajah, tetap saja diambil untuk menyeka air mata. Lalu diberikan ke Zoe.

"Bingung ... ngapain?" Nathanael berpikir keras sebelum lanjut omong. "Lu nangis dulu baru cerita. Gue gak mudeng kalo lu nangis sambil cerita, nanti dikira gue apa-apain lu."

Butuh waktu sembilan menit untuk Zoe meredakan tangisannya. Setelah cukup kuat untuk bercerita langsung saja dia jelaskan tadi obat apa sampai ke cerita sebenarnya. Padahal katanya privacy, tapi tetap diceritakan ke Nathanael.

Berliku-liku menjelaskan sampailah diujung cerita Zoe ke Nathanael.

"Gue gak percaya Shilla setega itu sama lu, Zoe. Padahal kalian sahabat dari kecil, 'kan?" tanya Nathanael.

Zoe mengangguk. "Iya. Setahu aing, Shilla gak bakal tega lakuin itu kecuali terpaksa. Aing curiganya sama cowok yang waktu itu, siapa sih namanya?"

"Noah?" Nathanael menaikkan satu alisnya.

Zoe otomatis berdiri sambil menunjuk Nathanael. "NAH, ITU." Dia duduk lagi karena dilihat pengunjung kafetaria. "Kayaknya Noah hasut Shilla. Maneh ada masalah sama Noah atau nggak?" tanya Zoe.

Nathanael menghela napas lalu meluruskan kakinya, katanya pegal terlalu lama ditekuk. "Gue gak punya masalah sama dia, tapi dia yang ada masalah sama gue ... kayaknya." Nathanael beralih menatap jendela di sampingnya.

"Kalo begitu kenapa gak diselesain aja biar gak ribet. Kalian kayak cewek, nih, marahnya diem-dieman." Zoe tertawa ringan sambil sesekali menepuk bahu Nathanael.

Diam-diam Nathanael tersenyum simpul. Lucu, batinnya.

Karena keasikkan mengobrol sampai lupa kalau sudah pukul delapan malam, mereka pulang les dari pukul setengah enam. Astagfirullah, mereka tidak sholat Maghrib, tapi Zoe sedang masa period.

[2] Favorite ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang