12. Yang Terakhir

75 7 2
                                    

Sekarang gue ada di dalam kamarnya Peter karena gue sudah dekat dan kenal dengan orang tuanya, ya sudah gue tidak apa-apa singgah di sini dulu.

Mau tak mau juga ibunya Peter telepon Ibu gue kalau anak sulungnya sedang main ke rumahnya. Dengan merahasiakan luka lebam yang habis ditonjok oleh teman penggila cinta buta tadi.

Seperti tadi baru saja ibunya Peter buka pintu langsung bingung, ini Nathanael atau bukan. Padahal jelas-jelas Nathanael ganteng begini siapa yang akan punya duplikatnya?

Sudah-sudah ceritanya, intinya sih Peter misuh-misuh saat gue menceritakan semuanya. Kalau dia juga tidak suka sikap Noah akhir-akhir ini, tapi bukannya gue adu domba, bukan. Gue hanya memberi tahu yang sebenarnya saja.

"Nael, kayaknya lu harus jauhin Shilla," ucap Peter saat sedang hening.

Gue mendongak lihat Peter yang sedang genjreng-genjreng gitar. "Udah," jawab gue singkat.

"Kalo udah kenapa si Noah bisa ngamuk begitu? Bukan lu nya, kan, yang mepetin Shilla," tuduh Peter.

"Ya Allah, Ter. Sekalinya gue emang deket sama dia dan kalo faktanya temen gue suka sama dia, otomatis gue jaga jaraklah biar temen gue gak sakit hati," jelas gue panjang lebar.

Peter hanya manggut-manggut sambil makan tempe mendoan yang dibuat ibunya. Kemudian gitarnya dia taruh karena fokus makan alias menyemil. "Ooohhh berarti lu gak ada rasa sama Shilla?" tanyanya.

"Gak. Tapi ...."

Kalimat gue menggantung yang membuat Peter mengerutkan keningnya. "Tapi apaan? Kalo ngomong jan setengah-setengah, dah."

Yang mau gue bicarakan langsung ditutup rapat-rapat, karena kalau sudah membeberkan ke Peter akan riuh. Tapi Peter tidak begitu juga sih, hanya mulutnya agak sensitif dengan gosip. Bisa-bisa besoknya satu sekolah tahu semua.

Akhirnya gue hanya menggidikkan bahu pertanda malas untuk lanjut bicara kalimat gantung tadi. "Gak jadi." Gue rebahkan badan ke kasurnya Peter sambil menepuk-nepuk bantal. "Bangunin gue kalo udah jam delapan."

"YEEEE SI BAMBANG BUKANNYA LANJUT MALAH TIDUR."

Kalau gue cerita ke kalian jangan kasih tahu siapa-siapa, ya. Dan dari awal tebakan kalian tepat sasaran memang benar kalian cenayang. Tidak juga sih.







Tadi sore seorang Shilla nembak Nael sampai babak belur sama gebetannya.



🍃🍃🍃


"BU ROXANNEEE."

Di ujung koridor kelas sembilan gue lihat Noah sedang mengejar Bu Roxanne. Mungkin hendak memberikan makalah tugas minggu kemarin, anak rajin susah juga kalau diajak malas.

Karena tidak peduli acara kejar-kejaran murid antar guru, gue langsung masuk ke dalam kelas yang disambut dengan geng perempuan kelas sebelah alias gengnya Shilla.

Ada Sofia, Elizabeth, Ella, Naya dan terutama Shilla.

Mereka sedang tidak menatap gue yang sudah berdiri di ambang pintu kelas. Yap, mereka sedang mengobrol dengan Raka yang sudah tepar di atas meja beserta lipatan jaketnya untuk bantalan. Lagipula percuma tidak akan dijawab oleh Raka.

Daripada itu mending gue ke kantin dulu sekalian lihat perempuan versi bad girl-nya. Biasanya kalau good girl jam segini yang notabenenya menyalin pekerjaan rumah teman, mereka ke perpustakaan untuk belajar atau cari referensi.

Sampai di sana kantin didominasi oleh mba penjaga kantin, tukang jajanan atau stand makanan, serta yang ingin sarapan. Karena mata Nathanael iseng lihat orang lalu-lalang maka tertangkaplah sosok perempuan gebetannya Peter, si bule itu. Siapa namanya?

So ... ndra? Iya?

Ya pokoknya itulah, untuk apa juga gue mesti menghapal namanya. Nama satu angkatan saja tidak gue hapal semua palingan hapal mukanya doang, kadang suka terbalik saking berdekatan mulu berdua. Namanya ya bukan wajahnya, ya mungkin terbalik.

Eeengg ... ternyata dengan Peter juga adik kelas itu. Pantasan gue tunggu sebelas menit di rumah Peter tidak datang juga, ternyata malah pendekatan dengan adik kelas. Sungguh terlalu.

Yang namanya teman kenapa sih tidak boleh recokin? Recokin dong.


BRAK!


"Woi, gue tunggu malah udah nyampe di sekolah duluan. Dasar ya teman." Tanpa permisi gue minum jus jeruknya Peter yang—sepertinya—baru dibeli.

Tatapan mata Peter menajam ke arah gue. "Aduh, aduh. Punten atuh lagian lu juga masang alarm jam berapa, sih? Gue udah rapi jam setengah enam terus kata Ibu lu, lu nya masih tidur yang nyenyaaaaaaaak buuuaaangeeet." Tangan Peter mendeskripsikan definisi 'nyenyak banget' dengan merentangkan tangannya.

"Ya gimana gue masih tidur kalo lu nyamper gue jam segitu? Otak dipake aduh Babang Peter." Tangan gue mulai mengambil siomay punya Sandra yang ditampar oleh gebetannya. "Atau jang—ANJER SAKIT!"

"Kalo mau makan belilah, minta mulu kayak pengemis."

"Sekalian jajanin, hitung-hitung—" Gue mendekat ke arah Peter membisikkan sesuatu. "PP." Setelah itu gue menjauh sambil tersenyum miring.

Kerutan wajah Peter isyarat kalau 'apaan anjer pp?'

Dalam hati gue bilang, pp itu pajak pedekate. Ya telepati begitu.

Menjauh dari kerubungan setan berujung gue jadi obat nyamuk di sana, apa hubungannya? Hm, balik lagi ke kelas yang suntuk.

Pertemanan rusak bukan karena perempuan, kekuasaan, ego, dan yang lainnya. Tapi pertemanan rusak karena salah satu dari kalian tidak ada yang percaya dengan satu persatu temannya. Mungkin kategori ini yang rawan rusak dan rapuh lalu hancur.

Contoh sekarang Raka sudah tidak bisa netral lagi atau seimbang dari berempat ini. Dia sudah memilih jalurnya sendiri, iya dia bilang ....

"Gue bakal lakuin hal yang sama kayak Noah. Sama-sama bakal mukul cowok yang udah buat cewek yang gue suka nangis dan berpaling dari gue," kata Raka dengan tatapan tak suka.

"Namanya lu egois, Ka. Suka lu berarti gak tulus," sela gue.

Tapi tetap saja dia tidak akan dengar omongan gue yang seperti rumus luas persegi panjang. Dia tetap bersikeras dengan pendiriannya, yang ada dipihak Noah Lee.

Oh, juga ini terakhir kalinya dia mengobrol dengan gue sampai menjelang acara lulus angkatan ini.

Semoga Peter tidak seperti mereka yang langsung menyimpulkan semuanya sendiri. Entah itu terhasut atau logika mereka yang main, yang jelas gue tidak tahu.

Dan sekarang gue hanya punya satu teman yang benar-benar teman.

Peter Lee

[2] Favorite ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang