Bonus Chapter: Have a Care

86 7 0
                                    

"ZOE PULAAANG!"

Suara perempuan itu menggema di seluruh penjuru ruang. Dia menghempaskan tubuhnya ke sofa yang langsung menghadap televisi—tentunya pintu kamar si abang.

Hari ini atau lebih tepatnya sore sekitar pukul empat, seperti biasa hanya ada bunda di rumah, tapi tidak terdengar suaranya. Atau mungkin bunda sedang di luar?

Kalau Wirasena, yang biasa disapa akrab Bang Wira itu sedang kuliah. Selalu ambil kuliah sore atau malam, katanya biar sekalian nongkrong. Padahal, ya, teman SMA-nya dulu mengambil jam siang; mayoritasnya.



Kriet.



Pintu utama terbuka menampilkan wujud manusia dan Zoe langsung menoleh dengan mata menyipit—karena silau, man.

Hhh ... Bang Wira tumben pulang cepat.

Awalnya Zoe tidak peduli, ia sedang asik-asiknya menonton Tayo malah jatuh si abang di dekat pintu kamarnya. Perempuan itu otomatis berdiri kemudian mengintip dari lubang bufet—Ini apa lagi?—takut kalau itu suara tikus jatuh.

Eh ternyata abangnya sendiri, oh my God.

"Oh my God yes, jangan tiduran di bawahlah, Bang. Aing tau kalo capek, tapi gak begini juga." Zoe berjongkok tepat di depan kepalanya sambil menepuk pipi Wirasena.

Abang gue diapain ini? Kok bonyok pisan cheeks-nya.

Setelah menyadari ada luka lebam keunguan di sekitar tulang pipi, Zoe tidak melanjuti tepuk pipinya, karena sakit nanti saat Wirasena bangun.

Hendak gotong ke kamarnya takut marah-marah sembarangan masuk ke kamar orang, tapi ya kondisinya sedang sekarat masa diomeli.

Kemudian yang kedua, Zoe perempuan tidak kuat angkat Wirasema yang badannya dua kali lipat dari badan dia sendiri.

Dan opini lainnya Zoe biarkan Wirasena tergeletak di lantai, kalau misalnya dia babak belur karena bertengkar hal sepele mau tak mau Zoe harus laporan ke ayah. Tapi, tidak semudah itu untuk melapor ke Tuan Besar, mesti ada perizinan dari pihak ketiga—bunda.

Zoe berdiri lalu pergi ke dapur untuk membuat air kompresan dari air panas—maksudnya air hangat. Kalau pakai air dingin nanti darahnya membeku dan tidak mengalir, dong. Kasihan.

Selesai rebus air—tak usah sampai mendidih—dituang ke baskom dan sisanya masukkan ke termos.

Kakinya melangkah ke tempat abangnya berada dan di sana sudah tidak ada alias hilang. Zoe melirik ke arah pintu kamar Wirasena yang terbuka.

Astaga, ternyata menyeret tubuhnya sendiri ke kamar.

Ngomong-ngomong soal muka bonyoknya kenapa, ya?



🍀

🍀

🍀




Dua jam yang lalu.

[2] Favorite ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang