26. No Caption

65 5 1
                                    

Setelah mengalami Penilaian Tengah Semester ganjil, Penilaian Akhir Semester ganjil, Try Out sampai empat kali, Penilaian Akhir Semester genap, Ujian Praktek, Ujian Sekolah, dan titik terakhir Ujian Nasional Berbasis Komputer.

Tepuk tangan dong untuk UNBK-nya.

Semoga gue tidak tegang banget menghadapi puluhan soal selama empat hari berturut-turut dan semoga soalnya mudah semua. Aamiin.

"Kak Nael, mau bawa bekal, gak?" tanya Hazel saat gue keluar kamar.

Gue menunduk melihat Hazel. "Uumm ... bawa atau nggak, ya? Menurut Hazel gimana?" Gue tanya balik.

Hazel memakai seragam putih merah dengan rambut dikepang dua sambil jalan menuju meja makan. Seiring dia jalan kepangannya goyang kanan dan kiri, hehehe lucu banget.

Kemudian dia omong begini, "Hazel, deh, yang bikinin Kak Nael bekal-BU, ROTI GANDUMNYA DI MANA, YA?" Hazel celingukan cari plastik pembungkus roti.

"Ada di meja situ, lho."

Gue sih hanya menghela napas pasrah antara mau atau tidak. Apalagi dibuat oleh adik sendiri, 'kan jarang-jarang.

Gue menarik bangku lalu duduk sambil melihat Hazel mengoles selai cokelat ke roti gandum-walaupun tidak rata olesnya.

Tapi, gue kepikiran kalau orang tiba-tiba baik pasti ada maunya. "Kamu lagi gak pura-pura baik, 'kan? Misal, buatin Kak Nael bekal." Gue menopang dagu.

Sepersekon kemudian muncul cengiran ketahuan. Untung dia adik gue. "Hehehe tahu aja, sih, Kak."

"Ngomong aja mau apa?"

Ibu tergopoh-gopoh ke meja makan sambil bawa dua piring nasi goreng alias sarapan. "Dari kemaren adek kamu mau minjem permainan yang ada di kamar kamu itu, lho, Nael. Apa sih namanya Ibu lupa."

"Oooohhh PS?" Gue melirik Hazel yang masih cengir.

Hazel mengangguk sementara gue melongo. Masalahnya dia perempuan untuk apa main play station? Kenapa tidak main hal-hal yang berbau perempuan. Misal, masak-masakkan atau boneka.

"Emang bisa mainnya? Nanti kalo rusak, gimana?"

"Gak bakal kok, yakin deh sama Hazel. Lagipula sekali-kali Hazel mainin punya Kak Nael, pengen rasain gitu."

Tanpa pikir panjang gue langsung mengiyakan saja biar cepat dan tidak mengulur waktu. Masalahnya ini lagi masa UNBK, bos.

🍃🍃🍃

Eits, gue punya berita bagus, dong. Hari ini gue ke sekolah tidak naik bus dan otomatis uang jajan gue aman-biasanya untuk bayar ongkos jalan.

Karena gue takut telat alhasil gue naik kendaraan roda dua, sepeda kurang motor.

Kemarin sudah gue obrak-abrik isi garasi rumah untuk cari sepeda lama yang masih tersimpan rapi walau sudah agak buluk sedikitlah. Tapi, tak apa-apa selama masih terpakai tidak jadi masalah untuk Nathanael.

Baru kayuh delapan kali, gue melihat Jane berdiri di depan pagar rumahnya sambil cek ponselnya. Kemudian mondar-mandir seperti orang kebingungan.

Nathanael selalu baik hati dan tidak sombong bermaksud menghampiri si manusia kebingungan itu.

CKIIT!

"Pagi Neng!" Senyuman di pagi hari.

Sudah diberi senyum malah makin cemberut. "Lu kenapa? Dari tadi gue perhatiin dari sana cemberuuuutt aja, terus mondaaaaarr-mandir kayak orang kebelet pipis." Saat kata 'sana' gue menunjuk depan rumah.

Jane menghentakkan kakinya sampai bunyi lalu geregetan sendiri. "Iiiihhhh kesel gue sama Runa."

"Pagi-pagi udah berantem aja, cepet tua nanti. Malu sama gue yang tuanya masih bersinar cerah dibanding lu yang banyak keriputnya."

"Orang, ya, bukannya bikin mood naik malah turun drastis. Au ah emosi gue." Jane melipat tangannya dan matanya tak berhenti lihat layar ponsel.

Tiba-tiba muncul motor yang bertemakan tukang ojek online di depan gue. "Dengan Mba Jane?" tanyanya.

Jane mengangguk kemudian langsung naik ke motor itu tanpa basa-basi dulu ke gue. Lalu motornya pergi berlawanan arah dari gue.

Ini orang tersambar apa pagi ini?


🍃🍃🍃


Akhirnya mata pelajaran pertama UNBK sudah selesai. Senang banget Bahasa Indonesia kelar duluan, karena gue agak tidak suka mata pelajaran Bahasa Indonesia karena banyak baca.

"Tumben gue samper lu gak ada di rumah. Pasti udah jalan duluan, ya," ucap Peter setelah keluar dari ruang UNBK.

Pertama gue mengangguk, tapi setelah mencerna kalimat Peter barusan kok agak aneh. "Yaaaa kalo gue gak ada emang udah jalan duluan, bego."

"Gak usah ngatain bego juga, anjir."

"Anjir-nya hilangin bisa, gak, Ter?"

"Udah dari sononya, kalimat komplit." Peter memasukkan kunci motor lalu putar ke on. "Oh ya, tumben naik sepeda. Baru, tuch," ledek Peter sambil mengimutkan suaranya.

Gue melihat sepeda sebelum menunjuk. "Oh, ini." Peter mengangguk. "Ini mah barang lama tapi baru gue pake."

"Pantes kelihatannya kayak baru beli. Belum karatan besinya, oli rantainya masih banyak, duh gile sepeda lu." Peter berdecak kagum sambil memakai helm.

"Makasih-makasih atas pujiannya."

"Gue cabut duluan. Biasa anak pinter belajar dulu. Hehehe." Peter mengacir keluar sekolah dengan motornya.

Sementara gue asik mengayuh sepeda menuju gerbang sekolah tapi tidak sampai-sampai.


🍃🍃🍃


CKIIIT!


Gue sudah sampai di rumah. Selama kurang lebih dua puluh menit.


Tapi, saat sampai rumah kok gue bingung. Ini rumah gue atau bukan? Masalahnya ada mobil terparkir di depan rumah gue. Kalau orang lain pasti tidak pernah belajar sopan santun oleh orang tuanya.

Awas saja kamu, ferguso.

"Assalamualaikum! Bu, itu mobil siapa di depan rumah kita?" ucap gue sambil jalan mundur masih melihati mobil tadi. Siapa tahu saat gue masuk dianya keluar.

Baru gue ingin balik kanan tahunya sudah ada tamu yang sangat menjengkelkan.

Siapa lagi kalau bukan anggota keluarga yang tidak mengharapkan keluarganya sendiri. Kemudian seenaknya sendiri masuk ke rumah tanpa permisi.













"Wa'alaikumsalam! Nael, salim dulu sama Ayah."

"Nggak, deh, Bu. Kayaknya Nael pergi lagi, barusan ditelepon Peter suruh ke rumahnya."

Dengan buru-buru gue pergi dari rumah menuju ke suatu tempat—bukan rumah Peter.

Ya intinya secret place.

[2] Favorite ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang