23. Bisa Cemburu Juga

85 9 11
                                    

"Lho, kok kalian bisa barengan?" Refleks gue berdiri sambil menunjuk mereka berdua.

Zoe menyengir tidak jelas sambil menatap gue yang sudah emosi lihat Noah apalagi bareng Zoe—bukan, gue tidak masalah dia ingin dekat dengan siapa saja, tapi tidak dengan Noah juga.

"Apa lo nyengir mulu?" ucap gue sensi.

Shilla yang hanya memperhatikan menyuruh duduk biar tidak jadi pusat perhatian kafe. Bagaimana ingin tenang kalau seperti begini posisinya. I mean di depan gue ada Shilla, serong kanan ada Zoe, dan sebelah gue si saitonirrojim.

Bercanda Noah, tidak usah dimasukkan ke ginjal nanti susah buang air kecilnya. Bermonolog yang tidak berguna gue.

Dari baju yang dipakai Zoe sepertinya tidak ada persiapan apa-apa alias dipaksa begitu. Iyalah, stylenya saja hanya atasan kaos garis horizontal putih—you know garisnya putih, tapi dasarnya hitam. Lalu celana jeans selutut dan sendal jepitnya.

Ini gue perjelas biar kalian semua paham, bukan berarti gue perhatikan dia secara detail.

Lidah gue daritadi sudah ingin mengeluarkan berbagai macam pertanyaan, umpatan, dan ocehan lainnya. Tapi tangan Noah selalu mencengkeram tangan gue seolah-olah tidak mengizinkan untuk bicara sebentar.

Hhh dasar modus kau bambang.

Mata gue memperhatikan lagi setelah lihat style baju Shilla, Noah dan gue yang masih pakai baju sekolah. Dengan putih biru warna kesukaan anjing tetangga.

Zoe bergumam dan tidak bisa diam kakinya jelalatan sampai injak sepatu gue yang lumayan jauh dari tempat duduknya. "Eh, maaf-maaf. Gak sengaja aing, lagian gabut banget. Kalian sebenernya mau ngapain, sih?"

Shilla yang semula menunduk langsung menatap Zoe dan tersenyum manis sambil memainkan rambut Zoe. "Zoy, dateng bareng dia pas kapan, deh? Kok gue gak pernah lihat kalian deket gitu." Mata Shilla melirik Noah yang sedang sibuk dengan ponsel.

Yang diajak mengobrol mengangkat bahu. "Tiba-tiba diaaaa—maaf, siapa nama maneh?"

Noah mendongak mencari sumber suara lalu tersenyum tipis. "Noah." Lalu balik lagi ke ponselnya.

"Hahaha iya Noah. Pokoknya tiba-tiba aja dia orang nyamperin ke sekolah aing. Bersyukur juga lepas dari waketu rese, beeuuhh aing kasih tau, ya, Shil. Kalo dia tuh aseli caper banget sama anggota padus kayak aing."

"Hilih, lu nya aja yang keganjenan. Mana ada orang ke sekolah pake baju kayak gitu," sindir gue.

Zoe menoleh ke arah gue. "Lah, sekolah aing sama maneh beda, ya."

"Beda apanya coba? Sama-sama masih putih biru ini. Kalo lu udah putih abu-abu jelaslah beda."

Tiba-tiba Shilla menyela adu mulut gue dan Zoe. "Sssstt ... udahlah. Kalian ini udah mau lulus SMP kayak bocah aja tingkahnya," lerai Shilla.

Orang yang di samping gue hanya diam membisu, tapi sesekali berdeham juga walau suaranya gue doang yang dengar.

Baru dibicarakan langsung bersuara orangnya. "Pesen makan atau minum, biar gak disangka nongkrong aja," suruh Noah.

Menyindir secara halus rupanya.

"Traktir atau bayar, nih?" tanya Shilla melihat Zoe yang bingung ini di mana lalu untuk apa.

"Kunaon maneh berbuih di depan aing?"

Shilla mendengus. Bingung temannya antara polos atau tidak tahu sama sekali. "Ya elah, Zoy. Baru aja kemaren ultah masa lupa mau traktir, PU lah."

[2] Favorite ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang