"Shafay Nataya!"
Aku maju ke tengah lapangan basket ketika mendengar namaku di panggil oleh salah seorang senior yang merupakan anggota marching band. Dia adalah Kak Stella, yang dulu menjabat sebagai Mayoret I di grup marching band sekolah kami, Marching Band Gita Madhuswara.
Aku memejamkan mata sejenak sebelum menatap yakin ketiga juri di hadapanku yang sekarang sedang duduk di tempat teduh samping lapangan basket. Ketika merasa siap, baton[1] yang digenggam di tangan kanan kugoyangkan sehingga menimbulkan bunyi gemerincing dari mahkotanya. Tiba-tiba, timbul suara snare drumb yang hanya bisa kudengar sendiri, lagu yang kuhafalkan selama dua minggu ini untuk mengikuti audisi segera menggema di dalam kepala.
Perlahan aku melakukan gerakan memutar baton di depan tubuh, gerakan umum yang harus bisa dilakukan para calon mayoret. Semakin lama, baton berputar semakin cepat dan tanpa jeda kualihkan untuk baton hingga melingkari tubuhku lalu gerakan berganti menjadi under arm spin, di mana baton kugerakan seperti mendayung, bolak-balik bergantian kanan dan kiri.
Gerakanku semakin terlihat yakin ketika ketiga juri berdecak kagum, bahkan salah satunya ada yang bertepuk tangan. Kuputar baton di atas kepala, seperti gerakan baling-baling kapal. Dan tanpa jeda kuraih mahkotanya untuk membanting baton ke kiri dan kanan tubuh lagi.
"Stop!" Kak Agni selaku pelatih mayoret menginterupsi gerakanku. "Cukup, Fay."
Aku kembali ke tempat, berdiri dengan wajah puas karena berhasil melakukan gerakan yang maksimal.
"Dateng pagi kek, Fay. Biar kita nggak usah repot-repot audisi dari pagi," gumam Kak Arga, ketua marching band yang masih menjabat saat ini.
Aku tersenyum. Dari komentar mereka, aku yakin akan lolos. Dan, selamat tinggal posisi CG[2]! Terimakasih untuk pengalamannya selama ini, berkat memegang tongkat bendera selama satu tahun, aku jadi punya kesempatan untuk menjadi seorang mayoret.[]
[1] Tongkat mayoret.
[2] Color guard atau penari pengiring marching band yang memegang tongkat bendera.***
Semoga suka dengan cerita ini. Semoga suka dengan Akas, Shafay, dan teman-temannya nanti.
Salam sayang
Citra

KAMU SEDANG MEMBACA
Aksioma
Teen Fiction-Shafay Nataya- Akas? Cowok yang mirip patung itu? Nggak pernah senyum dia. Nggak ngerti, deh. Mungkin kalau dia senyum, mukanya bakal retak-retak kayak tanah musim kemarau nggak kesiram air. Suka bikin orang yang ngajak dia ngobrol salah tingkah. S...