AKAS
Gue sibuk menghilangkan jejak asap rokok di dalam kamar dengan membuka kaca jendela lebar-lebar dan mengipas-ngipaskan buku ke arah luar. Gue periksa lagi dengan mengendus-endus sekitar, dan ketika baunya sudah nggak begitu pekat, gue putuskan untuk kembali menutup jendela.Gue meraih earphone yang tergeletak di atas meja belajar, lalu memasangnya di kedua telinga. Setelah mengatur daftar lagu dengan mode acak, gue duduk di tempat tidur.
Gue diam. Menatap kaki sendiri yang sekarang selonjoran. Gue nggak tahu lagu apa yang sedang gue dengarkan sekarang, karena pikiran gue sedang terbang entah ke mana.
Seharian ini gue memang menjadi makhluk bloon sepenuhnya. Selama bimbingan belajar, gue nggak mencatat apa-apa dan nggak mengerjakan soal apa pun. Di kepala gue hanya ada ... wajah Shafay.
Mampus. Salah siapa?
Terakhir kali gue melihat dia menatap gue dengan mata berair. Dia nangis? Atau bisa saja cuma kelilipan, kan? Terserah gue, dong, mau berasumsi apa pun. Jangan protes.
Namun, ada yang lebih mengganggu gue, lebih dari itu. Ketika .... Bentar gue berdeham dulu. Ketika dada gue terasa nyeri sesaat setelah mencium Shafay. Kepala gue yang dipukulnya nggak ada apa-apanya dibandingkan nyeri di dada gue. Nyerinya aneh, jantung gue berdegup kencang banget sampai rasanya hampir sesak. Gue nggak punya kelainan jantung, kan?
Gue nggak akan melakukan hal bodoh kayak tadi seandainya tahu akibatnya akan begini. Dan juga, Shafay juga seharusnya nggak usah macam-macam kalau nggak mau punya urusan sama gue. Sekarang, siapa yang harus gue mintai pertanggungjawaban untuk mengobati degupan jantung yang udah nggak waras ini?
"BANG AKAS!" Dari luar gue dengar Selsa menggebrak-gebrak pintu kamar. "Bang Akas, buka, dong!"
Gue bisa mendengar suara cempreng Selsa dengan jelas. Dan saat gue memeriksa earphone di telinga, ternyata nggak ada lagu apa pun yang gue putar. Dari tadi gue pakai earphone hanya untuk mendengarkan suara udara yang berhembus? Ngapain? Gue bilang, hari ini gue lagi bloon.
Karena semakin lama suara Selsa semakin berisik dan gebrakan di pintu semakin kencang, dengan sangat terpaksa gue melangkah menghampiri pintu kamar dan membukanya. Gue melihat Selsa akan menyelipkan tubuhnya untuk masuk ke kamar, tapi dengan cekatan gue mendorong tubuh mungilnya ke luar. "Ngapain?" tanya gue.
"Eca minjem laptop, dong," pintanya. Kalau lagi ada maunya, manggilnya Bang Akas-Eca. Padahal biasanya lo-gue. Adik macam begini memang ngeselin.
Gue sebenarnya malas banget untuk ngasih pinjam laptop ke bocah SMP yang merupakan anggota Sekte Pemuja K-Pop ini. Karena biasanya, laptop gue akan dipulangkan dengan separuh memori terpakai karena dia memindahkan berbagai lagu dan video clip idola-idolanya. "Laptop lo ke mana emang?"
"Dipinjem temen buat ngerjain tugas kelompok. Ayo, dong, Bang. Bentar doang. Mau live ig." Dia memegang tangan gue dengan wajah memberengut. Sumpah itu nggak imut, itu ngeselin.
"Lo mau live ig sementara temen lo lagi ngerjain tugas kelompok?" tanya gue heran, benar-benar heran. Anak ini memang konsisten sekali untuk tetap menjadi dirinya sendiri. Aneh.
"Yang penting kan gue-Eh, Eca udah bayar buat nge-print sama ngejilid tugasnya," dalihnya. "Boleh, ya? Ya? Ya? Ya? Ya? Ya? Ya?"
"Berisik banget, sih!" Gue mendorong keningnya. "Ambil sana!" Akhirnya gue menyerah karena kesal mendengar suara cemprengnya.
Selsa menyengir, dia menyingkirkan lengan gue yang sedang menahan pintu dengan cara yang kasar. "Makasih, lho." Kemudian dia duduk di depan meja belajar gue dan membuka laptop. "Keluar, dong, lo-nya! Mengganggu privasi live ig gue aja."
![](https://img.wattpad.com/cover/158813640-288-k591981.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksioma
Teen Fiction-Shafay Nataya- Akas? Cowok yang mirip patung itu? Nggak pernah senyum dia. Nggak ngerti, deh. Mungkin kalau dia senyum, mukanya bakal retak-retak kayak tanah musim kemarau nggak kesiram air. Suka bikin orang yang ngajak dia ngobrol salah tingkah. S...