AKAS
Gue baru keluar dari musala, selesai shalat Ashar berjamaah. Tiga teman gue menyusul di belakang, diikuti siswa lain yang sekarang duduk-duduk dulu di teras musala. Saat kami sedang duduk di pinggiran musala untuk kembali memakai sepatu, Pak Darma menepuk pundak gue dari belakang."Sekali lagi, kamu pantau dulu latihan anggota marching band. Jangan sampai ada peralatan apa pun yang rusak di aula, dan mereka harus kembali merapikannya setelah selesai latihan," ujar Pak Darma.
"Iya, Pak." Gue mengangguk.
"Bapak percayakan ini semua sama kamu, ya, Kas," ulangnya.
Gue mengangguk lagi.
Sebelum pergi, Pak Darma menepuk-nepuk pundak ketiga teman gue. "Jadi temannya Akas, tuh, harus ketularan pintarnya, rajinnya, baiknya." Beliau bicara pada Pandu sebelum pergi. "Jangan pacaran terus! Banyak banget ceweknya!"
Pandu mengangguk sopan. "Siap, Pak." Dia pernah nggak sengaja bertemu dengan Pak Darma di salah satu pusat perbelanjaan saat sedang ketemuan dengan seorang cewek kenalannya di sosisal media. Habis itu, mereka bertemu lagi di Indomaret Point saat Pak Darma bersama keluarganya dan Pandu bersama cewek yang berbeda.
"Cewek gue banyak banget darimana?" Pandu menggerutu. "Udah ketemuan sekali, besoknya tuh cewek ilang," keluhnya kemudian.
"Ya lo, ngajak jalannya mentok ke Indomaret Point. Mana ada cewek yang betah?" ejek Garda.
"Mana banyak SPG pembalut herbal, lagi." Davin menambahkan.
Pandu tertawa. "Masih ingat gue sama SPG yang promosi di depan kita demi targetnya tercapai. Terus kalau kita beli, pembalutnya buat apaan?"
"Kompresan kening," sahut Garda.
Gue ingat kejadian itu. Kami berempat sedang menunggu hujan reda di Indomaret Point, dan ketika keluar kami disambut oleh seorang SPG yang katanya belum dapat pelanggan dari pagi. Kami yang merasa kasian, membiarkan dia menjelaskan produknya dengan panjang lebar. Penjelasannya panjang, kayak nggak pakai jeda buat napas, tapi dia langsung diam ketika Pandu bertanya, "Memangnya daerah kewanitaan itu sebelah mana, Mbak? Alamatnya di mana? Nanti saya cari."
"Lo ada ekskul Mato, Vin?" tanya gue pada Davin yang mengeluarkan kameranya dari dalam tas. Kami masih duduk, menunggu Pandu yang masih sibuk memakai sepatu.
"Nggak," jawab Davin. Perhatiannya nggak teralihkan dari kamera.
Kami berjalan, keluar dari musala dan akan kembali ke lapangan basket. Gue, Garda, Pandu, dan tim basket lain di panggil Pak Darma untuk Ashar dulu sebelum latihan, padahal tadi baru pemanasan. Makanya, sebelum shalat sempat rebutan sarung karena kami sudah memakai kaus tim basket.
"Paling nungguin Dania ekskul," tebak Pandu.
Davin mengangguk. "Iya, dong." Dia kembali memperhatikan layar kameranya, seperti sedang mengatur sesuatu di sana.
"Enak, ya, Davin, boncengan motornya isi terus." Pandu mendelik.
Davin mengalihkan perhatian sepenuhnya dari kamera yang sekarang hanya menggantung di tengkuknya pada Pandu. "Iya, dong. Enak. Dipeluk dari belakang. Terus gue pegang tangannya. Sesekali dagunya nempel di pundak gue, terus kalau beruntung gue cium, terus-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksioma
Teen Fiction-Shafay Nataya- Akas? Cowok yang mirip patung itu? Nggak pernah senyum dia. Nggak ngerti, deh. Mungkin kalau dia senyum, mukanya bakal retak-retak kayak tanah musim kemarau nggak kesiram air. Suka bikin orang yang ngajak dia ngobrol salah tingkah. S...