SHAFAY
"Jadi?" tanya Fadia, dia duduk di depanku, sambil menatapku lekat-lekat.Aku menyedot Teh Botol dingin di hadapanku. Mencoba menghindari tatapan Fadia, aku menatap ke sekeliling kantin yang sekarang sangat ramai. Berusaha mencari topik pembicaraan lain tapi nggak menemukannya, yang ada aku malah pusing melihat begitu banyak siswa yang berlalu-lalang.
"Kemarin terakhir kali lo bilang mau nemuin Akas, tapi dateng-dateng lo malah nangis." Laras mengusap pundakku. Dia duduk di sampingku sambil menatapku dengan iba. "Lo dimarahin sama Akas?" tanya Laras.
"Dibentak?" tanya Fadia.
"Dipukul jangan-jangan?" terka Laras.
Dicium. Aku menggeleng kencang, menolak menjawab. "Gue lagi sensitif kali kemarin," gumamku seraya memainkan sedotan.
Fadia berdecak kesal. "Dia pasti kasar sama lo." Tatapannya kini terarah tajam pada Akas yang baru saja masuk ke area kantin sambil mengobrol bersama Mario, ketua marching band. "Brengsek tuh orang!" Fadia terlihat marah sambil menatap tajam cowok itu.
"Udah, deh, Fad." Aku mencoba menenangkannya.
"Gue nggak nyangka, dia bisa sebegitu kasarnya sama cewek, sampai lo nangis kayak habis ditampar." Laras ikut memperhatikan Akas, cowok itu sedang berjalan ke arah kami sekarang. "Padahal dia ganteng banget."
Fadia berdecak lagi, wajahnya kelihatan muak. "Lo masih aja muji-muji dia."
"Lho, bukan muji, itu memang kenyataan. Kayak gue bilang kalau Pandu bego, itu nggak menghina, tapi memang kenyataannya gitu," sangkal Laras.
Fadia berdiri dari bangkunya saat Akas sudah nggak bersama Mario lagi, ketika cowok itu hampir melewati bangku kami. "Akas!"
Bentakan Fadia tadi membuatku terkejut dan ikut berdiri. Beruntungnya, suasana kantin yang ramai membuat suara Fadia nggak terlalu kedengaran dan nggak menjadi perhatian semua orang di kantin.
"Sini lo!" suruh Fadia, mirip preman pasar yang mau malak. Ini anak taekwondo kelakuannya berasa dia bisa mengalahkan siapa saja.
Aku menarik tangan Fadia yang sekarang sudah berhadapan dengan Akas. "Fad, apa-apaan, sih?" Aku panik.
Akas menatap Fadia dan aku bergantian, kedua alisnya terangkat.
"Fadia mau nagih uang Kas," sahut Laras sambil terkekeh kencang. "Iya, kan, Fad?" Dia ikut berdiri di samping Fadia, menggoyang-goyangkan pundaknya seperti sedang berusaha membuat Fadia sadar.
"Lo ngapain Shafay kemarin?" Meledak sudah pertanyaan itu tanpa bisa dicegah. Bom waktu di mulut Fadia terlalu cepat meledak sebelum aku bisa mematikannya.
Akas menatapku sekarang. Dia menelengkan wajahnya. "Lo nggak ngasih tau temen-temen lo?"
Wajahku sekarang mungkin sudah terlihat pucat, karena tiba-tiba saja keringat dingin keluar dari keningku. Sial, ya. Daritadi aku menunggu makanan, tapi nggak kunjung datang, jadi aku belum bisa mengumpulkan tenaga untuk menahan rasa malu seandainya Akas memberitahu kedua temanku tentang apa yang terjadi.
"Apa pun yang lo lakuin sama Fay, gue kasih peringatan sama lo, jangan pernah kasar lagi sama temen gue! Awas aja lo!" ancam Fadia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksioma
Teen Fiction-Shafay Nataya- Akas? Cowok yang mirip patung itu? Nggak pernah senyum dia. Nggak ngerti, deh. Mungkin kalau dia senyum, mukanya bakal retak-retak kayak tanah musim kemarau nggak kesiram air. Suka bikin orang yang ngajak dia ngobrol salah tingkah. S...