SHAFAY
Aku berjalan kaki di sisi jalan kompleks. Sejak tadi aku sudah melihat pagar rumah, tapi kenapa rasanya nggak sampai-sampai? Kayaknya hari ini aku benar-benar kelelahan. Sepulang sekolah, aku harus latihan gerakan mayoret untuk lagu baru. Latihan di lapangan basket seharian memang benar-benar memeras keringat, tapi demi mengikuti festival sekolah yang tinggal satu bulan lagi, kami harus semangat.Langkahku sekarang sudah sampai di depan pintu pagar. Namun, tanganku yang akan membuka pintu pagar terhenti karena melihat kotak kecil berwarna merah yang tersimpan di depan pagar. Aku tersenyum, orang ini lagi. Orang ini, yang nggak aku ketahui siapa.
Aku meraih kotak itu, melihat isi kotak yang selalu sama dan dikirim di tanggal yang sama, apel merah yang diikat pita merah muda bertuliskan, Apel ke 26 di tanggal yang sama.
Apel itu dikirim setiap tanggal 26 setiap bulannya. Dan itu artinya, orang yang mengirim apel ini sudah melakukan hal aneh ini selama 26 bulan, lebih dari dua tahun. Dan ... bodohnya sampai saat ini aku belum tahu siapa yang melakukannya. Bukan karena aku nggak berusaha mencari tahu, melainkan sudah menyerah karena nggak pernah berhasil. Lagipula, sepertinya orang ini juga nggak mau aku mengetahui siapa dia sebenarnya.
Aku masuk ke dalam rumah masih sambil membuka apel itu dari kotaknya. Pintu rumah kubuka, selanjutnya aku mendengar teriakan Bang Sultan dari ruang tengah. Lalu .... "Sayang, udah pulang?" Papa muncul dari balik dapur mengenakan celemek merah.
Tunggu. Aku akan memejamkan mataku sejenak untuk menenangkan diri. Selanjutnya, aku mempersiapkam diri untuk melihat keadaan rumah yang sekarang pasti sangat menyedihkan. Bang Sultan sedang berbaring sambil memegang stick PS dikelilingi kulit kacang. Saat langkahku sampai di dapur, aku melihat cucian piring menumpuk dengan meja dapur yang sangat berantakan: kulit telur, kulit bawang, saus cabe, kecap yang berceceran, dan banyak lagi.
Aku menjatuhkan apel di tanganku hingga menggelinding di lantai dan ditangkap oleh Bang Sultan.
"Makasih, Fay!" ujarnya, kemudian ia menggigit apel itu tanpa tahu perasaanku sekarang.
"CUKUP!" Teriakanku membuat Bang Sultan bangkit berdiri dan Papa menjatuhkan spatula yang dipegangnya. Aku menatap kedua pengacau itu bergantian. "SIAPA YANG NGIZININ BANG SULTAN NGEBERANTAKIN RUANG TENGAH?"
Bang Sultan hanya mengerjap tiga kali sambil melongo.
"SIAPA JUGA YANG NYURUH PAPA MASUK DAPUR?" Aku melotot pada Papa.
Papa memungut spatula yang jatuh tadi, lalu mematikan kompor. "Fay ...."
Aku memijat pelipis, tiba-tiba pusing. Biasanya, Bang Sultan dan Papa akan pulang malam. Bang Sultan selalu sibuk dengan tugas kuliah dan organisasinya di kampus, Papa juga selalu sibuk dengan pekerjaannya di kantor. Jadi, biasanya aku akan pulang ke rumah dengan keadaan rumah yang masih sama seperti saat aku berangkat ke sekolah.
"Papa mau bikin kejutan buat kamu, bikin telur orak-arik," ujar Papa dengan suara pelan, mungkin takut aku mengamuk lagi.
Apanya? Apanya telur orak-arik? Dapur orak-arik? "Nggak usah, Pa. Nggak usah. Fay bisa masak sendiri." Aku memutar tubuh Papa untuk menghadap ke belakang lalu membuka simpul tali celemek dan melepasnya dari tubuh Papa. "Sekarang Papa duduk di meja makan. Mau bikin apa tadi? Telur orak-arik?" tanyaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aksioma
Teen Fiction-Shafay Nataya- Akas? Cowok yang mirip patung itu? Nggak pernah senyum dia. Nggak ngerti, deh. Mungkin kalau dia senyum, mukanya bakal retak-retak kayak tanah musim kemarau nggak kesiram air. Suka bikin orang yang ngajak dia ngobrol salah tingkah. S...