3. Kesempatan dalam Kesempitan

4.1K 206 10
                                    

Seluruh murid kelas X MIPA 2 sedang pemanasan di lapangan, karena pelajaran pertama adalah olahraga. Setelah melakukan sedikit pemanasan, seluruh murid diatur untuk berbaris menjadi beberapa orang.

"Oke, anak-anak. Hari ini kita akan memasuki materi tentang bola basket. Disini ada yang nggak bisa main bola basket?" Tanya Pak Dimas selaku guru olahraga.

"Saya sih bisa, Pak. Cuma saya nggak suka aja gitu kalo ada pelajaran bola basket," Ujar Sisca.

"Lho, emang kenapa? Kok nggak suka?" Tanya Pak Dimas penasaran.

"Ya, gitu deh, Pak! Anak cowoknya suka salah fokus!" Cetus Sisca dengan nada yang sedikit kesal.

"Gimana gak salah fokus coba? Orang ada 3 bola yang mantul." Celetuk Fahri dengan wajah tanpa dosa.

"Tuh, Pak! Baru juga diomongin!" adu Sisca.

"Tampol, Pak, tampol!" Ucap siswi lainnya.

"Udah, udah! Kenapa jadi pada berantem? Mendingan sekarang kalian latihan dulu sendiri, baru minggu depan kita ambil nilai. Paham semuanya?" Tanya Pak Dimas tegas.

"Paham, Pak!"

Semua murid langsung berpencar mencari pasangannya untuk melakukan perintah dari Pak Dimas. Tetapi tidak dengan Vania, ia sangat tidak bersemangat hari ini. Buktinya ia tengah duduk sendirian di pinggir lapangan sembari menatap teman sekelasnya yang tengah asyik berlatih bola basket.

"Van, sini cepetan!" Teriak Salsa dari kejauhan.

"Ayo, ih, cepetan! Lemes banget, anjir!" Dhea menarik paksa pergelangan tangan Vania.

Vania hanya bisa pasrah ditarik seperti itu. Mau tidak mau ia harus menuruti kemauan sahabatnya itu.

"Nih, Van, Tangkep!" Kata Sisca sambil melempar bola basket.

Dengan cekatan, Vania langsung menangkap bola tersebut. Ia mendribble bola oranye itu sebelum akhirnya dioper ke arah temannya. Saat ingin melempar bola ke arah Dhea, tiba-tiba ada suara seseorang yang berteriak.

"VANIA! AWAS!"

Bugh!

Terdengar bunyi benturan yang lumayan keras.

"VANIA!" Teriak Sisca, Dhea dan Salsa bersamaan.

Semua orang yang berada di tempat kejadian langsung mengerubungi Vania yang sudah terduduk lemas di tengah lapangan sembari memejamkan mata menahan sakit di kepalanya.

"Anjir! Sakit banget pasti, nih! Lagian siapa sih yang lempar bola basket?! Kalo gak bisa main-"

"Awas, awas! Eh, lo gapapa kan? Sorry ya, tadi gue gak sengaja, sumpah!"

Omelan Sisca terpotong karena tiba-tiba saja Vano datang setelah menerobos kerumunan orang-orang. Beberapa siswi saling berbisik melihat kejadian itu.

"Eh, Kak Vano." Ucap Sisca kikuk.

Rasanya ia ingin memarahi pelaku yang sudah menyebabkan Vania celaka, tapi ketika ia tahu bahwa pelakunya Vano, mulut Sisca seolah-olah tertahan supaya tidak dapat berkata-kata. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang menjadi tak berani berbicara disaat seperti ini.

The Real of Ice Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang