25. Siapa?

909 38 11
                                    

Keempat anak gadis yang saat ini tengah berkumpul di kamar Dhea melakukan ritual wajib mereka setiap ada jadwal berkumpul seperti ini. Apalagi kalau bukan girls time. Memakai berbagai jenis masker sambil membicarakan semua hal dari yang penting sampai yang tidak penting sekalipun. 

"Oleh-olehnya cuma makanan aja, nih?" Tanya Sisca sambil mengipasi wajahnya yang dilapisi masker dengan tangan. 

"Ya emangnya mau apaan?" tanya Dhea. 

"Bawain cogan gitu, kek."

"Cogan mulu, anjir!" celetuk Salsa. 

"Habisnya disini nggak ada yang ganteng, sih."

"Kak Kenzo emang nggak ganteng?" sahut Vania. 

"Cuma orang yang matanya bermasalah yang bilang dia ganteng," jawab Sisca. 

Ketiganya saling pandang memasang wajah meledek, lalu setelahnya tertawa bersama.

"Mulai, deh, nggak jelas," tutur Sisca.

"Jangan jutek gitu, dong, ah!" Kata Salsa mencolek dagu Sisca. 

"Lagian kalian suka banget bawa-bawa nama gue sama dia. Heran gue."

"Kita gemes aja gitu sama kalian," ucap Dhea. 

"Yang gemesin, tuh, gue doang. Dianya mah enggak."

"Apaan, sih, anjir!" Sahut Salsa melempar guling ke arah Sisca. 

"Woy, ah! Nanti gulingnya kena muka gue, anjir!" Sergah Sisca melempar kembali gulingnya ke arah Salsa. 

"Heh, kampret! Guling gue nanti kotor kena muka lo pada!" Cetus Dhea merampas guling yang ingin dilempar kembali oleh Salsa. 

Ditegur seperti itu oleh si pemilik kamar membuat keduanya diam tak rusuh lagi. Keempatnya sibuk dengan dunianya sendiri sembari menunggu masker yang berada di wajah mereka mengering dengan sendirinya. 

20 menit berlalu dan wajah mereka telah kembali bersih dari sisa-sisa masker yang menempel tadi. Sekarang waktunya mengemil sembari membuka sesi curhat.

"Eh, guys! Kemarin pas di bandara gue ketemu sama orang yang mirip Vero." Ucap Dhea membuka suara. 

"Hah? Serius lo? Terus, terus?" Tanya Sisca kepo. Ketiganya langsung memajukan tubuhnya agar lebih dekat dengan Dhea. 

"Sayangnya, gue nggak berhasil ngejar dia. Soalnya pas gue pengen ngejar dia, pesawat yang gue naikkin bakal take off dalam lima menit. Jadinya gue sama bokap nyokap buru-buru naik pesawat, deh." Jelas Dhea dengan wajah sedihnya. 

"Yahhh." Desah ketiganya karena kecewa akibat ekspetasi yang berbanding terbalik dengan kenyataan. 

"Sorry, guys." Tutur Dhea dengan wajah memelas. 

"Nggak apa-apa, Dhe. Kan dari awal kita udah bilang, kalo nggak bisa jangan dipaksa." Kata Vania mengelus pundak Dhea. 

"Iya, bener. Mungkin di lain waktu bisa ketemu lagi," ucap Salsa. 

"Santuy aja. Nggak usah ngerasa bersalah gitu," timpal Sisca.

"Iya, deh. Habisnya gue sebel aja gitu, kenapa dia datengnya di waktu yang tidak tepat," tutur Dhea. 

"Ya namanya juga takdir," sahut Salsa. 

"Btw, gue mau minta pendapat kalian, deh," ujar Vania. 

"Tentang apa?" tanya Sisca. 

"Menurut kalian gue harus ceritain masa lalu gue ke Vano atau enggak?"

"Harus, wajib, kudu! Secara kan kalian udah pacaran, jadi harus saling terbuka. Tapi balik lagi ke diri lo sendiri, sih," saran Sisca. 

The Real of Ice Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang