Semenjak Vania melangkahkan kakinya untuk memasuki gedung sekolahnya, semua mata terus memandangnya sinis. Begitu pun ketika ia berjalan menelusuri koridor, tak henti-hentinya orang-orang berbisik ria sambil sesekali meliriknya. Vania tak tahu apa penyebabnya sehingga ia mendapat tatapan maut dari semua penghuni sekolah. Tak biasanya orang-orang bertingkah aneh seperti sekarang, di hari-hari biasa pun sepertinya orang-orang tak terlalu mempedulikan kehadirannya, berbanding kebalik dengan yang ia alami saat ini. Tentu saja Vania merasa risih karena tak biasa ditatap seperti itu oleh orang sekitarnya, maka dari itu Vania memilih untuk mempercepat langkahnya menuju kelasnya.
Sesampainya di kelas, semua murid langsung memberi tatapan tidak suka, beberapa juga ada yang meliriknya sinis. Ia pikir setelah sampai di kelas, ia akan selamat dari tatapan maut orang-orang yang seperti ingin memakan mangsanya hidup-hidup. Namun ekspetasi berbeda jauh dengan realita. Vania langsung memalingkan wajahnya ke arah teman-temannya yang sudah datang lebih dulu daripada ia.
"Eh, itu Vania. Vania! Sini, cepetan!" Panggil Sisca sedikit berteriak. Merasa namanya dipanggil, Vania pun berjalan menghampiri mereka.
"Lo kemarin pulang bareng sama Kak Vano, ya?" Tanya Salsa langsung menginterogasi tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Hm." Balas Vania acuh tak acuh sambil duduk di kursinya dan melepaskan tas ranselnya.
"Kok lo nggak bilang ke kita, sih? Darurat, nih, darurat." Sembur Dhea dengan wajah sedikit panik.
"Lo tau nggak, sih? Semua orang ngeliatin lo kayak gitu, ya karena itu. Pokoknya gawat, deh." Sahut Sisca sambil melotot.
Melihat raut wajah bingung Vania, dengan cepat Salsa menyodorkan handphonenya tepat di depan wajah Vania.
"Tuh, liat," perintah Salsa.
Vania langsung mengambil ponsel yang diberikan oleh Salsa. Di ponsel milik Salsa menampilkan sebuah foto yang jelas-jelas itu adalah Vania dan Vano yang sedang berboncengan di atas motor saat mereka pulang sekolah bersama kemarin siang. Vania yakin betul bahwa kemarin tidak ada orang lain selain ia dan keempat cowok tersebut—Vano dan teman-temannya di parkiran motor. Lalu siapa yang mengambil foto ini? Dan apa tujuan orang tersebut menjepret diam-diam lalu disebarluaskan kepada seluruh penjuru sekolah?
"Semalam grup sekolah rame banget bahas ini. Biang keroknya si jablay Clara, dia manas-manasin cewek yang ada di grup. Dia bilang kalau lo sama Vano udah pacaran. Dan lebih parahnya lagi, dia bilang kalau semalam dia ketemu lo sama Kak Vano di club. Gue juga baru sadar kalau lo dikick sama si jablay itu dari grup sebelum dia nyebarin hoax, jadi jelas aja lo nggak tau masalah ini. Argh! Gila emang tuh cewek, gedeg banget gue asli!" Cerocos Sisca panjang lebar dengan wajah kesalnya.
Perempuan itu benar-benar keterlaluan. Sudah cukup Vania dibully habis-habisan oleh Clara dan teman-temannya kemarin, lalu sekarang ia kembali membuat ulah dengan memfitnahnya yang tidak-tidak? Apa yang Clara inginkan sampai-sampai ia melakukan ini semua? Rasanya Vania ingin menampar kakak kelasnya itu saat ini juga. Kesabaran seseorang ada batasnya, jika kemarin Vania masih sabar dan tidak peduli dengan hinaan dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Clara, maka untuk sekarang ia tak bisa lagi menahan kesabarannya.
"Lo ada masalah apa sih sama tuh nenek? Sampe segitunya, anjir," celetuk Salsa.
"Iya, nih. Kok bisa sih dia—" Ucapan Dhea terpotong akibat suara pintu yang dibanting dengan sangat kerasa secara tiba-tiba yang membuat seluruh penghuni kelas terlonjak kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real of Ice Queen
FanfictionVania Calistha Dirgantara, gadis cantik berwajah jutek yang memiliki sifat cuek nan dingin. Membuat siapa pun terpana akan kecantikannya hanya dengan sekali melihat wajahnya. Di balik semua itu, ia memiliki masa lalu yang kelam. Alasan itulah yang m...