Suasana pagi ini terasa menegangkan dikarenakan guru pada mata pelajaran sejarah tengah mengajar di kelas Vania. Satu sekolah tahu bahwa guru ini termasuk salah satu ter-killer. Sebenarnya tidak galak, hanya saja guru ini sangat tegas. Namun tetap saja jika jadwal pelajaran beliau tiba pada harinya, semua murid pasti akan merasa tegang dan berharap waktu berjalan cepat. Begitu pula saat jam beliau kosong, pasti akan menjadi surga dunia bagi anak kelas.
"Maaf Ibu datang terlambat. Segera buka buku paket kalian. Hari ini kita masuk ke BAB 2. Kita akan belajar tentang-"
Brak!
Ucapan Bu Inez terpotong seketika dan semua mata tertuju pada sumber benturan benda keras barusan. Sebuah bola basket yang melayang dan sengaja menabrak kaca kelas. Untungnya kaca tersebut kuat sehingga tidak pecah. Bu Inez berjalan ke depan pintu dengan langkah yang tegas. Beliau ingin mencari tahu siapa penyebab keributan di pagi ini.
"Vano! Sini kamu!" Teriak Bu Inez dari dalam kelas. Setelah memanggil si pelaku, Bu Inez kembali duduk di kursi yang memang disediakan untuknya.
Mendengar nama Vano yang disebut oleh Bu Inez membuat murid-murid perempuan menjadi gaduh. Sisca yang duduk di samping Vania menyenggol gadis itu sambil tersenyum tidak jelas. Sama halnya dengan Salsa dan Dhea yang langsung memutar tubuhnya menghadap ke belakang untuk memberi kode pada Vania, setelahnya mereka tertawa cekikikan. Vania paham maksud mereka, tetapi ia tak memedulikannya. Kenapa juga mereka? Memangnya apa hubungannya Vano dengan dirinya?
"Permisi, Bu." Ucapnya memasuki kelas sembari cengengesan tidak jelas.
Bu Inez memutar kursinya menghadap Vano. Tatapannya tajam sekali seperti ingin menerkam orang yang ada di hadapannya. "Kamu itu bisa main basket tidak? Kalau tidak bisa, tidak usah sok-sokan main basket! Untung kacanya tidak pecah. Kalau pecah, memangnya kamu mau ganti?!" Omel Bu Inez.
"Mau, lah, Bu!" serobot Vano.
"Kamu ini! Bisanya jawab saja setiap diberi tahu!" Ucap Bu Inez kesal.
"Kan tadi Ibu nanya, jadi saya jawab. Nanti kalau saya diem aja, salah lagi. Serba salah, kayak Raisa," celoteh Vano.
"Lagian ngapain kamu pagi-pagi sudah ada di lapangan basket. Kenapa tidak masuk kelas?" Tanya Bu Inez dengan ekspresi yang tak berubah.
"Tadi gurunya bilang ada halangan jadi nggak bisa hadir. Terus saya bosen di kelas, jadinya saya keluar." Jelas Vano sambil mengusap tengkuknya.
"Susah sekali sepertinya untuk tetap diam di dalam kelas. Kalau begitu kamu akan Ibu kasih hukuman." Tegas Bu Inez.
"Lah? Kok gitu, sih, Bu? Kan tadi saya gak sengaja." Sewot Vano tak terima.
"Tidak ada alasan! Nanti sehabis pulang sekolah, kamu harus bersihkan gudang yang ada di belakang. Mengerti?" Tanya Bu Inez dengan nada yang sedikit ditinggikan.
"Tapi kan gudang belakang gelap, Bu. Ganti hukuman aja, deh, Bu." Tawar Vano dengan muka melasnya.
"Tidak ada tapi-tapian! Kalau kamu takut ya jujur saja. Ibu bakal minta salah satu siswi di kelas ini buat temenin kamu nanti."
"Saya mau kok, Bu, temenin Kak Vano bersihin gudang belakang." Celetuk salah satu perempuan dengan nada genitnya. Setelah berkata seperti itu, anak satu kelas menyorakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real of Ice Queen
FanfictionVania Calistha Dirgantara, gadis cantik berwajah jutek yang memiliki sifat cuek nan dingin. Membuat siapa pun terpana akan kecantikannya hanya dengan sekali melihat wajahnya. Di balik semua itu, ia memiliki masa lalu yang kelam. Alasan itulah yang m...