Kondisi kantin saat ini tidak terlalu ramai dan tidak terlalu sepi. Karena memang saat ini guru-guru sedang rapat, sehingga semua murid diberi kebebasan. Terutama dengan keempat sahabat yang selalu bersama-sama saat berada di bangku dasar. Mereka berkumpul dalam sebuah meja dengan beberapa makanan dan camilan yang telah dibeli.
"Eh, eh, katanya Sabtu nanti ada pertandingan basket antara sekolah kita sama SMA Cakrawala, ya?" Tanya Sisca yang paling up to date di antara semua sahabatnya.
"Gue denger sih begitu. Nonton, kuy!" Ajak Salsa excited.
"Kuy, lah! Ya kali nggak kuy!" ucap Dhea sambil mengunyah ciloknya.
"Kunyah dulu yang bener." Ucap Sisca ketika melihat pipi Dhea besar sebelah dikarenakan cilok yang dimakannya. "Heh, ikut gak lo?" Tanyanya pada Vania yang kini sedang membaca novel di tangannya.
"Hayuk ikut, yuk!" timpal Salsa.
"Udahlah, nggak usah kebanyakan mikir. Intinya lo harus ikut sama kita semua. Wajib fardu'ain. Nggak ada penolakan, oke?" Cerocos Sisca tanpa memberi kesempatan Vania untuk menjawab.
"Hm." Vania hanya menanggapi permintaan— ralat, lebih tepatnya paksaan Sisca dengan deheman.
Karena juga percuma kalau ia tetap menolak untuk ikut, pasti Sisca akan memaksanya seperti tadi. Karena prinsip mereka adalah jika mereka merencanakan untuk pergi ke suatu tempat, maka semuanya harus ikut tanpa terkecuali. Kalau memang salah satu ada yang tidak ikut karena berhalangan, maka mereka membatalkannya dan merencanakannya di lain waktu. Setelah itu Vania kembali fokus membaca novel remaja yang baru saja ia beli kemarin di toko buku.
***
Tim basket saat ini sedang gencar-gencarnya latihan. Mereka berlatih dengan semangat agar saat pertandingan besok mereka tidak mengecewakan sekolah dan pendukungnya. Karena di dalam pikiran mereka adalah tidak apa-apa mereka berlatih sampai lelah berhari-hari, yang penting lelahnya mereka terbayarkan di akhir nanti.
"Ayo, dong! Semangat latihannya! Lusa kalian bakal tanding sama SMA sebelah, pokoknya sekolah kita harus menang!" Oceh Pak Gilang—pelatih basket SMA Megantara dari pinggir lapangan.
"Siap, Pak, siap!" Balas Vano sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.
Saat ini Vano terlihat dua kali lipat lebih tampan dari biasanya. Jersey kesayangannya membuatnya terlihat sangat cool saat dikenakan di tubuh atletisnya. Bahkan beberapa murid yang masih berada di lingkungan sekolah menyempatkan diri untuk melihat mereka berlatih basket dari pinggir lapangan. Alasannya sih karena ingin cuci mata. Dasar perempuan, ada yang ganteng dikit langsung modus.
"Abangku sayang, gak pulang-pulang.. Katanya kerja, mencari uang.." Nyanyi Vano sembari mendribble bola basket, memperagakan goyangan yang dipopulerkan oleh Duo Serigala. Pemain lainnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku ketua basket mereka. Memang ada saja yang dilakukan Vano saat tengah bermain di lapangan. Alasannya biar tidak tegang-tegang banget.
"Abang dimana, dengan si—"
"Vano! Jangan main-main! Kamu itu ketua basket, kasih contoh yang bener, dong! Gimana, sih?" Omel Pak Gilang melihat kelakuan anak didiknya. Beliau sudah berkacak pinggang di pinggir lapangan.
"Ampun, Pak!"
Selang beberapa menit, mereka semua diperintah untuk beristirahat, termasuk Vano dkk yang kini mulai berjalan menuju kantin. Seperti biasa kedatangan mereka pasti selalu mengundang pasang mata untuk melihat ke arah mereka walaupun saat itu kantin terlihat sepi. Tidak peduli dengan orang-orang tersebut, Vano tetap berjslan dengan tatapan yang terfokus pada perempuan yang tengah mengetik sesuatu di laptopnya. Kelihatannya sedang sibuk dengan tugasnya. Tanpa basa-basi Vano langsung berjalan menghampiri perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real of Ice Queen
FanfictionVania Calistha Dirgantara, gadis cantik berwajah jutek yang memiliki sifat cuek nan dingin. Membuat siapa pun terpana akan kecantikannya hanya dengan sekali melihat wajahnya. Di balik semua itu, ia memiliki masa lalu yang kelam. Alasan itulah yang m...