26. Sebuah Kejujuran

1K 33 1
                                    

"Kepala gue rasanya mau copot aja baca soal matematika tadi." Adu Sisca sambil membuka tutup botol dengan tenaga dalam lalu meneguknya kasar.

"Sumpah! Yang bikin soal nggak punya hati banget," timpal Salsa.

"Gue banyak yang ngasal." Keluh Vania dengan wajah cemberut.

"Apalagi gue. Boro-boro mikir terus ngitung, yang ada gue cuma senam mata, senam kepala, sama senam kelenturan badan doang," nimbrung Dhea.

Saat pesanan mereka datang, Sisca langsung menarik piring ke hadapannya lalu melahapnya dengan tidak santai.

"Buset! Santai makannya, Mbak. Abis ujian langsung kesurupan gitu." Celetuk Kenzo yang baru saja datang.

"Kesurupan penghuni soal matematika ya lo?" tanya Aldy.

"Apaan, sih. Krik banget," jutek Sisca.

"Yaudah, iya. Gue yang salah."

"Gimana soalnya tadi? Bisa ngerjain nggak?" Tanya Vano yang langsung duduk di samping Vania dan mengangkat salah satu kakinya ke atas paha.

"Nggak tau, pasrah aja. Banyak yang ngasal." Ucap Vania lesu.

"Gitu aja pasrah."

"Emang kamu bisa ngerjain?"

"Alhamdulillah."

"Bisa?"

"Enggak." Jawab Vano sambil menyengir.

Vania mendengus pelan mendengar jawaban Vano. Memang sepertinya hari ini seluruh murid mengeluh akibat sulitnya soal matematika yang diujikan tadi. Tidak hanya mengeluhkan soalnya saja, tetapi kebanyakan dari mereka juga mengeluhkan pengawas ruangan yang bisa disebut killer.

"Lo budeg apa congean, sih, Al? Di ruangan tadi gue panggilin nggak nengok-nengok," ucap Randy.

"Eh, bahlul! Pengawasnya ngeliatin gue mulu, kampret! Gue gerak dikit aja, tuh, guru langsung melotot coba. Pengen gue tenggelemin ke kolam lele." Cetus Aldy ikut kesal.

"Guru yang menor mirip tante girang juga ngehampirin gue mulu, anjir! Gimana gue mau nanya sama yang lain. Mana dia ngeliatin gue sambil senyum-senyum." Tukas Vano dengan mimik wajah yang sulit diartikan.

"Ah! Lo mah banyak yang nyukain. Dari bayi baru lahir sampe yang udah bau tanah aja suka sama lo, Van." Sela Kenzo ada benarnya.

"Ya gue mah bodo amat. Yang penting cewek yang gue sukain cuma satu." Ucap Vano sambil melirik Vania.

Sayangnya, Vania tengah fokus terhadap ponselnya walaupun sebenarnya ia dengar apa yang Vano ucapkan. Namun ia hanya berpura-pura tak tahu saja. Padahal kedua pipinya memanas seperti terbakar oleh api.

"Van! Vano!" Panggil seorang lelaki yang sepertinya adalah teman sekelas Vano.

"Apa?" Sahut Vano sambil menoleh.

"Lo sama temen-temen lo dipanggil ke ruang guru, noh."

"Lah, ngapain?" Tanya Kenzo dengan kening berkerut.

Lelaki itu mengangkat bahu tanda tak tahu. Lalu kemudian pergi begitu saja menyusul teman-temannya di bagian utara kantin.

"Perasaan kita nggak ngapa-ngapain, deh. Kenapa dipanggil ke ruang guru, ya?" tanya Aldy.

"Nggak tau. Ya udah, ayo. Daripada nanti marah-marah, mending datengin dulu." Ucap Vano beranjak dari duduknya.

"Pulang sekolah tunggu pos satpam, ya." Katanya lagi pada Vania.

"Iya."

Ketiga anak lelaki itu pergi meninggalkan kantin dan menuju ruang guru. Tersisalah keempat anak gadis yang masih berkutat dengan makanannya masing-masing.

The Real of Ice Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang