24. Belajar

948 37 3
                                    

"Lemes amat. Kenapa, sih?" Tanya Vano sambil melepas helmnya tetapi masih duduk di atas motornya.

"Iya, nih. Masih ngantuk." Jawab Vania dengan tangan yang menutupi mulutnya karena menguap.

"Emang semalem tidur jam berapa? Habis teleponan langsung tidur, kan?"

"Iya, langsung tidur, kok. Cuma tadi bangunnya agak kepagian aja." Ucap Vania berbohong. Padahal semalam ia tidur jam dua dini hari.

"Oh, ya udah. Nanti kalo masih ngantuk bolos aja ke UKS."

"Dih! Sesat!"

Vano terbahak. "Kali-kali bolos. Jangan rajin-rajin amat jadi murid."

"Kamu, tuh, harusnya tobat. Udah mau kelas dua belas juga. Belajar yang bener," nasihat Vania.

"Tobatnya nanti aja kalo mau UN." Celetuk Vano yang mendapat jitakan kecil dari Vania.

"Aduh! Kok aku dijitak, sih?" Protes Vano sambil meringis.

"Ya lagian dikasih tau yang bener malah gitu."

"Hehe. Iya, deh, iya. Janji, deh, bakal tobat." Tutur Vano dengan dua jari terangkat di udara.

"Hm?" Gumam Vania mengangkat alis.

"Bener, deh. Apa, sih, yang enggak buat princessnya Vano." Pungkas Vano yang terdengar sangat keju.

Bukannya salah tingkah atau apa, justru Vania mendelik jijik mendengar kalimat itu. Untungnya parkiran lumayan sepi, jadi seharusnya tidak ada yang mendengar kalimat menggelikan itu.

"Idih! Muntah gue muntah!" Cibir seseorang dari belakang mereka dengan deru motor yang dinaikinya.

Terlihat Kenzo yang baru saja turun dari motornya sambil memperagakan seolah-olah ia memang ingin muntah. Di belakangnya pula ada sesosok perempuan yang juga sempat menduduki kursi penumpang di motor yang sama dengan Kenzo.

Mungkin kalian berpikir kalau perempuan ini adalah Sisca? Tentu saja salah. Perempuan ini bukan Sisca, melainkan orang yang sepertinya berada di kelas sebelas, sama dengan Kenzo dan Vano.

"Masih pagi nggak boleh sirik, Ken," celetuk Vano.

"Sirik? Itu, kan, yang ada di ikan."

"Itu sirip, goblok!" Sahut Vano kesal sembari menempeleng kepala Kenzo. "Pagi-pagi bikin erosi aja."

"Emosi, bangsat!" Kini gantian Kenzo yang menempeleng kepala Vano sampai cowok itu sedikit oleng.

"Eh-ini kenapa pada dorong-dorongan kepala coba? Mending masuk. Dikit lagi bel." Lerai si perempuan yang kini sudah berjalan lebih dulu mendahului mereka bertiga.

Vano menyenggol lengan Kenzo. "Siapa?"

"Temen gue pas SMP. Anak ipa," jawab Kenzo.

Vano memicingkan mata. "Bohong ya lo?"

"Dih! Ngapain bohong coba?"

"Wah, parah! Jangan-jangan lo udah berpaling dari Sisca, ya?" Cetus Vano sambil menunjuk wajah Kenzo.

Kenzo menurunkan telunjuk Vano. "Kok bawa-bawa Sisca, sih? Lagian berpaling apaan coba? Gue, tuh, kemarin reuni SMP. Terus main truth or dare dan gue dapet dare dari dia. Tantangannya disuruh jemput sama anterin dia pulang hari ini. Puas lo?" Jelas Kenzo sedikit kesal.

Vano terkekeh. "Puas, kok, puas. Tapi hati-hati, lho. Nanti ada yang cemburu."

"Ngaco lo, ah!" Sela Kenzo lalu berjalan terlebih dulu.

Vano memutar tubuhnya ke kanan menghadap Vania yang sejak menyimak obrolan kedua lelaki itu.

"Coba, deh, nanti kamu ceritain ini ke Sisca. Terus perhatiin dia cemburu apa enggak. Soalnya aku gregetan banget sama mereka berdua. Saling suka tapi nggak berani ngungkapin," celoteh Vano.

The Real of Ice Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang