28. Egois

98 6 0
                                    

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi namun anak lelaki bertubuh atletis ini masih saja bergulat di atas kasur. Sayangnya, tidur nyenyaknya harus terganggu karena sebuah panggilan yang membuat ponselnya terus bergetar di atas nakas.

"Halo?" Ucapnya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Abanggg! Astaga, bangunnn!" Pekik seorang perempuan yang sukses membuat Randy kaget dan otomatis menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Iya, iya. Ini abang udah bangun, kok." Jawab Randy sambil sesekali mengacak rambut singanya.

"Jangan mentang-mentang hari libur terus tidur sampe siang. Masa kalah sama adeknya, sih?"

Ada hening sejenak sebelum akhirnya sebuah suara muncul yang membuat Randy terkekeh.

"Abanggg, bangunnn! Lalin udah mandi, dong. Udah wangi, ndak taya abang. Abang tepetan mandi, telus calapan."

Randy tertawa gemas mendengar ucapan cadel khas anak kecil yang dilontarkan adik perempuannya, Raline. Bahkan pernah karena saking gemasnya dengan Raline, Randy berkali-kali mencubit pipi dan memeluknya erat sampai gadis kecil itu menangis dan berakhir dengan sang Mama yang memukulinya dengan bantal.

"Iyaaa, bawel. Nanti abang mandi."

"Mandi cekalang, ndak boleh nanti."

"Siap, Tuan Putri."

"Tuh, dengerin, Bang. Cepet sana mandi, abis itu sarapan. Udah Mama siapin di meja makan, kamu tinggal makan aja."

"Iya, Ma."

"Mandi lho, ya. Awas kalo tidur lagi."

"Iya, Mama."

Tut!

Merenggangkan otot sebentar dan merapihkan tempat tidurnya lalu kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Selesai mandi Randy pun turun ke bawah untuk sarapan. Seperti baru mengingat akan satu hal yang sempat terlupa, Randy membuka ponselnya dan segera menghubungi seseorang.

"Halo?"

"Halo, Ken. Temenin gue ke rumah Vano, yok!"

"Heh, Supri! Lo lupa semalem gue udah bilang nggak bisa? Gue kan ada acara keluarga di Bandung."

"Oiya, lupa!" Ucap Randy menepuk jidatnya. "Maap, ye."

"Coba ajak si Aldy, noh. Hari libur gini juga paling dia tidur doang di rumah."

"Oke, deh."

Setelah sambungan telepon dengan Kenzo mati, lantas Randy pun menghubungi salah satu temannya yang lain.

"Apaan pagi-pagi nelpon?" Sahut Aldy bahkan saat Randy belum sempat membuka mulutnya.

"Ngegas aja lo. Jangan bilang lo baru bangun?"

"Enak aja! Udah dari tadi kali, emangnya elo. Kenapa nelpon gue? Kangen?"

"Najis! Ayo, dah, buruan temenin gue ke rumah Vano. Mau ngambil buku."

"Yaelah. Nggak bisa sendiri apa?"

"Enggak."

"Lagian juga kan Vanonya lagi ke luar negeri."

"Tapi kan gue udah izin. Jangan banyak bacot, dah. Mending siap-siap, gue otw ke rumah lo."

"Sabar, anjir! Berdua doang gitu?"

"Iya, lah!"

"Najis! Nanti dikira homoan. Ajak Kenzo, napa!"

"Kalo dia bisa juga udah gue ajak, anjir!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Real of Ice Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang