14. Tekad

2.7K 119 0
                                    

Vano yang baru saja selesai mandi turun ke bawah untuk menonton televisi di ruang tengah. Tangannya terangkat untuk mengacak rambutnya yang setengah basah karena habis keramas.

"Lo beneran pacaran sama Vania?" Tanya Bimo yang ikut duduk di samping Vano.

"Emang kenapa?" Alih-alih menjawab, Vano malah balik bertanya sambil mengunyah camilan yang berada di pangkuannya.

"Ya enggak apa-apa, gue cuma nanya." Jawab Bimo jujur. "Jadi, lo beneran pacaran sama Vania apa enggak?" Seakan belum puas, Bimo bertanya lagi kepada sepupunya itu.

"Iya." Jawab Vano sambil menganggukan kepalanya.

Dua mata Bimo memicing seperti tak yakin dengan jawaban Vano. "Masa? Kok gue nggak percaya, ya?"

"Gimana, sih? Tadi nanya, giliran udah dijawab malah nggak percaya," ucap Vano.

"Bukannya gitu. Gue nggak yakin aja sama jawaban lo. Secara muka lo itu kan muka-muka pembohong." Balas Bimo sangat amat jujur.

"Kampret!" Umpat Vano sambil tertawa kemudian diikuti oleh kekehan Bimo.

"Penting banget apa buat lo sampai nanya-nanya kayak gini?" Tanya Vano heran.

"Ya jelas penting banget, lah! Eh, bukan gitu maksudnya." Bimo terlihat menggaruk tengkuknya kikuk. "Maksud gue, selama ini lo kan belum pernah sebucin ini sama cewek, makanya gue nanya." Ucap Bimo mencoba menjelaskan.

"Anjir, gue dibilang bucin. Lagian, sih, lo tiba-tiba nanya begitu sama gue, kan gue jadi curiga," ucap Vano.

"Nggak baik curiga sama sepupu sendiri." Celetuk Bimo yang kini tengah mengganti channel televisi dengan remote yang berada di tangannya.

Vano tak menanggapi lagi ucapan Bimo. Ia memilih tak peduli dengan pertanyaan yang Bimo lontarkan kepadanya barusan. Pikirnya, mungkin saja Bimo hanya sekedar bertanya kepada. Karena setau Vano, saudaranya itu memang memiliki sifat selalu ingin tahu dengan sekitarnya alias kepo.

"Lo nggak ada temen cewek apa? Kenalin, dong."

"Duh, temen-temen cewek gue cuma sekedar temen sekelas doang yang suka nyontek pr bareng."

"Yang deket atau spesial gitu nggak ada?"

Vano menggeleng, "Deketnya ya deket biasa aja, gue nggak nganggep spesial."

"Kalau ternyata ada yang nganggep spesial gimana? Baper gitu?"

"Dih, ngapain baper? Emang gue ngomong sayang atau spread love ke mereka? Kan enggak."

"Kali aja lo jadi buaya. Fans lo kan banyak."

"Bukan berarti gue ngebaperin banyak cewek seenaknya. Kalo ngegodain mah sering."

"Sama aja, anjir. Tapi pernah ada yang baper lo godain?" Bimo mengambil alih toples kerupuk singkong yang Vano pangku.

"Pernah!" Vano menjawab antusias. "Lewat surat yang bilang kalo dia baper karena gue pernah iseng pantun bilang dia mirip Aurora."

"Lagian lo ada-ada aja." Jawab Bima melempar kulit kuaci yang bungkusannya tak sengaja ia temukan di rak dapur tadi. "Tapi saran gue mending lo kurang-kurangin godain cewek walaupun cuma iseng, nanti si Vania malah mikirnya lo gak serius sama dia."

"Iya juga ya? Kenapa gue gak kepikiran?"

"Emang lo bisa mikir?"

Vano melempar bantal sofa yang sedari tadi ia pangku. "Ribut sini."

"Males."

"Tapi sebagai sesepuh dalam urusan percintaan, gue mau nanya. Hal apa yang harus dilakuin sama cowok biar ceweknya suka?"

The Real of Ice Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang