Anxiety

1.6K 230 123
                                    

Berbanding terbalik dengan Min Yoongi yang sedari tadi sibuk mondar-mandir di depan ruang ICU, Jung Hoseok justru lebih tenang dalam mengambil sikap. Seolah itu adalah hal yang sangat langka, Taemin sampai berpendapat bahwa mungkin roh keduanya tengah tertukar.

Hoseok melipat tangan di depan dada, melirik Taemin yang sedang menerima teleponーmungkin dari orang tuanya yang menanyakan kondisi Jiminーlalu berpindah pada Yoongi yang tampak tidak tenang. Bibir tipisnya digigit kuat, Hoseok khawatir kalau-kalau Yoongi justru merobek bibirnya sendiri tanpa sadar.

"Hyung, duduklah dulu. Kau mondar-mandir di situ juga tidak akan membantu banyak," Hoseok menepuk kursi besi di sampingnya, berharap Yoongi bisa tenang dan duduk manis. Penat juga rasanya melihat Yoongi yang bergerak bak setrikaan.

Yoongi seketika menghentikan langkah, memandang Hoseok dengan mata menyipit tajam, seolah perkataannya menyinggung perasaan. "Kau bisa berkata seperti itu karena bukan kau yang melihat Jimin menggelepar di tengah jalan dan kejang setelahnya. Kau bahkan tidak tahu aku nyaris gila hanya karena melihat kepalanya penuh darah seperti itu," desisnya.

"Ah, ituー"

Hoseok menarik napas panjang, kemudian terdiam. Berdebat dengan orang yang hati dan pikirannya sedang tidak ada di tempat hanya akan membuang waktu dan energi. Maka Hoseok memilih untuk tetap hening dalam duduknya, walaupun kepalanya terus berputar menenangkan diri dari spekulasi-spekulasi yang mungkin akan terjadi.

Hoseok sendiri baru mendapat kabar dari Taemin perihal kondisi Jimin pukul satu dini hari. Saat itu dia baru saja menyentuh ranjang, dan begitu melihat ponsel, puluhan notifikasi menghiasi layar. Saat Hoseok tiba di rumah sakit, Taemin mengatakan bahwa pihak dokter sudah melakukan pemindaian MRI dan CT scan, dan Jimin didiagnosa koma akibat benturan keras di kepala dan kejang. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, Hoseok hanya bisa berdoa agar Jimin diberikan yang terbaik.

"Nanti Eomma dan Appa akan ke sini," dengan langkah terseok dan hidung yang memerah, Taemin menghempaskan bokong disamping Hoseok. Ia menundukkan kepala dalam-dalam, memandang lantai dan tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu.

Hoseok melirik jam pada pergelangan tangan, jarum pendeknya sudah menunjuk ke angka tiga. Ia mengusap wajah dengan kasar, lalu menyandarkan kepala belakang pada tembok yang beku.

"Lalu bagaimana dengan orangtua-nya?"

Tubuh Taemin menegang sejenak, Hoseok bahkan bisa melihat jari-jemari pria itu tertaut kencang sampai memutih.

"Tidak ada kabar. Aku tidak bisa menghubungi Bibi Park sama sekali."

"Paman Seojoon?"

Taemin menggeleng.

Suara decakan keras dari bibir Yoongi terdengar, kedua pria yang sedang duduk di kursi sampai menoleh ke sumber yang sama.

"Apa pantas Nyonya Park disebut orangtua? Memutuskan kontak di antara mereka, hanya karena Jimin lebih memilih untuk kembali ke Korea daripada tinggal di Jepang bersamanya?" Yoongi menggeram rendah.

Ia memang tidak terlalu mengenal orangtua Jimin, sebagaimana Taemin dan Hoseok yang sudah terlebih dahulu mengenalnya. Hanya saja, Jimin pernah bercerita padanya sekilas, bagaimana hancurnya dia menyaksikan perceraian kedua orangtuanya, ketidaknyamanan-nya saat tinggal bersama dengan keluarga baru-nya, sampai akhirnya Jimin memutuskan untuk kembali ke Korea seorang diri setelah ia merasa bisa untuk hidup mandiri.

Walaupun Yoongi juga tahu, ada alasan lain dibalik kembalinya Jimin ke Korea, selain ingin menjauhi sang ibu

"Perkara Bibi Park, aku memang sudah menyerah untuk berbicara dengannya. Begitu juga dengan Eomma. Dia lebih mementingkan keluarga baru-nya daripada Jimin, yang notabene adalah darah dagingnya sendiri."

Love Cycle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang