Parental concern

1.6K 235 120
                                    

We all know that life's not a fairy tale,

begitu pula dengan Taehyung. Menyadari bahwa hidup tidak seindah dongeng anak-anak, bahwa hidup itu keras, bahwa hidup itu sebuah labirin, bahwa hidup itu,

pilihan

maka bukan salah Taehyung jika ia hanya mencoba untuk memilih. Memilih mana yang menurutnya adalah jalan yang terbaik. Karena bagi Taehyung, rasa nyaman terhadap seseorang jelas berbeda dengan rasa suka atau ketertarikan. Itu adalah dua perasaan yang tidak memiliki hubungan sebab akibat.

Jadi, hanya karena ia merasa nyaman bersama dengan Jimin, bukan berarti dia tertarik pada pria itu. Benar, kan?

Taehyung menenggelamkan kepalanya di bawah bantal, tidak peduli kalau ia harus sesak napas karenanya.

Ia nyaman berada di samping Jimin, ia bisa bebas dan lepas mengobrol dengan pria itu, dan semua semata-mata karena mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Karena mereka memiliki hobi dan profesi yang sama. Hanya itu. Dan tidak lebih.

Mungkin.

Jadi kenapa Jimin harus melakukan hal bodoh seperti itu? Pakai tertabrak mobil segala. Marah padanya karena ia hanya mengatakan untuk tidak lagi kencan berdua. Apalagi sampai koma dan tidak mau bangun untuk bercerita pada Taehyung. Jahat sekali dia. Tidak bisakah Jimin membicarakan baik-baik daripada harus menyingkat umur sendiri? Membuat orang khawatir saja!

Melempar bantal ke sembarang arah, Taehyung menghirup udara kuat-kuat, lalu melepaskannya dengan kasar. Ia mengubah posisi tidurnya menghadap ke sisi kiri, menatap langsung pada figur Anpanman yang terpajang manis di atas nakas. Figur favorit Jimin selain Digimon, katanya. Dan Jimin yang merekomendasikan-nya pada Taehyung karena ia punya filosofi yang menarik tentang tokoh anime anak-anak tersebut.

"Memang apa yang kau sukai darinya, Jimin-ssi?"

"Karena wajahnya bulat dan lucu," Jimin terkekeh sampai matanya membentuk garis busur.

"Dih. Hanya itu saja?"

Sekilas Jimin mengerling padanya, lalu ia meraih pinggang Taehyung dan berbisik di telinga.

"Kau percaya aku menyukainya hanya karena itu?" Bulu halus di leher Taehyung berdiri ketika mendengar suara lembut dan serak milik Jimin. Ia menggeleng ragu. "Nah, itu tahu. Pinter ih sayangnya Ichi." Jimin tergelak.

"Pertama. Aku suka Anpanman karena dia bisa mendengar suara orang-orang yang kesulitan yang memanggil namanya. Dan dia tidak segan-segan untuk menolong.

Kedua. Mungkin dia memang bukan super hero yang kuat. Anpanman itu lemah untuk ukuran hero. Tapi dia tidak segan-segan memberikan bagian tubuhnya sendiri untuk orang yang kelaparan.

Tidakkah itu keren menurutmu? Jarang-jarang lho yang seperti itu."

Taehyung tersenyum kecil mengingatnya. Begitu juga dengan wajah merona milik Jimin yang masih membekas usai ia memberikan jawaban.

"Iya, iya. Keren. Sama sepertimu, Jimin-ssi. Kau juga keren."

Seakan bisa membayangkan Jimin yang malu-malu sampai nyaris menggigit pundaknya, Taehyung jadi gemas sendiri. Mungkin sifat rendah hati dan jiwa sosial yang tinggi dari pria itu terpengaruh pada Anpanman. Siapa tahu kan?

Tanpa sadar air matanya kembali mengalir. Taehyung mengusap lelehan bening itu dan menertawakan dirinya sendiri.

Tuhan, sudah berapa kali ia menangis karena mengingat Jimin? Dan sampai kapan akan terus seperti ini?

Love Cycle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang