Feeling vaguely hurt

1.6K 229 112
                                    

Taehyung memandang wajah tenang Jimin dengan mata membengkak dan bibir gemetar dibalik masker biru yang digunakannya. Endotracheal tube yang bertugas mengantarkan suplai udara menuju paru-paru pria itu terus bekerja, membuat Taehyung mengeryitkan dahi, turut membayangkan bagaimana tidak nyamannya kondisi Jimin saat ini. Dibelainya punggung tangan Jimin yang terbebas dari infus, lalu dia menurunkan masker sesaat dan mengecup punggung tangan itu lembut.

"Ichi...mau sampai kapan kau tidur seperti ini? Bukankah kau sendiri yang berjanji akan mengajakku ke event jejepangan lagi? Padahal kemarin aku belum puas lihat acaranya, lho."

Taehyung memaksakan diri untuk tersenyum, membelai pipi Jimin yang dingin akibat sapuan udara air conditioner.

"Atau...kau marah padaku karena aku bilang kemarin adalah kencan terakhir kita?" Ia mendengus,"ーpadahal kan aku sudah bilang, aku sama sekali tidak melarangmu untuk menghubungiku."

"Atau mungkin," Taehyung berkata lagi, matanya kembali panas, buru-buru ia menengadahkan kepala ke atas untuk mencegah air mata itu turun,"ーmungkin kau marah, karena aku akan menikah dengan Jeonggukie?"

Pemuda itu tertawa hambar, merasa bodoh akan pertanyaannya sendiri, lalu menaruh dagunya pada sisi ranjang. "Mana mungkin kau marah karena aku menikah dengan Jeonggukie. Jeonggukie itu kan Alphaku, sedangkan kau, kau hanya temanku sedari kecil. Benar kan, Ichi?"

Lelehan bening tiba-tiba jatuh menuruni pipi, membentuk aliran sungai kecil yang membasahi ranjang berlapiskan kain putih. Air mata yang bukan milik pemuda Omega, melainkan milik pria yang tengah tertidur dihadapannya. Tenggorokan Taehyung tercekat begitu melihatnya.

"Jadi...benar kau marah padaku karena aku akan menikah?"

Taehyung bahkan tidak peduli jika ia terlihat tolol karena berbicara sendiri. Hati kecilnya seolah berbisik bahwa Jimin sebenarnya mendengarkannya. Jimin pasti mendengarkannya.

"Hei, jawab aku, jangan diam saja, Jimin-ssi. Bagaimana aku bisa tahu apa yang kau rasakan kalau kau tidak mau berbicara sedikit pun seperti ini. Katakan padaku, kenapa kau marah? Kenapa mobil itu bisa sampai menabrakmu? Kau melamun di tengah jalan?" Taehyung mengusap pipi basah Jimin perlahan, sedang ia sendiri menekuk bibir, mulai merengek kecil. "Ingat waktu kita tidak sengaja kembali bertemu setelah sekian lama? Kau sendiri yang menyuruhku untuk lebih berhati-hati saat menyeberang. Ne, Jimin-ssiiii..."

"Jimin-ssi, kumohon bangunlah... Kau boleh marah, kau boleh memakiku," pita suaranya mulai bergetar,"ーtapi aku hanya mohon satu hal, tolong bukalah matamu. Ceritakan padaku apa yang sebenarnya kau pikirkan, setelah itu kau boleh membenciku. Kau boleh meninggalkanku. Tapi bukan dengan cara seperti ini."

Tangis Taehyung kemudian pecah, setengah mati ia menahan suara sengau dengan kembali mencium punggung tangan Jimin dalam-dalam. "Aku masih ingin bertemu denganmu, Jimin-ssi...t-tolong...kumohon..."

Senggukan tangis mengisi udara, berpadu dengan suara mesin ventilator yang menopang kehidupan Park Jimin. Udara yang seharusnya tidak seberapa dingin mendadak seakan membekukan sekitar.

Dan tanpa Taehyung sadari, tidak hanya Jimin yang sebenarnya menangis dalam tidurnya, tetapi juga sang Alpha yang sedari tadi menantikannya dalam hening di sudut ruang. Wajah tampan itu boleh saja memandang lurus ke depan tanpa ekspresi, dengan sesekali menggosok hidung yang memerah, namun Jeongguk sungguh tengah berusaha keras menyimpan tangisnya dalam hati.

Tidak, ia tidak boleh egois. Jimin adalah orang yang selama ini Taehyung cari.

Kedua tangan Jeongguk mengepal eratーingin sekali rasanya ia menghampiri Taehyung dan memeluknya kuat, mengatakan bahwa Taehyung masih memilikinya. Namun Jeongguk tahu, bukan dirinyalah yang Taehyung inginkan saat ini.

Love Cycle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang