Father

1.5K 231 196
                                    

"Tidak ada lagi minum-minuman beralkohol, tidak ada lagi rokok, tidak ada lagi kafein dan aktivitas berat selama masa penyembuhan," Taehyung menggumam, membaca ulang untuk kesekian kalinya tulisan tangan milik Kim Seokjin. Sepasang alisnya menukik turun, membayangkan tidak nyamannya kehidupan Jimin yang kini serba diatur. "Banyak sekali pantangan yang harus kau lakukan, Jimin-ssi. Pantangan makan, apalagi. Dan kau hampir saja melanggar salah satunya,"

"Menidurimu bukan aktivitas yang berat, Taehyung-ah."

Bantal sofa dilempar sampai mengenai wajah, sontak Jimin mendelik karena serangan tiba-tiba dari Taehyung.

"Menu makan! Menu makan yang kumaksud, Jimin-ssi! Kau tidak ingat nasihat Papa yang memintamu untuk puasa daging merah dulu sementara ini?" Tidak peduli kekehan Jimin, Taehyung segera melipat kertas yang ia peroleh dari Seokjin, lalu memasukkannya kembali ke dalam laci. Dipandangnya Jimin yang kini tengah berkaca pada meja rias, "Apa mungkin aku harus belajar beberapa menu masakan pada Papa ya, paling tidak itu bisa membantu kalau sewaktu-waktu Yoongi-ssi tidak bisa memasak untukmu."

Pergerakan tangan Jimin yang tengah menyigar rambut terhenti di udara. Ia balik memandang Taehyung dari bayangan kaca di hadapannya.

"Kau mau meracuniku atau bagaimana, Sayang?"

Taehyung memasang senyum manis setengah meledek. Tidak mempedulikan komentar Jimin selanjutnya, sang Omega berjalan ke arah jendela, membuka tirai lebar-lebar, seraya menyapu pandang view di luar sana.

Begitu indah dengan cahaya lampu yang mulai menghiasi kotaーini salah satu alasan mengapa Taehyung menyukai perpindahan waktu dari senja menuju malam. Tidak ada yang bisa mengalahkan romantisnya semburat ungu kemerahan yang dipadukan dengan bauran lampu di kala petang berpamitan.

"Tae?"

"Eung?"

Diam sejenak, Jimin menghela napas, lalu membalikkan tubuhnyaーmengarah pada Taehyung. Wajah pucatnya terlihat sedikit muram, membuat Taehyung bertanya-tanya dalam hati.

"Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Jimin mencengkeram rambut, lalu menariknya perlahan. Ditunjukkannya helaian yang terlepas dari kulit kepala, dan ia tersenyum masam.

"Kalau ke depannya aku jadi botak dan penyakitan, apa kau akan tetap sayang dan bersedia untuk selalu menemaniku?"

.
.
.

[Joon-ah, bisa titip dua pot philondedron untuk di ruang tamu? Aku baru ingin melihat yang segar-segar dalam rumah, setidaknya itu bisa membantuku menghilangkan lelah sepulang kerja.]

.
.
.

Menghembuskan napas berat, Namjoon menutup aplikasi pesan pada layar ponsel, lalu memandang jajaran tanaman yang ada dihadapan. Begitu banyak pilihan, namun Namjoon sudah memutuskan apa yang akan dibelinya.

 Begitu banyak pilihan, namun Namjoon sudah memutuskan apa yang akan dibelinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Love Cycle ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang