Terima kasih sudah mampir dalam hidup ini. Meski kini kau lupa membawa pergi harapan dalam hatiku untuk memilikimu sepenuh hati.
Tak bisa berkata-kata, Gallio tergagap di tempatnya. Kelopak matanya mengerjab berulang kali. Memutar kata-kata Clowy mengenai teman hidupnya tadi. Sosok pria yang Gallio yakin bukan tipe Clowy sedikitpun. Namun ternyata nasib pria itu jauh lebih baik darinya. Gallio yang merasa sudah berjuang sepenuh hati, harus merelakan segala usahanya ini berakhir sia-sia.
Sangat-sangat menyakitkan.
Sepanjang usianya, baru kali ini dia merasakah jatuh cinta. Dan rasanya sangat sakit. Memang bagaimanapun rasanya terjatuh pastilah menyakitkan. Namun bodohnya Gallio, ia lupa menyiapkan obatnya.
"Ah, dia teman hidupmu," gumam Gallio pelan.
"Iya, Pak. Jamal teman hidup saya. Kenapa emangnya Pak?" tanya Clowy polos.
"Nggak. Kamu tahu, Clowy. Sesuatu yang bisa patah, tapi bukan kayu. Kadang bisa begitu keras, namun bukanlah batu. Mampu hancur berkeping-keping, akan tetapi bukan kaca. Dan sesuatu itu dinamakan hati. Ya hati saya."
Dengan perasaan yang bercampur aduk, pelan-pelan Gallio keluar dari kamar kos Clowy. Membiarkan Clowy merasa bodoh mendengar kata-kata penuh curahan hatinya tadi.
Di depan pintu kamar tersebut, ada Jamal yang tengah bersandar pada dinding. Tatapannya bingung ketika melihat Gallio nampak pucat.
Beberapa saat lalu rasanya orang ini terlihat segar dan memiliki tenaga penuh untuk marah-marah padanya. Tapi kenapa sekarang ia seperti mayat hidup yang bisa berjalan? Batin Jamal menerka-nerka.
Tidak banyak bicara pada Jamal, Gallio langsung keluar. Berjalan terus menuju mobilnya. Sosok Ibu kost yang tadi sempat berbicara dengannya tak sedikitpun Gallio hiraukan.
Pikirannya kacau. Dia butuh obat penghilang stres. Karena Gallio takut belum sempat ia menuliskan surat wasiat untuk warisannya, kematiannya sudah menjemput Gallio lebih dulu.
"Xaren, ke apartement gue sekarang. Keadaan darurat!" ucap Gallio ketika panggilan teleponnya terhubung ke dalam nomor Xaren.
***
Xaren terburu-buru datang ke apartement milik sahabatnya itu setelah mendapat panggilan mendadak dari Gallio. Ia bahkan tak sempat mengganti piyaman tidur couple yang hampir setiap malam istrinya minta untuk Xaren pakai.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Xaren langsung menekan beberapa angka kombinasi nomor yang sudah ia hafal. Sejak ia mengenal Gallio, menjadi temannya, lalu menjadi sahabatnya, hingga menjadi orang yang benar-benar Gallio percaya, Gallio belum pernah sekalipun mengganti kombinasi kunci apartementnya.
Karena itulah Xaren begitu mudah keluar masuk tempat ini.
Saat tubuhnya masuk ke dalam, hal pertama yang ia lihat siluet tubuh Gallio yang berdiri di dalam gelap. Memandang ke arah luar jendela dengan segelas minuman beralkohol di tangannya.
"Bro, ada apa?"
Gallio berbalik. Wajah tanpa ekspresi yang sejak awal sudah terpatri di wajahnya karena kata-kata Clowy, seketika luntur. Tawa kencangnya langsung membahana. Memecah kesunyian apartement tersebut.
"Lo Xaren apa banci pinggir jalan? Kenapa ada banyak sapi di badan lo?" tawa itu benar-benar mengejek Xaren.
"Kurang ajar lo. Gue keburu-buru datang ke sini takut lo bunuh diri. Eh, lo bukannya terima kasih malah ngebully."
"Hahaha... Abis lucu banget baju lo."
Gallio berlari-lari kecil untuk menyalakan seluruh lampu di apartementnya.Dan... Taraaammm..
KAMU SEDANG MEMBACA
Under 40
RomanceCerita kolaborasi dengan @sitinuratika07 ---------------------------------------------------------- Dasar netizen jaman sekarang bisa-bisanya komentarin hidup orang lain. Coba lihat hidup mereka, apa lebih baik dari gue? Hidup gue ini sudah begitu...