Aku sangat membencimu, tapi jiwa ini masih menginginkanmu
---Alkena MeisellaMalam yang ramai, malam yang penuh dengan kebahagiaan jika seseorang berkunjung ke tempat ini. Mungkin ada beberapa orang yang memiliki masalah dan kemudian berkunjung ke tempat ini. Suara bicara orang-orang bercampur dengan suara musik yang menggelegar di padu dengan suara klakson kendaraan lain yang saling bersahut-sahutan membuat Alkena dan Allan harus sedikit berteriak jika ingin berbicara.
"Rere di mana? Lo beneran nggak nyulik dia kan?" Teriak Alkena pada Alan. Rupanya gadis itu sedari tadi sudah was-was pada Alan.
Alan terkikik geli lalu tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Alkena yang rambutnya yang di hiasi bando berwarna biru muda, semakin manis gadisnya. "tuh Rere" ucap Alan seraya menunjuk arah kanan pada seorang cewek yang berdiri di depan kedai kopi. Lalu, Alkena segera beranjak dari tempatnya untuk menuju ke Rere. Dengan artian, dia telah mengabaikan elusan halus tangan Alan pada puncak kepalanya. Bodo amat!
"Wah parah elu, Re! Ngapain Lo malah suruh dia buat jemput gue?" Ucap Alkena berteriak di telinga Rere karena dentuman musik yang cukup keras. Tapi suara Alkena masih terdengar di telinga Alan.
"Mobil gue mogok, jadi gue naik taksi. Terus ketemu sama kak Alan, jadi yaaa sekalian aja" ucap Rere juga berteriak "ya udahlah Al, lagian elo itu memang bener pacar dia kok dulu" lanjut Rere kemudian dengan santainya Rere mengatakan hal itu. Jika memang benar Alan adalah kekasihnya ketika ingatannya belum hilang, tetapi tetap saja ini sudah berbeda. Saat ini yang ada di hati Alkena ialah, ia membenci Alan yang terus mengganggunya.
"Gue nggak percaya, masa gue pacaran sama orang kayak tiang listrik gitu, tinggi banget" ucap Alkena cuek, sebenarnya disini terdapat nada kesenangan sedikit. Iya, hanya sedikit fan tidak lebih.
Rere hanya bisa menanggapi omongan Alkena dengan tersenyum. Gadis itu berpikir jika Alkena terlalu benci dengan Alan. Padahal dulu, sebelum mengalami amnesia, Alkena adalah orang paling utama yang sangat mengkhawatirkan keadaan Alan waktu Alan tiba-tiba pergi tanpa kabar. Alkena merelakan tubuhnya lelah hanya untuk mencari tahu keberadaan Alan walaupun tidak ia temukan. Setelah Alan kembali, Alkena malah mengalami amnesia dadakan. Takdir begitu membingungkan. Tidak bisa di tebak sama sekali.
Alkena mencoba menikmati malam ini, walaupun hatinya gundah karena Alan.
Lalu, mereka segera menghabiskan waktu malam yang begitu ramai dan keasikkan. Tapi, di pertengahan jalan, Rere berpura-pura berpisah pada Alkena dan Alan. Bertujuan untuk, memperdekat jarak Alan dengan Alkena. Tentu saja Alkena mendesah kesal karena Rere yang tiba-tiba saja menghilang.
"Rere kemana, kak?" Tanya Alkena kembali dengan nada yang normal karena musik telah di lirihkan, tidak lupa di nada tersebut Alkena menanyakannya dengan sinis.
Alan mengedipkan bahunya "nggak tau, emang lo nggak tau ya?" Tanya Alan balik. Ekspresi cowok itu terlihat santai sembari memandangi wajah Alkena.
Alkena menggeleng dengan bibir mengerucut "kagak tau juga gue kak, gimana dong?" Sepertinya Alkena telah melupakan sifat kerasnya pada Alan hingga mampu berbicara selembut itu pada cowok tinggi di hadapannya. Bukan melupakan, Alkena mencoba berdamai dengan cowok yang menurutnya tidak jelas itu. Ia juga manusia yang mempunyai rasa lelah ketika berbicara dengan Alan menggunakan otot-ototnya. Alkena takut cepat menua, ia lebih saya tubuhnya.
"Mau naik kincir angin? Atau gelombang cinta?" Tawar Alan pada Alkena. Alkena menoleh pada Alan, lalu menggeleng yang membuat Alan semakin gemas "terus mau naik apa?" Tanya Alan lagi.
"Gue---"ucap Alkena menjeda omongannya seraya memikirkan sesuatu "enaknya apa ya, kak?" Tanyanya pada Alan. Oke fix! Dia telah melupakan sifat ketus dan dinginnya yang sering di berikan ke Alan. Anggap saja begitu.
"Apa?" Tanya Alan selembut mungkin. Alan harus menunduk penuh untuk melihat Alkena yang sangat pendek baginya.
"Mau es krim aja deh," ucap Alkena setelah melihat kedai es krim yang begitu menggiurkan.
Alan mengangguk setelah tangannya mengelus puncak kepala Alkena. Setelahnya, mereka segera menghampiri kedai es krim itu. Alkena paling antusias untuk mencari tempat duduk yang menurutnya cukup strategis. Memesan es krim yang dia suka tanpa memedulikan Allan yang menatapnya dengan gemas. Setelah pesanan datang, Alkena dengan lahapnya menghabiskan es krim yang lezat itu. Menikmati setiap rasa yang masuk kedalam mulutnya. Hingga tidak mempedulikan ada sisa es krim di sudut bibirnya.
Sedangkan Alan, cowok itu dengan cekatan mengusap sudut bibir gadis itu menggunakan jempol tangannya. Yang membuat Alkena terkesiap karena sentuhan Alan tiba-tiba. Ada gelenyar aneh yang langsung menghinggapinya. Lagi dan LAGI, Alkena di buat terkesiap kembali oleh Alan. Karena setelah mengusap bekas es krim di bibir Alkena, Alan langsung menjilat jempolnya sendiri untuk merasakan es krim yang menempel di jempolnya. Memakan bekas Alkena walaupun hanya sedikit.
"Kak---" suara Alkena tersekat karena perlakuan Alan yang membuat Alkena semakin malu.
"Apa?" Nada Alan itu terdengar menggoda.
"Itu jorok, bekas gue kak" gumam Alkena lirih tapi Allan masih bisa mendengarnya.
"Apa yang jorok? Enggak kok. Gue malah suka, apalagi kalo langsung lewat bibir" goda Alan yang membuat Alkena berubah menatap tajam cowok itu sembari melemparkan gulungan tisu ke wajah Alan. Tetapi, cowok itu berhasil menghindarinya.
"Ogyahhhh!!!" Pekik Alkena histeris seraya bergidik ngeri lalu mengetuk-ngetukkan gumpalan tangannya ke meja dan ke kepalanya.
Alan tertawa samar lalu mengelus puncak kepala Alkena LAGI dengan sayang "tenang, gue nggak bakal ngelakuin hal yang nggak lo suka, apalagi yang hina gitu. Gue masih hargai lo sebagai wanita." ucap Alan lembut tapi ada nada ketegasan dalam nada tersebut.
"Walaupun fuckboy gini, gue nggak bejat buat ngerendahin wanita," imbuh Alan.
Alkena hanya bisa tertegun sebentar sebelum Alan melanjutkan perkataannya.
"Menghargai wanita adalah kewajiban terbesar untuk kaum Adam. Dan cinta nggak menuntut untuk berciuman, kan?" Lanjut Alan. Sedangkan Alkena, gadis itu hanya berdiam tanpa berkata.
"Wanita itu punya sifat sensitif. Jika hatinya di gores sedikit, maka luka itu akan semakin melebar sendiri" ucap Alan tulus dan lembut.
Lalu, mata Alan berubah menatap jahil Alkena "tapi kalo di izinin buat cium bibir lo, gue orang nomor satu yang bakal cium bibir lo dan nggak ada yang lain yang bisa milikin lo, cuma gue" ucap Alan mantap seraya menahan tawa karena perkataannya sendiri.
Mata Alkena melotot tajam lalu tangannya terangkat untuk memukul lengan Alan. Tentu saja pukulan Alkena tidak ber-efek apa-apa bagi Alan.
"Kenapa sih selalu rusak momen romantis gitu?!!! Padahal gue mau coba buka hati buat lo. Karena banyak yang bilang, kalo lo itu dulu pacar gue!" Geram Alkena kesal dengan Alan.
Alan tertegun sebentar, matanya berbinar seketika "lo serius??" Pekiknya "lo mau kasih gue kesempatan lagi?" Lanjut Alan heboh sendiri.
Alkena menggeleng seraya berkata "tadi sih iya, tapi sekarang enggak!! Karena lo udah rusak momen romantis kita" dan setelah mengatakan kalimat itu, Alkena langsung bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan Alan yang masih duduk mematung di tempatnya.
Hahahahaha....kasiannya engkau wahai anak muda....
Alan mengusap wajahnya lalu tersenyum kecut "owalah Yo,Yo. Jadi gue kok ngenes gini"
Makk, anakmu pengen pacaran.....jerit Alan dalam hati.
To be continued......
![](https://img.wattpad.com/cover/159516397-288-k80894.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
COUPLE GOALS (REVISI)
Novela Juvenil"Jangan nangis di depan gue, gue malah nggak suka. Jangan diulang lagi ya." Nadanya melembut juga pandangannya yang melembut menatap Alkena yang menunduk dengan mati-matian menahan air mata yang hampir lolos itu. Tapi, gadis itu tampak bisa bernapas...