Setelah tau Chaeyoung hamil, Eunwoo langsung menyiapkan diri supaya bisa jadi suami siaga. Waktu yang ia punya lebih banyak dihabiskan untuk Chaeyoung—diluar jam kerja, meski beberapa proyek kini dipercayakan pada Jinjin.
Bicara soal hamil, selalu identik dengan ngidam, bukan? Dari mulai yang biasa saja, sampai extreme.
Chaeyoung sendiri tipe yang—
"Buruan dipake!"
"T-tapi ..."
"Tapi apa?"
"Masa aku pake bra, sih?" Eunwoo memelas.
"Gak mau? Mau anaknya ileran?"
"Iya, aku pake."
Tidak menuruti kemauan ibu hamil yang ganasnya seperti Chaeyoung itu bukan hal benar, Cha Eunwoo.
00.45 PM
"Kak Eunwoo, bangun..." Chaeyoung mengguncang badan Eunwoo secara brutal, sampai Eunwoo jadi sedikit mual karena pusing.
"Kenapa?"
"Mau makan bubur ayam.."
"Yaudah aku bikinin dulu."
Chaeyoung menggigit bibirnya, "Pengen beli."
Eunwoo segera melihat jam di ponselnya. Pukul setengah satu malam? Yang benar saja! Tapi setelah Chaeyoung menatapnya dengan sendu, mau tak mau ia harus pergi, kan?
"Kak ... Nama penjualnya harus Ong, ya? Pokoknya nanti harus fotoin KTP penjual sebagai bukti! Awas kalo bohong!"
Eunwoo hanya bisa pasrah mendengar permintaan absurd Chaeyoung. Habis mau bagaimana lagi? Eunwoo takut nanti anaknya ileran. Meski sebenarnya laki-laki itu merasa sangsi karena semua bayi selalu ileran.
Setelah dua jam berputar mengelili kota untuk mencari penjual bubur bernama Ong, akhirnya sekarang Eunwoo bisa pulang dengan tenang.
Sudah susah mencari, sekalinya dapat, sang penjual tak seramah yang ia kira. Laki-laki bernama Ong itu terus menatap curiga saat Eunwoo meminta foto nama di KTP sebagai bukti untuk Chaeyoung yang tengah ngidam.
Tapi, sebodoh apa orang itu sampai tidak merasa curiga saat dimintai foto KTP?
"Hmm..." Ong Seungwoo alias penjual bubur ganteng itu makin menyipitkan matanya nyaris memejam.
"Sekalian sama Mas nya juga, deh, biar istri saya percaya."
"Hmm ... Sekalian sama saya, ya?" Seungwoo bertambah curiga.
Eunwoo senyum canggung, ini memang mencurigakan sekali, sih.
"Mas?"
"Heh! Sebenernya lo mau jahatin gue, kan? Ngaku lo! Lo mau malsuin identitas gue, kan? Mau ngerampok atas nama gue, kan? Mau pinjem uang pake KTP gue, kan? Plis, deh. Gue tau gue ganteng, tapi gak sampe segininya juga kali." Seungwoo mengibaskan tangannya, mengusir Eunwoo.
"Nanti saya bayar buburnya sepuluh kali lipat."
"Lima puluh kali lipat?"
"Deal."
"Tapi guenya harus ganteng. Kalo gak ganteng, ulangi sampe keliatan ganteng!"
Eunwoo mengalah saja sudah.
Saat Eunwoo pulang ke rumah, tepatnya pukul tiga pagi, Chaeyoung sudah kembali bergelung dengan mimpi indahnya.
Merasa tidak tega jika harus membangunkan, akhirnya Eunwoo memutuskan untuk menyimpan bubur itu di kulkas dan berniat menghangatkannya pagi nanti.
●●●
"Sayang, ini buburnya dimakan dulu, udah aku angetin." kata Eunwoo meletakkan semangkuk bubur ke hadapan Chaeyoung.
"Makasih, Kak. Maaf aku ngerepotin terus." ucap Chaeyoung dengan senyuman manisnya.
"Gak ngerepotin, udah tugas aku. Susunya jangan lupa diminum, mumpung masih anget."
"Gak mau, enek."
"Paksain, ya? Buat anak kita juga." Eunwoo mengusap lembut rambut istrinya, lalu nunduk untuk mencium perut Chaeyoung yang masih datar.
Chaeyoung tersenyum malu dengan pipinya yang kini merah padam. Meskipun sudah lumayan lama menikah, tetap saja rasanya mendebarkan.
"Aku berangkat kerja dulu, ya? Kamu istirahat aja jangan kemana-mana."
Chaeyoung berdiri untuk membantu merapikan dasi yang dipakai Eunwoo. Jika biasanya cepat, kali ini Chaeyoung sengaja berlama-lama. Kalau sudah gini, pasti ada maunya.
"Sekarang apa?"
"Mau cium—"
Eunwoo cengengesan, merasa senang dengan permintaan Chaeyoung kali ini. Tanpa diminta dua kali, Eunwoo lalu mencium kening istrinya. Turun ke pipi, dan terakhir, kecupan manis di bibir Chaeyoung.
"Bukan itu!"
"Apa mau di bagian lain? Kalo gitu ayo ke kamar. Nanti aku bilang sama Bang Jinjin masuknya telat."
"Dengerin dulu! Aku pengen cium Hyunjin!"
Hah?
"Sekarang telpon Hyunjin, ya? Ya? Ya?"
"Sayang... Hyunjin 'kan cowok, terus—"
"Terus kenapa? Cuma cium pipi doang. Sekalian suruh dia elus perut aku biar anak kita nanti gantengnya kayak Hyunjin."
Memangnya bisa? Bukankah aneh jika saat lahir nanti anak Chaeyoung dan Eunwoo mirip dengan Hyunjin?
Melihat Eunwoo diam saja, Chaeyoung segera memasang muka melas andalannya. Biasanya Eunwoo akan langsung menuruti jika mata indah Chaeyoung sudah berkaca-kaca.
"Yaudah, iya. Aku telpon Hyunjin sekarang. Tapi janji cuma cium pipi sama ngelus perut doang, ya?"
"Janji."
Eunwoo mendesah pasrah lalu segera menghubungi Hyunjin. Meminta bocah laki-laki itu agar segera datang.
Dua puluh menit kemudian Hyunjin datang dengan Chan. Sengaja Eunwoo memanggil Chan juga, supaya nanti ada yang menahan Eunwoo kalau misalnya laki-laki itu tiba-tiba khilaf lalu menendang Hyunjin keluar rumah.
"Pagi, Pak." sapa Hyunjin sesopan mungkin.
"Hm." balas Eunwoo seadanya.
"Kamu jangan galak sama Hyunjin!" omel Chaeyoung.
Eunwoo berdecak pelan, "Selamat pagi, Hyunjin."
"Hyunjin, sini."
Hyunjin mendekat ke arah Chaeyoung lalu menunduk, mendekatkan pipi agar Chaeyoung bisa lebih gampang menciumnya. Setelah itu, ia mengusap perut Chaeyoung sambil mengajak ngobrol dedek bayi yang baru terbentuk itu.
Eunwoo hanya bisa gigit jari sambil menangis dalam hati melihat adegan romantis di depannya. Chan, sih, hanya bisa mengusap pundak Eunwoo guna menenangkan.
Dalam hati Chan berdoa, semoga istrinya nanti tidak ngidam seperti Chaeyoung sekarang ini.
"Woo, gue rasa istri lo bakal punya bayi kembar, deh." celetuk Chan tiba-tiba.
"Cewek cowok. Yang cewek bakal manja banget sama lo, sedangkan yang cowok bakal terus nyari masalah sama lo."
"Lo—"
"Nebak doang." Chan tergelak, sungguh, ekspresi Eunwoo saat syok terlihat sangat lucu.
Sekali lagi, yang sabar, ya, Cha Eunwoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEHEIMNIS; [Son Chaeyoung X Cha Eunwoo] √
FanfictionSejauh apapun kamu pergi, jika Tuhan mengizinkan kita untuk bersama, maka aku percaya kamu akan kembali. ©meyuuli, 2018