Namaku Fauzan Al-Ma'ruf putra kedua pasangan suami istri Fuad Al-Ma'ruf dan Maryam Utami Al-Ma'ruf. Keluarga besarku terkenal sebagai pengusaha sukses baik di dalam maupun luar negeri berkat usaha keras dan pantang menyerah kakek buyut Furqon Al-Ma'ruf yang sekarang dikelola oleh Papa dan Pamanku Firdauz Al-Ma'ruf dalam mengembangkan perusahaan konstruksi dan arsitektur yang bernilai tinggi. Namun Aku tak tertarik meneruskan usaha yang telah dibangun dan dikembangkan keluargaku akibat trauma masa remaja yang masih menghantui padahal Aku memiliki bakat dalam desain arsitektur. Begitu juga dengan Mas fariz si sulung yang kini menjadi abdi negara. Kemungkinan besar usaha akan dilanjutkan adik bungsuku Fauzi yang saat ini duduk di bangku kelas XII SMA.
Kehidupan mewah dan bergelimang harta yang sudah Aku jalani sejak lahir kedunia ditambah wajah rupawan dan otak cemerlang bonus dari sang pencipta telah melekat di diriku. Namun semuanya tak memiliki arti karena kurangnya kasih sayang dari orang tuaku. Orang tuaku terlalu sibuk dengan usahanya Papa lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor bahkan Dia sering pergi keluar kota sedangkan Mamaku memiliki butik yang dikelolanya sejak sebelum menikah. Mereka selalu memenuhi kebutuhan materi dan memberikan fasilitas terbaik dari pendidikan, kendaraan, bahkan barang-barang mewah lainnya. Namun mereka seolah melupakan pentingnya peranan orang tua dalam tumbuh kembang anaknya
Karier pendidikanku terbilang cukup baik meskipun Aku tak menempuh pendidikan di kota besar seperti mas Fariz yang lulusan luar negeri ataupun adikku Fauzi yang pernah sekolah di SMA terbaik di Indonesia sebelum dipindahkan di SMA yayasan keluarga karena kenakalan yang dilakukannya untuk mencari perhatian kedua orangtuaku. Saat SMP dan SMA Aku mengikuti kelas akselerasi sehingga di usia 16 tahun Aku telah menempuh pendidikan S1 dan di usia 21 tahun Aku lulus S2 pendidikan Matematika dengan IPK 4.0 alias sempurna. Selama menjadi mahasiswa Aku aktif dalam berbagai organisasi seperti BEM, LDK, dan barbagai forum edukasi serta menjadi Asisten dosen pemimbing akademikku yang kemudian beliau merekomendasikan menjadi dosen setelah lulus majister.
Selesai solat magrib di masjid kampus tempatku mengajar Aku segera mengendarai mobil ke rumah sakit pemerintah Kota. Aku mendapatkan amanah menjembut Mbak Misha di rumah sakit tempatnya bekerja karena suaminya mas Fariz sedang dinas luar kota . Kebetulan tempatku bekerja tak jauh dari rumah sakit pemerintah.
"Mbak, aku udah di depan nih" sapaku memalui telepon setelah salamku dijawabnya
"Ok tunggu bentar" jawabnya setelah itu mengakhiri panggilan. Sambil menunggu Aku menyalakan audio player yang berisi murotal surah Al-Quran. Surah Ar-Rahman yang selalu menyejukan hati menjadi surah favoritku.
"Asaalmaualikum Zan maaf lama. Mbak boleh minta tolong ndak?" sapa Mbak Misha setelah masuk ke dalam mobil
"Waalaikim salam mbak. Iya apa?"
"Anterin mbak ke kost an As-Syifa di jalan merdeka deket SMAnya Uzi, ada pasien mbak nih katanya udah pingsan dari magrib tadi"
"Kenapa ndak langsung di bawa ke Rumah sakit?"
"Dia ada pobia sama rumah sakit Zan" jawaban mbak Misha membuatku mengangkat alis tinggi pasien yang aneh. Tak ingin membuat pasien menunggu Aku segera menyalakan mobil dan menuju ke alamat yang disebutkan Mbak Misha.
Tempat kost putri yang Kami tuju membuat peraturan laki-laki dilarang masuk hanya boleh menunggu di pos keamanan saja hal ini dimaksudkan untuk menjaga privasi penghuni kost yang seluruhnya perempuan. Cukup lama waktu Aku habiskan untuk menunggu mbak Misha mengecek pasiennya. Aku yang menunggunya sudah pusing karena teror telpon dari Mama yang menanyai keberadaan Mbak Misha karena Fania udah rewel kangen Ibunya. Sabarnya princes Umi bentar lagi pulang
******
Jadwal mengajarku hari ini kosong hanya ada bimbingan mahasiswa skripsi ba'da dzuhur nanti. Memanfaatkan waktu libur aku mengunjungi keluarga angkatku di Desa Tegal Sari karna sudah lama aku tak kesana. Habis subuh Aku berangkat dari rumah mengunakan mobil karena butuh waktu 2 jam menuju ke desa yang terletak di lereng pegunungan tersebut.
Hamparan sawah dan pohon jati dipinggir jalan menjadi pemandangan indah yang menemaniku burung pipit terbang bebas mengepakkan sayapnya diudara dan para petani dengan sabar menanam benih padi di sawah yang telah di bajak.Saat memasuki TPU desa menjadi tempat pertama yang Aku datangi. Selah parkir mobil di bahu jalan aku segera keluar dengan membawa kresek berisi bunga tabur dan kupakai kacamata hitam. Rasa sesak di dada menjalar hebat tatkala Aku membaca nama yang terukir di batu nisan
Abdul Hamid bin Ahmad Al Hamid
"Assalamualikum ayah maaf udah lama ndak datang nengok Ayah disini. Maaf juga Aku udah ndak menepati janjiku untuk meneruskan usaha papa. Jujur Aku masih takut setelah kejadian itu. Setiap malam kejadian itu masih terus terputar dalam mimpiku. Ayah maafkan Aku." Air mataku luruh
"Ayah sampai saat ini aku belum mampu menunjukan diri di depan putrimu, rasa bersalah dan takut dia akan membenciku alasannya. Tapi Aku selalu sempatkan waktu bertemu dengan Ibu dan menjaganya dari jauh."
Air mataku tak berhenti mengalir bukan karena Aku cengeng tetapi beban ini terlalu berat. Aku menarik napas dalam dalam dan ku hempuskan perlahan untuk mengurai rasa sesak ini. Saat emosiku reda segera Aku lantunkan surah yasin untuk Ayah.
"Sodaqallahulazim. Ayah semoga ayah bahagia disana Aku akan kerumah menenui ibu. Aku pamit ayah Assalamualikum."
Aku berdiri dan berjalan keluar pemakaman. Saat akan membuka pintu mobil Hp ku berdering tertera nama Mbak Misha di layar.
"Assalamualikum mbak ada apa?"
"Waalaikumsalam Zan Kamu dimana? Bisa ke rumah sakit sekarang ada yang butuh donor darah sama sepertimu. Kondisinya udah kritis Zan mbak minta tolong Kamu bersedia mendonorkan darahmu untuknya."
"Sekarang Aku lagi di desa mbak butuh waktu agak lama sampai. Tapi aku usahakan untuk datang secepatnya."
"Oke Zan makasihnya bantuannya. Mbak kerja dulu assalamualikum"
"Waalaikumsalam"
Rencana ke rumah Ibu kembali tertunda. Aku segera mengemudikan mobil menuju ke kota kembali secepat yang Aku bisa.
Aku terpaksa menikmati makan siang di kantin rumah sakit karena badanku sudah lemas. Salahku sendiri yang tadi belum sempat sarapan langsung melakukan transfusi darah untung saja Aku tak pingsan. Aku mengamati lorong rumah sakit yang penuh hilir mudik petugas medis, pasien, dan keluarga pasien yang menjenguk hingga mataku menangkap sosok dua remaja memakai seragam sekolah yang mengarah ke kantin. Saat sosok itu sudah dekat dengan jelas aku melihat Adikku fauzi bersama perempuan yang memakai seragam sama sepertinya. Ngapain Dia di rumah sakit inikan masih jam sekolah.
-------------
Makasih udah mau mampir diceritaku yang masih berantakab ini ^-^ penulis amatir heheheh :)vote and comment nya di tunggu terutama kritik dan saran dari temen2 semunya
Salam hangat makmoelz
![](https://img.wattpad.com/cover/161063460-288-k475347.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DOSENKU SUAMIKU
General FictionSejak ayahnya meninggal ketika Ia masih berumur 8 tahun Allisa tumbuh menjadi gadis yang mandiri, cerdas, tangguh, dan bertanggung jawab. Demi mewujudkan cita-citanya Allisa menerima tawaran beasiswa pendidikan di Kota sehingga ia harus rela...