Part 14

8K 405 17
                                        

Author pov

Duka masih menyelimuti kediaman Allisa di kampung pasca 3 hari meningalnya Siti Aminah. Kehilangan orang yang sangat dicintai meninggalkan duka mendalam di hati Gadis belia itu yang kini menyandang status yatim piatu. Kerabat dan teman sekolah datang silih berganti menyampaikan belasungkawa dan mencoba menghiburnya baik secara langsung maupun melalui media sosial begitu juga Fauzi yang berada di Jerman. Kelurga besar juga mempersiapkan tahlilan dan membantu menyelesaikan urusan almarhumah seperti hutang piutang dan harta waris yang ditinggalkan kedua orang tuanya.

Tak banyak harta benda peninggalan orang tuanya, hanya sebuah rumah sederhana dan sebidang sawah yang digarap tetangganya dengan sistem bagi hasil. Walau tak banyak harta yang dimiliki, Allisa bersyukur karena tak ada warisan hutang yang ditinggalkan orangtuanya.

Tradisi gotong royong dan rasa kekeluargaan juga masih terjaga dengan baik terutama bagi yang tertimpa musibah, para tetangga dengan sukarela datang membantu  memasang tenda, mengangkut  meja kursi, dan para Ibu-Ibu membawa beras, sayur mayur, dan buah hasil kebunnya untuk dimasak bersama-sama kemudian dihidangkan ke warga yang datang.

Suasana rumah yang ramai membuat hati Allisa sedikit terhibur dengan riuh canda tawa Ibu-Ibu yang sedang memasak di dapur. Mereka sengaja membuat ramai suasana agar gadis belia itu tak terlalu larut dalam kesedihan.

"Nduk ada tamu di depan, sepertinya dari kota ndang temui." ujar Budhe Asih

"Bentar Budhe, Lisa lagi goreng pisang"

"Wis tinggalkan saja nanti Bulek Minah yang melanjutkan, kasihan tamunya nanti kelamaan nunggu." titahnya yang langsung dituruti Allisa.

Allisa meletakkan spatula yang digenggamnya dan menuju kamar mandi untuk membasuh tangan. Di ruang tamu Pakdhe Sumadi mengobrol dengan tamu yang dibicarakan Budhe Asih.

"Nduk sini duduk, ada yang mau di sampaikan Nak Aditya sama Kamu." Allisa mengambil tempat duduk di samping Pakdhe Sumadi, Fauzan dan Aditya yang duduk di seberang meja tersenyum ketika melihat Allisa.

"Apa kabar Lisa? Maaf Saya baru datang"

"Alhamdulillah baik dokter, terima kasih udah berkunjung ke sini."

"Panggil Abang aja Sa ini udah di luar rumah sakit" pinta Aditya

"Ndak usah modus Bang"

"Usaha Al, mungkin aja Allisa mau jadi istri Abang"

"Udah ganti status Bang jadi pedofil ya, ingat Bang Icha masih di bawah umur."

"Nauzubillahmindzalik, itu mulut kok lemes banget Al."

Allisa tersenyum mendengar dagelan Fauzan sedangkan Pakdhe Sumadi berusaha menahan tawa dengan mengalihkan pembicaraan yang absurd itu.

"Langsung intinya aja Nak,"

"baiklah, Abang mewakili seluruh rekan kerja di rumah sakit turut berduka cita,  semoga beliau diterima segala amal ibadahnya dan diampuni segala dosanya. Abang harap Allisa udah mengikhlaskannya, jangan  tangisi kepergian Ibumu  ini semua udah suratan Ilahi."

"Ingatlah. Allisa ndak sendiri masih ada Kami keluargamu. Walau Ibu udah ndak ada yakinkan Dia selalu ada dihatimu dan sebutlah nama beliau dalam setiap doamu Dik"

"Sebelum tutup usia, Ibu Siti menitipkan sesuatu ke Abang. Apa Lisa ingin mendengarkannya?"

Air mata yang coba ditahan Allisa agar tak keluar akhirnya tak lagi mampu terbendung, liquid bening membasahi pipinya. Menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan, Allisa menguatkan hati mendengar wasiat terakhir Ibunya.

DOSENKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang