"Sampai saat ini Mas belum bisa memaafkan diri Mas sendiri atas apa yang terjadi sama Ayah. Mas memilih menjauh dari Kamu, agar ndak menyakiti orang yang Mas sayangi lagi."
Aku sangat terpukul kehilangan Ayah. Aku mengurung diri di kamar, Ibu yang tampak tegar pun menumpahkan kesedihannya karena segala bujuk rayu untuk membuatku kembali ceria gagal. Seminggu kemudian akhirnya Aku bisa mengikhlaskan kepergian Ayah berkat nasihat Kakek dan seluruh keluarga yang menyayangiku. Namun bukan hanya ayah yang hilang, Mas Fauzan juga tak pernah muncul sejak pemakaman Ayah padahal setiap hari Aku menunggunya datang. Aku merindukannya, Dia mengajariku banyak hal dan membuatku tak pernah merasa kesepian. Bagiku Dia sudah seperti saudara kandung yang selau menjaga dan mencurahkan kasih sayangnya padaku.
Setelah sembilan tahun berlalu, Dia yang selalu Aku rindukan berdiri di hadapanku membawa kisah dari masa lalu. sanggupkah Aku memaafkannya?
"Maaf? Harusnya kata itu Mas Fauzan ucapkan 9 tahun lalu. Saat ini Aku ndak butuh kata itu." Aku kecewa
"Mas tahu ini memang sangat terlambat Cha. Makasih udah mau dengerin cerita Mas." Ku lirik Mas Fauza menghampiri branker Ibu
"Bu Fauzan pamit, masih ada kelas habis magrib. Besok Fauzan kesini lagi." lirihnya dan tak lupa mencium punggung tangan Ibu
"Sa, Mbak pulang dulu ya, jangan lupa makan dan istirahat yang cukup okay"
"Siap Mbak " jawabku sambil memeluk Mbak Misha
"Cha titip Ibu, Mas pulang dulu. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
****
Penjelasan Mas Fauzan membuatku termenung mencari jawaban atas pilihanku yang tidak bisa memaafkannya. Padahal selama ini Aku selalu menunggunya dan ketika orangnya ada di depan mata, Aku malah menghindarinya. Fikiranku kacau, taman rumah sakit menjadi pilihanku untuk menenangkan diri. Aku duduk di bangku taman sambil memandangi langit malam yang dihiasi bintang.
"Lisa, bangun sayang" seseorang menepuk pundakku lembut. Mataku mengerjap
"Ayah, Lisa kangen" Aku langsung memeluk Ayah yang duduk di sebelahku"
"Ayah juga kangen" Ayah mengeratkan pelukannya. "Loh kok anak Ayah cengeng banget sih, ada apa sayang?" Ayah menangkup pipiku dan menghapus lelehan air mataku.
"Ibu sakit Yah"
"Ayah tahu, bentar lagi juga Ibu bangun. Kamu jangan sedih lagi oke!"
"Iya Ayahku sayang" aku kembali memeluk tubuh Ayah
"Sayang maafin Mas Fauzan yah, Dia ndak salah. Apa yang sudah terjadi itu udah takdir Allah. Kamu harus ikhlas sayang."
"Tapi Yah...."
"Hussstt anak Ayah ndak boleh menyimpan dendam, jangan jadikan setan pemegang kendali pikiran dan hati Kamu. Bukankah Mas Fauzan udah cerita semuanya?"Aku menganggukan kepala
"Nak memaafkan itu emang sulit, tapi coba Kamu bayangkan jadi Mas Fauzan ,sanggup ndak menjalani hidup dengan penuh rasa bersalah dan penyesalan?
Astaghfirullah ampuni hamba ya Rob
"Fauzan udah cukup menderita selama ini. Dalam sujud dan doa'anya Ia selalu memohon ampun atas dosa dan kesalahan di masa lalu. Ayah rela dan ikhlas mengorbankan diri demi menyelamatkannya. Lebih baik Ayah yang merasakan sakit itu. Apa pun Akan Ayah lakukan untuk melindungi anak Ayah. Kamu dan Fauzan adalah hidup Ayah"
"Yah makasih, Aku janji akan belajar ikhlas menerima semua ujian dari Allah. Semua yang udah terjadi buat pelajaran agar terus mendekatkan diri pada-Nya"
"Iya sayang. Ingatlah walaupun raga Ayah udah ndak ada, namun Ayah masih hidup di sini" tangan Ayah menyentuh dadaku " di hati Allisa, Ayah sayang Kamu Nak"
"Allisa juga sayang Ayah" ungkapku dalam dekapan hangat Ayah.
*******
"Icha, bangun Cha"seseorang nemepuk pelan pipiku dan memanggilku. Perlahan Aku membuka Mata, wajah Mas fauzan di hadapanku
"Mas..."
"Alhamdulillah " ucap Mas Fauzan dan Mita
"Loh,kok Aku ada di ruang rawat Ibu?" Seingatku Aku tadi berada di taman
"Nanti Mas jelaskan. Segeralah wudhu terus sholat" perintahnya yang langsung Aku lakukan.
Mas Fauzan terus melantunkan do'a-do'a untuk kesembuhan Ibu sedangkan Mita sedang fokus mengerjakan latihan soal SBMPTN di sofa. Aku melipat mukenah dan sejadah dan meletakkan di nakas.
"Ta, aku masih bingung nih, kok bisa Aku tiba-tiba ada di ruang rawat Ibu"
"Aku ndak tahu pasti kejadiannya seperti apa. Kamu ditemukan Mas Al dan beberapa suster udah dalam keadaan pingsan"
"Pingsan?" Mita mengangguk
"Kamu ndak balik sampai jam 10, Aku mau cari Kamu tapi ndak tega ninggalin Ibu sendirian. Akhirnya Aku lapor ke satpam yang jaga minta tolong nyari Kamu. Kalau Kamu mau lebih jelasnya tanyain langsung aja ke Mas Al" ungkap Mita
"Cha " Mas Fauzan sudah duduk di depanku "Mas tahu Kamu lagi sedih dan fikiranmu sedang kalut. Kalau Kamu lagi galau mendingan cari Masjid terus sholat atau baca Al-Quran untuk menenangkan hati. Mas ndak melarang Kamu yang suka alam terbuka untuk menenangkan diri tapi coba alihkan ke hal-hal yang bermanfaat." Nasihatnya
"Alhamdulillah Kamu tadi ditemukan satpam, kalau ndak mungkin sekarang kamu udah masuk dalam pengaruh jin"
"Maksudnya Aku tadi kesurupan?"
"Ngawur aja Kamu tuh. Kamu ketiduran sambil nangis di taman belakang rumah sakit. Beberapa orang yang lewat mengira Kamu 'penghuni' yang menunggu taman."
"Astaghfirullah" Aku ndak sadar kalau ketiduran di taman dan beemimpi ketemu Ayah. "Mas, maafin sikap Icha sore tadi, ndak seharusnya Icha mengeraskan hati dan membuat Mas kecewa. Icha senang karena Masnya Icha udah kembali dan semoga ndak pergi lagi." Senyum bahagia menghiasi bibirku dan ku lirik Mas Fauzan pun tersenyum dengan mata yang sudah berair.
"Alhamdulillah ya Allah. Makasih Icha-ku. Insha Allah ndak pergi lagi karena Mas akan menjalankan amanah Ayah untuk menjaga Kamu dan Ibu."
Aku mendekati Ibu yang masih betah dengan tidur panjangnya. menurut keterangan dokter Satria kondisi Ibu sudah stabil tinggal menunggu waktu saja untuk tersadar. Ku usap lembut wajah Ibu yang sudah tampak keriput di beberapa bagian.
"Bu, Mas-ku udah kembali, apa Ibu ndak ingin bertemu dengannya? Sekarang Dia tampak lebih tinggi dan gagah Bu. Bangunlah Allisa sayang Ibu" ku Kecup dahi dan kedua pipi Ibu.
Aku meraskan genggaman tanganku di tangan Ibu menguat dan ada gerakan kecil di tangan Ibu. Pandanganku turun ke tangan dan ku saksikan jari tangan Ibu bergerak
"Bu.. Ibu.."panggilku lirih " Mas Mita, lihat Ibu udah sadar" Aku memanggik Mas Fauzan dan Mita untuk mendekat
"Allahu Akbar subhanallah"
"Alhamdulillah Aku panggil dokter" seru Mita
~~~~~~~

KAMU SEDANG MEMBACA
DOSENKU SUAMIKU
General FictionSejak ayahnya meninggal ketika Ia masih berumur 8 tahun Allisa tumbuh menjadi gadis yang mandiri, cerdas, tangguh, dan bertanggung jawab. Demi mewujudkan cita-citanya Allisa menerima tawaran beasiswa pendidikan di Kota sehingga ia harus rela...