Freedom

388 9 0
                                    

Dia melangkah dengan pasti. Mengabaikan kemeja kotak-kotaknya yang berkibar terkena angin saat melalui parkiran menuju koridor kampus. Begitu juga dengan lirikan tak berarti cewek-cewek pemakai tas jinjing dan baju girly. Toh dia menggunakan pakaian normal, tanktop abu yang dilapisi kemeja, meskipun tidak dikancingkan, serta celana jeans slimfit warna hitam. Dia juga memakai sneakers, bukan sandal rumahan. Tentu dia tidak harus berdandan seperti mereka bukan? Dengan lipstik berwarna-warni seperti itu? Dia sangat benci lipstik. Ewww.

Gea segera menuju kelasnya, dia hampir terlambat. Baru saja ponselnya menerima pesan dari Stev kalau gadis itu sudah menunggunya di kelas. Menyadari mengapa dia merasa lehernya gerah, ternyata dari tadi rambutnya tidak sempat dia ikat. Segera dirogohnya saku celana belakang dan mengikat rambutnya asal. Masa bodoh dengan beberapa helai rambut yang lolos dan terlihat acak-acakan. Dia hanya ingin rambutnya tidak merepotkan.

Sampai di kelas kursi sudah hampir penuh, matanya mengedar dan menemukan Stevy melambai sambil tersenyum manis ke arahnya. Dengan sedikit santai Gea berjalan ke arah bangku kosong di samping Stevy.

"Udah lama?" Gea meletakkan tasnya di atas meja dan segera duduk.

"Eumm.... baru limabelas menit sih. Tapi lama kalo nggak ada kamu. Ehehe..." Stevy menopang dagunya sambil menoleh ke arah Gea.

"Pinter banget ngegombalnya." Gea tersenyum kecil menanggapi perkataan Stevy.

"Ngapain juga gombalin kamu. Mending gombalin Niel." Stevy memasang senyum jahilnya, dia tahu temannya itu sangat tidak suka saat dia menyebut-nyebut Niel didepannya.

"Diem. Dosen udah dateng." Gea segera meletakkan tasnya di samping kursi dan mengeluarkan buku dan pulpen.

*********

Sepanjang kuliah Gea terganggu dengan getar ponsel di sakunya. Setelah dosen keluar dari kelas, dia segera melihat siapa yang menghubunginya tak tau waktu. Tidak sabaran sekali. Tidak ada nama di nomornya.

Ge, nanti gue mau ngomong bentar.

Gea mengeryitkan alisnya. Siapa sih, nggak penting banget mau sok-sokan ngomong sama dia. Karena sedikit penasaran, Gea membalas pesan itu.

Sorry. Tapi ini siapa.

Sedari tadi Gea tidak sadar sudah dipandangi Stevy. Dia terlalu serius melihat ponselnya sampai tidak segera keluar dari kelas seperti biasanya.

"Ge, bales chat dari siapa sih? Serius banget." Stevy yang sudah kesal dicuekin akhirnya bertanya.

"Hm? Nggak tau."

"Kok kalo nggak tau dibales?" Stevy memiringkan kepalanya, bingung dengan temannya satu itu.

"Nggak usah miring-miringin kepala sok imut." Gea akhirnya berdiri dan berjalan keluar kelas sambil menyampirkan tas punggung ke sebelah bahunya.

"Hish. Kenapa sih Gea. Tumben galak sama aku." Stevy mengerucutkan bibirnya dan mengejar Gea yang sudah berjalan cepat.

******

Gea sedang fokus memperhatikan Stev yang sedang melahap spagethi di depannya. Dia sedari tadi hanya mengaduk-aduk lemon tea yang tinggal separuh di gelas.

Ting. Bunyi notofikasi dari ponselnya membuatnya berhenti memperhatikan Stevy.

Ini Niel. Gue udah pernah pake nomer ini buat telfon lo.

Gea memutar matanya malas. Dia ingin santai sebentar. Malas bertemu Niel atau Dean. Mereka sumber masalah, membuat kepalanya pusing saja.

Oh, nggak gue simpen. Gue juga ogah ngomong sama lo.

Separuh Matahari SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang