Pulang

82 2 2
                                    

Gea melihat sekitarnya. Tempat asing. Sebuah kamar yang cukup nyaman, buktinya dia bisa tidur dengan nyenyak. Dia menyibakkan selimut yang menutupi kakinya dan turun dari tempat tidur. Dia masih ingat betul orang terakhir yang bersamanya adalah Rey, jadi dia berniat mencari orang itu saat ini.

Ternyata Gea sedang berada di rumah minimalis dua lantai dan dia berada di salah satu kamar lantai teratas rumah itu. Saat dia melihat ke bawah, dia mendapati Rey sedang duduk di ruang makan dengan secangkir minuman. Gea memilih menghampirinya.

"Kamu mau teh atau kopi?" Rey menawarkan.

"Nggak. Makasih." Gea menarik salah satu kursi.

"Atau kamu laper?" Rey bersiap memesan makanan melalui aplikasi di ponselnya.

"Aku mau pulang." Gea menjawab dengan tenang.

"Ge, kamu harusnya sama aku." Rey menyingkirkan cangkir dihadapannya menjauh.

"Iya Rey, seharusnya. Tapi itu cuma angan-angan kamu. Lihat kenyataannya, kamu cuma orang asing buat aku sekarang." Sekilas muncul senyum mencemooh dari Gea.

"Kamu pacar aku Ge. Masih punya ku." Rey tetap teguh pada pemikirannya.

"Kamu boleh hidup di masa lalu. Tapi aku yang sekarang udah nggak ada di sana. Aku udah punya orang lain di hidup aku. Jadi jangan nyakitin hati kamu lagi. Udah nggak ada lagi kita. Cuma ada kamu dengan duniamu dan aku dengan duniaku. Dan dunia kita nggak akan lagi bersinggungan Rey." Kalimat panjang Gea hanya dibalas diam oleh Rey.

"Kalau kamu udah ngerti, aku mau pulang." Gea berdiri dari kursinya diikuti Rey.

"Tunggu Ge." Rey menghentikan Gea yang akan meninggalkan ruang makan, dan hanya mendapat balasan berupa tatapan mata.

"Boleh gue peluk buat yang terakhir?" Rey tersenyum.

"Aku tau, kamu akan tetep peluk aku meskipun aku bilang nggak." Perkataan Gea berakhir bersamaan dengan pelukan yang didapatnya dari Rey.

"Maaf Ge. Maaf buat semuanya di masa lalu." Rey memeluk Gea dengan erat.

"Aku terlalu sibuk buat inget-inget kesalahan kamu, jadi nggak usah minta maaf." Gea yakin orang yang memeluknya sedang tersenyum meski dia tak bisa melihatnya.

"Udah. Aku mau pulang." Tangan Gea yang tadi menggantung menepuk punggung Rey pelan, minta dilepas.

"Aku anter." Rey menggenggam tangan Gea dan mengambil kunci mobilnya.

Perjalanan di dalam mobil hanya diisi diam. Paha Gea kembali ditutupi jaketnya. Sebenarnya Gea tak paham, mengapa semua laki-laki di sekelilingnya begitu mempersoalkan pakaiannya? Dia yang menggunakan bahkan baik-baik saja.

Gea tidak menyadari mereka sudah sampai sebelum mendengar suara pintu dibuka. Dia bergegas turun dan menyampirkan asal jaket ke lengannya. Perilakunya itu mendapat decakan kesal dari Rey.

"Meskipun nanti aku sudah tidak di sini lagi, jangan pakai baju begitu di depan mereka." Rey berpesan tidak penting.

"Itu kebebasanku. Sudah, kamu juga harus pulang. Bye Rey." Gea menunggu mobil Rey menghilang dari pandangan dan naik menuju apartemennya.

*
*
*
*
*

Gea melongo, melihat dua makhluk di depannya yang tidur di karpet dan di sofa. Apapun  alasan mereka Gea hanya berniat mengusir keduanya untuk saat ini. Dia berjalan santai kemudian meletakkan jaketnya di sandaran sofa. Melangkah mendekati dua sosok yang terlihat tidak bernyawa didepannya, kemudian menepuk pipi keduanya keras-keras.

Respon menyebalkan didapati Gea. Jika keduanya tak kunjung bangun, maka dia akan menendang keduanya sampai ke depan pintu.

"Apaan sih? Masih ngantuk ini." Gerutuan terdengar dari salah satu sosok di depan Gea.

Separuh Matahari SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang