Gea sedang menopang dagunya malas, rumahnya sangat sepi. Dia malas ke apartemen mengingat kemungkinan bisa bertemu Niel. Dia juga mematikan ponselnya, sedang malas berhubungan dengan dunia luar. Saat ini Gea sedang ingin mengurung diri di kamarnya yang aman. Bebas dari kekacauan dan keributan. Tapi kedamaiannya terganggu dengan suara ketukan di pintu kamarnya.
"Non, ada tamu." Suara salah satu bibi di rumah Gea.
"Aku lagi nggak terima tamu Bi. Suruh pulang aja." Gea berteriak dari dalam kamar alih-alih membuka pintu.
"Tapi tamunya Non bilang mau nginep." Suara bibi di balik pintu terdengar gusar.
"Oke. Aku turun." Gea memutuskan menemui tamu anehnya.
Sepanjang langkahnya menuju ruang tamu, Gea menebak-nebak siapa tamunya. Niel kah atau Dean kah? Merasa percuma menebak-nebak Gea hanya menggedikkan bahunya acuh.
Mata Gea membulat horor saat melihat seseorang yang duduk manis di sofa ruang tamunya. Orang di depannya ini datang dari mana? Kenapa tiba-tiba bisa ada di ruang tamunya? Mencoba menarik dan menghembuskan nafas untuk mengembalikan kewarasannya, Gea kemudian duduk berseberangan dengan tamunya itu.
"Ngapain ke sini?" Sedikit raut tak nyaman mampir ke wajah Gea.
"Buat ketemu kamu." Tamu itu menjawab santai.
"Aku nggak butuh ketemu kamu." Gea memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
"Aku mau nginep di sini." Tamu itu justru menyandarkan punggunggnya santai.
"Nggak. Kalau kamu nggak punya uang aku bisa sewain kamu kamar hotel." Perkataan Gea hanya dibalas kekehan dari tamunya.
"Oke oke. Besok pagi aku ke sini lagi, pastiin kamu nggak kabur kemana-mana. Good night babe." Ucapan selamat malam itu hanya dibalas lirikan tajam dari Gea.
Gea membanting pintu kamarnya keras. Sial sekali. Sumber masalahnya bertambah lagi. Akan ada bencana besar jika Dean atau Niel bertemu dengan orang itu. Entahlah, Gea tidak mau tau. Kalau bisa, dia mau sembunyi saja di rumah dan melarang siapapun menemuinya.
********
"Tuan, ini informasi yang anda minta." Seorang pria paruh baya menyerahkan amplop coklat kepada seorang pemuda yang sedang duduk menyandar pada kepala ranjang.
"Terima kasih. Pulanglah." Perkataan itu hanya dijawab anggukan pelan dari yang mendapat perintah.
Pemuda itu membuka dan membaca apa yang ada di dalam amplop dengan teliti. Ekspresinya berubah dari senyum kecil sampai kernyitan di dahinya.
"Ahh.... ini tidak akan mudah."
"Karena kau menjadi seseorang yang begitu cantik sekarang, begitu banyak yang menginginkanmu." Pemuda itu berbicara pada foto yang ada di tangannya.
"Tapi hatimu itu masih milikku, dan tidak akan pernah berubah." Pemuda itu tersenyum manis, begitu yakin dengan perkataannya.
********
Pagi-pagi sekali Gea sudah ada di perpustakaan kampus meskipun dia tidak memiliki jadwal kuliah hari ini. Dia memilih kursi paling pojok, mengenakan headsheet, merebahkan kepalanya di atas meja, dan melanjutkan tidur. Benar, dia kabur. Melarikan diri dari tamunya yang sudah bilang akan datang lagi pagi ini. Dia bukannya takut, cuma alergi.
Sejak lima menit yang lalu, sudah ada seseorang yang mengambil posisi yang sama dengan Gea di samping gadis itu. Karena Gea membalik posisinya dari menghadap dinding, kini mereka berhadap-hadapan. Orang yang kini memandangi wajah tidur Gea itu hanya tersenyum tipis, mengagumi cantiknya gadis itu ketika kalem seperti sekarang. Sama sekali tidak ada ekspresi galak atau jutek di wajahnya, mirip malaikat. Malaikat berhati iblis, jika sedang bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Matahari Senja
Любовные романыGea, seorang mahasiswi tingkat 3 yang cueknya nggak ketulungan. Anak-anak cowok satu jurusan yang kenal dia lebih sering nyebut dia cewek jutek yang galak. Tapi jangan salah, dia itu termasuk cewek cantik di jurusannya. Yah, cuma sayang dia agak tom...