Rey Sialan

92 3 0
                                    

Niel mengangkat bahu acuh saat melihat Dean menunggu Gea di depan pintu apartemennya. Dia memilih untuk masuk ke apartemennya lebih dulu, sedang malas mencari ribut dengan saingannya itu dikala moodnya sedang baik. Sempat tersenyum kecil melihat raut masam Dean.

Gea masuk ke dalam apartemennya diekori Dean. Dia berniat untuk menghampiri kulkas, ingin membasahi kerongkongannya dengan air dingin. Siapa tahu kepalanya yang panas juga bisa menjadi lebih dingin. Matanya melirik tangan Dean yang melingkar di perutnya saat dia akan membuka pintu kulkas. Tunangannya itu menyandarkan dagu di bahunya. Gea mengurungkan niatnya untuk mendinginkan kepala. Dia harus mengurus bayi besar yang sedang merajuk ini.

Tangannya mengusap tangan Dean yang melingkar di perutnya tanpa bicara. Dia tahu, tunangannya itu sedang kesal karena dia baru pulang dari rumah Niel. Gea menghembuskan nafas kasar, dia tidak bisa membayangkan betapa marah Dean kalau tahu Rey sudah pulang dan menemuinya kemarin.

"De, lepasin dulu." Gea masih mengusap pelan lengan Dean yang melingkari tubuhnya.

"...." Dean memilih untuk diam.

"Oke. Kita duduk dulu, kamu boleh peluk aku tapi kita duduk dulu." Gea sangat hafal tabiat Dean saat sedang merajuk, dia akan sulit dibujuk.

"...." Dean melepaskan pelukannya dan menuju ke sofa, memposisikan dirinya dengan kaki berselonjor dan memberikan ruang diantaranya, mengisyaratkan Gea untuk duduk di sana.

Gea yang mengerti kemauan tunangannya itu hanya menghembuskan nafas pasrah. Dia harus rela berdiam diri dalam pelukan Dean sampai tunangannya itu tidak lagi marah. Sekarang Gea sudah kembali berada di pelukan Dean, laki-laki itu memeluknya sambil duduk dan masih menumpukan dagu di bahunya. Sekitar lima belas menit mereka berdiam dengan posisi itu membuat Gea akhirnya bersuara.

"De, udah ya peluknya? Aku capek." Gea sudah pegal dengan posisinya.

"Aku masih mau peluk kamu." Dean akhirnya bersuara setelah membungkam mulutnya sejak bertemu Gea hari ini.

"Aku nggak kemana-mana. Lepasin dulu ya bentar." Gea menepuk-nepuk pelan tangan Dean.

Dean mengendurkan pelukannya dan Gea memutar badannya menghadap Dean. Dia menatap wajah tunangannya cukup lama. Gea melihat binar kekhawatiran di sana.

"De, aku cuma diculik sama tetangga aku yang gila itu ke rumahnya. Orang tuanya juga tahu kalo aku bukan pacarnya. Jadi kamu nggak usah kuatir. Oke?" Gea berbicara dengan perlahan, berharap Dean mendengarkan semua kata-katanya dengan jelas.

"Aku ngerti. Aku cuma terlalu takut." Dean menghembuskan nafasnya lelah.

Gea menangkup wajah Dean dan menciumnya sekilas.

Cup.

"Aku masih tunangan kamu." Gea tersenyum pada Dean.

"Boleh aku yang cium?" Dean tersenyum usil.

"Udah ah. Kamu ngapain sih cemburu sama kudanil?" Gea akan berdiri sebelum tangannya ditarik dan membuatnya kembali jatuh ke pelukan Dean.

"Bentar lagi. Aku mau yakinin hati aku kalau kamu emang punyaku." Dean menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Gea, berusaha menyimpan aroma Gea sebanyak mungkin di paru-parunya.

Setelah acara cuddle selesai, Gea bergegas mandi. Dia benar-benar ingin mendinginkan pikirannya. Dean berniat mengajaknya makan malam bersama, jadi laki-laki itu masih bersantai di ruang tengah apartemennya.

Gea sedang mengusap rambutnya dengan handuk kecil saat dia mendengar bel pintu apartemennya berbunyi. Dahinya mengernyit memikirkan siapa kemungkinan tamunya kali ini. Dia malas keluar kamar, mengingat  yang digunakannya sekarang adalah baju kesukaannya. Tanktop disertai hotpants hitam dengan lapisan kemeja putih kebesaran yang dikancing dari tengah ke bawah sehingga bagian krahnya melorot melewati sebelah bahunya yang putih. Kecurigaannya makin besar saat dia tidak mendengar suara tamunya. Gea memutuskan keluar dari kamar dan meletakkan handuknya di sandaran kursi.

Separuh Matahari SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang