"Ge, kamu serius?"
"Iya."
"Kenapa baru sekarang?"
"Aku capek."
"Aku bersedia nunggu kamu."
"Tapi aku nggak mau balik ke kamu."
"Terus kamu mau kemana?"
"Aku nggak akan kemana-mana. Aku cuma nggak mau nahan kamu buat aku yang nggak tahu hatinya buat siapa."
"Aku terima keputusan kamu. Tapi buat aku nunggu atau nggak, itu hak aku Ge."
"Maaf."
*
*
*
*Gea menghembuskan nafasnya kasar, dia bahkan merasa semakin berat dengan mengingat percakapannya dengan Dean kemarin. Gea tahu, dia tidak pernah punya pikiran untuk serius dengan Dean, dia hanya menyetujui pertunangan mereka untuk menghindari orang tuanya yang berniat menjodoh-jodohkannya dengan anak rekan bisnis mereka. Gea muak. Tapi dia tahu, dia tidak bisa terus bersembunyi di belakang Dean dan menghalanginya mendapatkan orang yang lebih baik.
Gea sedang mendongakkan wajahnya sambil duduk bersandar di kursi taman kampus yang sedang sepi, cuaca sedang mendung siang itu. Dia meletakkan lengannya untuk menutupi wajah. Merasa sedikit tertekan dengan pikirannya sendiri akhir-akhir ini.
Kerutan muncul di dahi saat dia merasakan seseorang duduk di sampingnya. Tak berselang lama, terdengar orang itu bicara padanya.
"Capek?" Suara itu menginterupsi pikiran Gea yang sedang melayang kemana-mana.
Gea menurunkan lengannya dan menoleh pada orang di sampingnya. Melihat Niel yang duduk di sana, Gea memutuskan untuk kembali ke posisi semula. Enggan menanggapi cowok itu.
"Lo boleh pinjem bahu gue kalo capek." Niel terdengar menghela nafas pelan.
Gea menegakkan punggungnya, menunjukkan atensi sepenuhnya pada Niel di sampingnya. Dia bingung, darimana cowok di sampingnya itu mendapat ilham untuk mengucapkan hal menjijikkan tadi padanya. Pikirnya siapa dia, menawarkan bahunya pada Gea?
"Lo ngigo apa gimana? Nggak lagi tidur kan lo?" Gea mengangkat sudut alisnya.
"Ge. Gue emang nggak deket sama lo. Tapi lo tu keliatan banget kalo punya masalah." Niel memandang Gea dengan serius.
"Nggak usah berlebihan. Lo bukan siapa-siapa gue, jadi nggak usah sok ikut campur urusan gue." Gea mendengus, malas berdebat.
"Lo cewek yang gue suka."
"Dan gue nggak suka sama lo." Gea menyahut cepat omongan Niel.
"Gue tau." Niel menjawab singkat, kembali menghadap ke depan.
"Kalo lo tau, harusnya lo pergi jauh-jauh dari gue. Gue terlalu capek buat nanggepin tingkah lo." Gea berniat untuk kembali mendongakkan wajahnya dan menutup mata sebelum mendengar balasan Niel.
"Tapi hati gue bilang harus lo. Dan gue nggak bisa kendaliin hati gue." Niel menarik ujung bibirnya, tersenyum kecil.
"Gue bukan cewek-cewek di luaran sana yang bakal leleh kalo lo bilangin gitu. Gue nggak peduli omong kosong macam cinta." Gea terkekeh, geli dengan kata cinta yang dia ucapkan sendiri.
"Well. Terserah lo aja. Udah mau ujan, pulang gih kan udah nggak ada kuliah lagi. Gue ke kelas dulu." Niel beranjak setelah dengan lancang mengusak kepala Gea kurang ajar.
"Cih, brengsek emang." Gea dengan kesal beranjak dari kursi taman dan menuju parkiran.
Tring.
Bunyi notifikasi dari ponselnya menghentikan langkah Gea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Matahari Senja
RomanceGea, seorang mahasiswi tingkat 3 yang cueknya nggak ketulungan. Anak-anak cowok satu jurusan yang kenal dia lebih sering nyebut dia cewek jutek yang galak. Tapi jangan salah, dia itu termasuk cewek cantik di jurusannya. Yah, cuma sayang dia agak tom...