Gea menghentikan mobilnya di depan sebuah cafe. Semua kepala menoleh padanya begitu dia turun dari mobil. Gea tidak tuli, dia hanya tidak peduli dengan bisikan-bisikan disekitarnya. Dia merasa penampilannya wajar, dia tidak memakai bikini ke cafe.
Dia segera duduk di kursi yang sudah ditempati orang yang ditelfonnya saat di rumah.
"Ada apa?" Gea memberi isyarat pada pelayan untuk mendekat.
"Cuma mau ketemu." Orang yang duduk di depannya mengaduk minumannya dengan bosan.
"Belakangan aku sibuk." Gea menunjuk lemon squash di menu dan menunjukkan pada pelayan.
"Iya, aku juga."
"Kalau nggak ada yang penting aku balik dulu, mau ngerjain tugas." Gea mengabaikan delikan sebal lawan bicaranya.
"Ge, kamu nyebelin. Kamu kan udah lama nggak ngobrol sama aku." Lawan bicara Gea yang ternyata Stev merajuk sambil menghentakkan kakinya.
"Tapi aku serius Stev, tugasku emang banyak." Gea mengangguk pada pelayan yang mengantar minumannya.
"Jadi tugasmu lebih penting?"
"Oh my God Stev, kamu tau kalau dosenku killer semua." Gea memasang wajah melas.
"Tapi kamu masih sempat godain cowok-cowok." Stev melirik pakaian Gea kesal.
"Ha?" Gea gagal paham maksud Stev.
"Ya udah, aku mau pulang" Stev berdiri dan berjalan cepat.
Gea buru-buru mengeluarkan seratus ribuan dari tasnya dan mengejar Stev.
"Aku anter pulang Stev."
"Aku bawa mobil sendiri." Stev mendecakkan lidahnya ketika menyadari pandangan orang-orang tertuju pada mereka, pakaian Gea tepatnya.
Gea hanya menggedikkan bahunya begitu mobil Stev melewatinya. Tak mau repot-repot berpikir, tugasnya lebih membutuhkan pemikiran saat ini.
*********
Sampai di apartemen dan membereskan barang bawaannya, Gea menuju ke dapur untuk minum. Mengangkat printer dari parkiran ke kamarnya cukup membuat tangannya pegal ternyata. Namun decakan kesal segera keluar dari mulutnya saat mendapati kulkasnya kosong melompong.Segera berjalan malas ke ruang tamu dan menyambar dompetnya di dalam tas, mengeluarkan empat lembar seratus ribuan. Gea paling anti menenteng dompet kesana kemari, repot sekali. Tujuannya hanya satu, mini market di lantai satu.
Berjalan dari lift ke mini market, lagi-lagi Gea menjadi pusat perhatian. Sedikit terlonjak saat ada yang menepuk bahunya dari belakang. Tetangga kamarnya. Niel.
"Mau gue pinjemin jaket?" Niel mengerutkan dahinya.
"Disini nggak dingin." Gea mengambil troli dan mendorongnya ke bagian minuman.
"Bukan masalah dingin. Tapi baju macem apa yang lo pake?" Matanya melirik tajam pegawai mini market yang mencuri pandang ke arah paha Gea.
"Ck. Nggak Dean, Stev, lo. Kenapa suka banget marah-marah ke gue." Nada tanya tak terdengar dari Gea, dia hanya menggerutu pada dirinya sendiri.
"Sini." Niel melepas jaketnya dan membalik badan Gea. Segera diikatkan jaketnya ke pinggang Gea.
"Lo sama aja kayak Dean. Ribet." Gea kembali mendorong trolinya.
"Lo nggak liat mata orang-orang seenaknya ngelirik paha lo?" Niel tak habis pikir dengan cara berpakaian Gea.
"Selama gue nggak dipegang, no problem." Gea memasukkan beberapa cemilan dan buah, lalu mendorong trolinya ke kasir.
Niel masih mengikuti Gea, memasang wajah tidak suka. Menyodorkan uang tiga ratus ribu dan menyambar plastik belanjaan Gea dengan tangan kanan, tangan kirinya menggenggam pergelangan tangan Gea.
Gea malas untuk ribut hari ini, lagi pula belanjaannya dibawa Niel. Lumayan tak perlu menenteng belanjaan sampai ke kamar, tangannya masih pegal. Ah, dia juga belanja gratis.
Sampai di depan kamar, Niel melepas genggaman tangannya. Gea dengan cuek membuka pintu apartemennya, tahu kalau Niel berniat masuk bersamanya. Pembawa barang yang baik mengantar barang sampai ke tempatnya, begitu pikir Gea. Sepertinya dia memang gila karena terlalu banyak tugas kuliah.
"Bawa ke meja pantry." Gea berjalan santai ke kamarnya, berniat mengambil ponsel.
Saat keluar kamar Gea melihat Niel duduk di sofa ruang tamu dengan sekaleng minuman ringan tanpa seijinnya. Minuman itu miliknya, yah meskipun dibayar dengan uang Niel. Menurutnya Niel tidak sopan. Astaga Ge.
"Apa?" Gea berjalan ke dapur, mengambil sebotol air mineral lalu duduk berseberangan dengan Niel.
"Ge, lo itu cewek." Niel bicara serius.
"Lo itu cowok." Gea menenggak air mineral di tangannya.
"Serius Ge."
"Gue nggak bercanda waktu bilang kalo lo cowok." Gea memandang Niel malas.
"Ganti baju lo. Sekarang." Nada bicara Niel datar.
"Di depan lo? Ogah."
"Astaga Ge! Lo ngerti nggak sih gue nggak suka cowok-cowok liat lo pake baju kayak gitu?" Niel mengacak rambutnya kesal.
"Lo masih waras kan?" Gea mengernyitkan dahinya, heran.
"Terserah lo Ge. Gue bisa gila kalo liat lo lama-lama pake baju begitu." Niel beranjak menuju pintu.
"Gue juga males liat muka lo lama-lama. Gih pulang." Gea segera menutup pintu begitu Niel keluar.
"Baju gue lengkap, apa juga yang jadi masalah?" Gea menggedikkan bahunya dan berjalan kembali ke kamarnya, berniat mengerjakan tugas.
Di luar kamar, Niel mengacak-acak rambutnya frustasi. Bagaimana bisa dia menyukai perempuan seperti Gea? Jangankan mengalahkan Dean sebagai saingannya, membuat Gea menyadari posisinya sebagai perempuan saja sudah membuatnya stress sendiri.
Ya ampun Niel....sainganmu bukan hanya Dean.
Saat ingin masuk ke kamar, Niel mencari ponselnya. Seluruh saku celana dirogohnya, tapi nihil. Sepertinya terakhir kali dia menaruhnya di..... saku dalam jaket. Ya, jaketnya yang terikat di pinggang Gea. Niel harus melihat Gea dengan kemeja putih kebesarannya lagi. Niel menepuk dahinya keras.
Mau tak mau, Niel menekan bel kamar Gea. Tak lama muncul kepala Gea melongok dari sela pintu, diam tak mau bertanya. Niel memutuskan bicara.
"Jaketku." Gea tidak menjawab dan segera menghilang di balik pintu.
Tiba-tiba pintu di depannya terbuka, terlihat Gea dengan tanktop abu-abu dan hot pants hitamnya. Menyodorkan jaket biru dongker Niel yang diterima begitu saja. Selanjutnya pintu ditutup di depan wajah Niel.
Niel hanya melongo, masih melihat pintu di depannya seolah Gea masih berdiri di sana.
"Astaga Ge, you're so amazing." Niel berjalan ke kamarnya seperti orang linglung.
Dean.....kau harus membakar almari Gea di rumah. Hahahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Matahari Senja
RomanceGea, seorang mahasiswi tingkat 3 yang cueknya nggak ketulungan. Anak-anak cowok satu jurusan yang kenal dia lebih sering nyebut dia cewek jutek yang galak. Tapi jangan salah, dia itu termasuk cewek cantik di jurusannya. Yah, cuma sayang dia agak tom...