JANJI

43 7 0
                                    

Yuk dilanjut bacanya...
Happy Reading:)

Di dalam mobil Arsih pun nampak kesal sepanjang perjalanan. Betapa tidak, ini panggilan kelima nya untuk kasus Tio. Ia benar benar tak habis pikir, kenapa dia bisa banyak melakukan hal yang sangat nakal seperti ini. Ia pun tak bisa menahan lagi amarahnya.

"Kenapa kau selalu membuat ibu seperti ini, tidak bisa kah kau menjadi anak baik? Hah? " bentaknya pada anak itu. Rasa malu bercampur kesal menumpuk di benaknya hingga membuat Arsih sedikit naik darah."  Tio..... Tio.. Jawab ibu" tanya nya sambil tak henti hentinya membentak Tio yang sedari tadi diam saat ditanya.

" Apa lagi yang harus ku jawab bu? Aku hanya ingin ibu memperhatikan ku. Apa itu sulit bagi ibu? " ujarnya yang nampak terlihat kesal pula, ia memalingkan wajahnya dari ibunya. Sekilas ia melirik Arsih, wajahnya terlihat murung seakan akan ia melakukan hal yang benar dan tak menyesali segala perbuatannya.

Ia kembali naik pitam, seakan tak mau kalah beradu argumen dengan anaknya.
" Apa kamu kira ibu tidak memperhatikan mu hah? Lalu semua yang ibu lakukan sekarang untuk siapa, untuk mu dan adik mu yo. Kenapa kamu selalu seperti ini, astaga. " ucapnya dengan nada ketus. Ia menyenderkan tubuhnya di kursi mobil, yaa... Civil war telah dimulai antara ibu dan anak ini.

Matanya terlihat memerah, biar bagaimanapun ia hanya bocah berusia sembilan tahun yang sangat terpaksa dinaikan level dengan cepat oleh sekolahnya.
" Ibu selalu berkata seperti itu, aku hanya meminta itu. Aku.... "

Kiiiiiikkk.. Brakkkkkk.. Jeder.. Meong......

" Hah astaga" Arsih kaget bukan kepalang, ditengah pembicaraan nya yang sedang memanas, tanpa terduga iya menyadari telah menabrak sesuatu.

"Ibu menabraknya" Tio melihat dari kaca mobil, sesuatu yang ditabrak ibunya. Keributan mereka pun terhenti, karena seekor kucing menjadi korban tabrak. Entah keluarganya akan menuntut atau tidak.

" Aaaaaahhhhh" Arsih berteriak keras karena pusing, semua pikirannya buram, satu demi satu masalah terus menghampiri.

Amarahnya kini lebih menggebu gebu. Ia sudah seperti kerasukan sesuatu, matanya melotot tajam, tangannya mengacak acak rambutnya, dan bibirnya tak berhenti berbicara. Namun dengan pikiran tenang, ia menahan semua gejolak itu lagi.
" Tio, sekarang dengarkan ibu. Apa yang ibu lakukan ini demi kamu dan adikmu. Ibu harus bekerja keras untuk itu. Akan ada waktunya saat kita akan bersama sepanjang hari nanti, tapi tolong untuk saat ini mengerti lah ibu. Ibu janji.. Mengerti? . " menarik nafas, menghilangkan semua penat yang ada pada dirinya.

" Tapi sebelumnya ibu tak menepati janji " masih terlihat muram menundukkan wajahnya , dengan suara yang pelan, tio kembali diam. Ia memang selalu memegang janji ibunya, namun entah kapan ajan terwujud. Yang pasti banyak janji janji manis yang ia telan menjadi pahit.

Risalah TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang