Problem

24 2 0
                                    

Happy Reading :)

Di dalam kamarnya, Arsih merenungkan segala perkataan nya tadi. Itu sangat spontan dan sangat cepat hingga dia tak bisa menyaringnya terlebih dahulu sebelum dikatakan. Ia mungkin sudah sangat keterlaluan terhadap Arini, karena ia telah menyinggung nya. Ia telah menyakitinya. Entah apa yang ada di pikirannya saat itu, Arsih sangat menyesal.

Ia duduk di tepi ranjang, menatap sebuah foto pernikahannya beberapa tahun yang lalu. Dengan mata yang amat berat, menahan air matanya agar tidak jatuh. Apadaya, matanya sudah terbanjiri hingga tak mampu menahannya lagi.

"Kenapa ini terjadi kepadaku, kenapa kau meninggalkanku disaat kita sedang menerima kabar bahagia mas. Ahhhh.. Kenapa kamu begitu tidak adil kepadaku... Aku tak bisa hidup sendiri seperti ini..." matanya tak kuasa menahan tangisan. Betapa tidak, setelah sebulan kematian suaminya, Arsih dikabarkan tengah mengandung anak keduanya. Betapa hancur perasaannya saat itu, ia harus menanggung semuanya sendiri.

Arsih tak kuasa mengingat masa masa yang seharusnya bahagia, dan yang terjadi malah sebaliknya, berita meninggalnya Sino adalah salah satu hal terburuk dalam hidupnya, siapa yang tak akan berpikiran sama dengannya disaat kita harus terpisah dengan orang yang kita sayangi dan amat sangat membenci keputusan tuhan saat itu, walaupun dalam kenyataannya mempunyai seorang titipan adalah anugerah bagi setiap orang tua, tetapi apa yang ia tanggung saat itu adalah hal tersulit. Ia serba harus berjuang sendiri, melahirkan anaknya tanpa ada genggaman tangan yang menemani nya saat kematian bisa saja merenggutnya, bekerja sekeras mungkin untuk kedua orang anaknya, dan kenyataan itulah yang mengubah menjadi Arsih yang sekarang . Sebesar apapun usaha untuk melupakannya, ia tetap tak bisa. Bagai hantu masalalu yang terus membayangi

Ia bangkit menuju kamar kedua anaknya. Yang pertama didatangi adalah kamar Tyo, ia hanya membuka sedikit pintu dan melihat keadaan di dalam. Terlihat lampu kamar yang menyala sementara Tyo tertidur pulas. Teringat dahulu tatkala tyo masih berumur 5 tahun dan dalam keadaan yang sama, ia mematikan lampu dan keluar kamar tyo yang sedang bermimpi tak lama teriakan nyaring pun terdengar.

Itu sungguh kejadian yang lucu baginya, karena Tyo takut akan kegelapan. Tetangga sebelah pun sampai menanyakan ada apa semalam terdengar suara teriakan karena mereka semua terbangun. Ia tersenyum senyum kecil kala mengingat hal itu. Ia kembali menutup pintu nya dengan sangat pelan agar tak terdengar suara, dan beranjak ke kamar si adik.

Kali ini ia masuk ke dalam kamar.
" Tak terasa kamu sudah besar ya. Maaf ibu tak bisa selalu ada saat kamu membuka mata bahkan setelah kamu menutup mata kembali. Andai saja kamu tahu ibu selalu melihatmu setiap malam saat kamu sudad tertidur pulas..... Ibu benar benar akan bekerja keras untuk hidup kita. Kamu harus jadi anak yang baik ya nak, jangan terlalu merepotkan bu'de mu. Ibu akan bersungguh sungguh bekerja demi kamu dan kakakmu" Tersenyum haru sedikit air mata menetes dari sudut matanya.

Keesokan hari, di pagi hari yang cerah, Tio menghampiri kamar arini .
"Bu'de.... Bu'de... " Mengetuk pintu, dan tidak ada jawaban sama sekali dari dalam. Ia lalu membuka pintu kamarnya.

" Bu'de kemana, kenapa tidak ada di kamarnya ya... Hah, jangan jangan" Ia berfikir bahwa arini pergi karena ucapan ibunya semalam. Ia langsung berlari menuruni tangga melihat lihat sekeliling rumah.
"Bu'de... Bu'de... Dimana? " Kekhawatiran bertambah saat arini tidak muncul juga, Ia tertunduk sedih. Tiba tiba suara seseorang mengubah raut wajahnya.

Risalah TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang