Gelap, Nyalakan..Tolong!

4 1 0
                                    

Happy Reading to All :*

Seketika wajah Arsih menunduk dan memerah. Bukan karena malu, namun kebalikannya. Sepatah kalimat keluar dari mulut nya.

"Apa yang kau mau sebenarnya? Ada apa denganmu yo... Ibu sekarang sedang bekerja, tak mau diganggu. Dan kamu pun besok masih sekolah kan? Ibu tak mau meributkan hal apapun sekarang, terserah apa tanggapanmu mengenai ibu selama ini, tapi yang ibu lakukan semua ini demi KAMU dan ADIKMU... "

Ia menutup laptopnya dan akan pergi beranjak ke kamarnya. Sudah terlalu malam untuk meributkan hal yang menurutnya benar dengan anaknya yang menganggap nya sebaliknya. Ia meninggalkan Tio sendiri di ruangan itu.

"Apa perkataan ku tadi sangat kasar pada ibu, aku tidak bermaksud seperti itu. Alam bawah sadarku yang berbicara, hati kecilku yang mengatakan. Ibu maafkan aku, aku hanya tak mau adik merasa kesepian. Ia masih terlalu kecil untuk kehilangan kasih sayang mu..." lirih hatinya yang menangis saat ini. Mata nya pun berbinar binar, tampak setetes air dari ujung sana menetes melewati pipi kecilnya.

Dari arah lain Arini datang dengan pelukan hangat di tubuhnya. Ia mengusap air matanya, tersenyum lebar demi menenangkan kesedihannya. Ia mendengar apa yang mereka berdua debatkan tadi, ia tak mampu berbuat apa apa. Walau hatinya merasakan kesedihan yang dialami keponakan nya, ia tetap tak bisa berbuat banyak. Hanya sebuah pelukan yang mampu ia berikan untuk sekedar menjadi obat ketenangan dalam jiwa yang bergejolak.

"Sudah malam, ayo tidur. Bu'de antar ke kamar. Jangan lupa bangun pagi, hari esok telah menunggumu. Serahkan semua pada Allah sayang, semua akan terasa lebih ringan." dengan nada sangat lembut, Arini menenangkan Tio. Ia menuntunnya menuju kamarnya, anak sekecil ini seharusnya hanya ada rasa senang untuk mengisi masa kecilnya. Ia membuka pintu kamar dan hendak mengantar nya ke kasur, sekedar ingin menyelimuti tubuh kecil keponakannya.

"Tidak apa apa Bu'de, terimakasih... Bu'de juga jangan lupa bangun pagi ya, Tio ingin roti selai kacang besok... Khusus dari tangan Bu'de, koki terbaik di rumah ini... " ucapnya tersenyum kecil untuk menutupi rasa kesedihannya. Ia tak mau Arini terus memikirkan dirinya malam ini, karena ia tahu. Jika ia terus bersikap sedih seperti ini, tak akan tenang bagi Arini untuk tidur nyenyak.

Arini pun merasa lega senyum kecil relah terpancar dari wajah keponakannya, kesedihannya tentang kejadian tadi sedikit telah terlupakan pikirnya. Ia hanya bisa berdo'a, semog atak ada yang lebih menyakitkan dari ini suatu saat. Cukup masalah ini yang harus direda, dan halangi masalah lain untuk tak datang lagi.

Risalah TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang