Syair Pengikis

0 1 0
                                    

Happy Reading to All:*

Hari menjelang malam. Seperti biasa, kesepian melanda kediaman Tio. Arsih yang sedari pagi bekerja masih belum terlihat kemunculannya di rumah ini. Sementara Arini, sedang berada di kamar adiknya dan kini Tio hanya sendiri duduk di meja belajarnya membaca komik yang mungkin telah menjadi lecak karena sudah beberapa kali ia menamatkan membacanya.

"Ahh terlalu bosan untuk membacanya kembali. Apa yang harus kulakukan? Mataku belum mengantuk" ucapnya dengan nada lesu.

Sesuatu tiba-tiba terlintas di kepalanya. Ia teringat akan sebuah biola yang menjadi hadiah ulang tahun dari kakeknya tahun lalu. Namun, karena ia tak tertarik pada alat musik itu, ia pun selalu menyimpannya dengan rapi di lemari. Menurutnya, daripada bermusik ia lebih memilih untuk membaca dan menulis sesuatu. Walau mungkin lebih terlihat menyenangkan bermusik, namun semua orang memiliki apa yang membuatnya senang, dan apa yang membuatnya bosan.

Dan hari ini, pertama kalinya, ia memikirkan tentang biola itu. Kakeknya memang mahir dalam memainkan biola, setiap alunan demi alunan nada terdengar sangat indah bagi siapa saja yang mendengar nya. Selaim biola, kakeknya pun mahir dalam menggunakan piano.

Tidak seperti biola, ia sedikit lebih mahir dalam menggunakan piano karena kakeknya pernah mengajarkannya sedikit, ia bukanlah anak yang bodoh, dan sangat cepat dalam menyerap sesuatu. Walau nada yang ia mainkan belum tersusun rapi dan terkadang terdengar ada not yang hilang, tapi yaa bisa dibilang itu lebih baik. Teringat sudah lama ia tak menyentuh piano itu, dan muncul keinginan untuk memainkannya kembali. Ia turun dari kamarnya dan pergi menuju ke sebuah ruangan tempat piano itu di taruh. Tapi sebelum itu, ia berbalik arah menuju kamar adiknya.

"Bu'de, aku boleh memainkan piano?" tanya Tio meminta izin. Karena hari sudah menjelang malam dan ia tak ingin ada yang terganggu, lebih baik ia bertanya terlebih dahulu.

Arini terkekeh keheranan" Hmm? Kenapa tiba tiba ingin bermaim piano? Tumben sekali... " jawabnya dengan santai sambil mengasuh keponakan kecilnya yang sedari tadi tak bisa tidur walau sudah diberikan sebotol susu.

"Aku sedang bosan, tak ada lagi yang bisa kulakukan. Dan aku ingin mencoba bermain piano lagi, siapa tahu aku bisa memainkan nya semahir kakek nanti... Menjadi pianis terkenal, handal, dan memiliki banyak teman" ia mulai mengeluarkan kata kata membujuk mautnya.

Arini hanya tertawa tawa mendengarnya. Ia sudah tahu sifat Tio, dan mungkin ini ide yang bagu pikirnya untuk menidurkan sang adik dengan alunan piano... " iya iya, oiya. Almarhum Ayahmu pandai bermain piano juga?" Arini kembali bertanya.

"Tidak.. Ayah tak pandai sama sekali dalam bermusik. Ia sangat tak tertarik, mungkin aku juga mempunyai sifat ini dari nya, " jawabannya dengan nada yang bersedih. Ia teringat akan ayahnya sekarang, tak bisa dipungkiri. Benar benar rindu.

Risalah TioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang