Pernikahan tinggal menghitung hari. Segala persiapan sudah sempurna. Kerabat dekat dan beberapa sahabat juga sudah dikabari. Tak ada pesta megah, hanya akad nikah dan sedikit syukuran kecil.Rindi sempat mendapat protes dari calon suami yang tidak mempersoalkan masalah dana. Berapapun, pasti dia menyanggupi. Apalagi ini adalah acara sakral yang diniatkan untuk terakhir kalinya.
“Apa karena kamu malu bersanding denganku?”
Kalimat calon suami, pesimis.
Sebagian calon pengantin tentu menginginkan perayaan besar pada acara yang hanya dihelat sekali seumur hidup. Lembaran paling bersejarah dirajut agar berkesan indah sepanjang masa.
Berucap syukur, ketika kembali dapat mengenang kala tahun pertama berhasil dilewati bersama dengan baik. Menyusul tahun-tahun selanjutnya, berharap akan selalu sama, seolah baru kemarin ijab kabul itu diembuskan dalam satu tarikan nafas.
Namun Rindi berbeda. Gadis itu ingin sesuatu yang sederhana, dan dengan sepenuh hati dijelaskannya alasan itu kepada calon suami. Akan lebih baik, uang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup setelah menikah, begitu pikirnya.
“Kita ambil syariatnya saja, Mas,” ucap gadis itu.
Mendengar calon isteri berusaha membiasakan panggilan yang pantas sebagai bentuk rasa hormat, lelaki itu mengerti. Mencoba mempelajari detil maksud yang diinginkan sang calon isteri.
Berpikir sejenak lalu pria berkumis tebal itu mengaminkan usul calon pengantinnya.
Beruntungnya aku, Rin.
Rindi masih terpaku. Di detik-detik menunggu berakhirnya masa lajang, dan memasuki babak baru dalam kehidupan yang pasti akan sangat berbeda, ia semakin ragu. Berulang kali mendapat gambaran masa depan yang kurang baik sebab harus menikah dengan lelaki yang tidak dicintai.
Tapi lelaki itu sudah menyelamatkan nyawa bapak, Rin.
Suara bapak seakan menggema memenuhi penjuru ruangan.
Lalu dua makhluk kecil bersayap di kedua sisi tubuhnya membisikan argumen yang berlawanan.
Lihat bapakmu, ibumu, adik-adikmu, Rin. Tidak inginkah kamu membahagiakan mereka? Angkat mereka dari jurang kemiskinan, Rin. Jangan egois. Jangan hanya memikirkan perasaanmu saja.
Rindi mengangguk setuju. Dan di saat ia menyepakati, suara lain bergema dari sisi yang berbeda.
Menikah itu sekali seumur hidup, Rin. Salah memilih pasangan akan membuatmu menyesal akhirnya. Lihatlah sejarah kelam pria hidung belang itu. Dia hanya akan mencintaimu saat wajahmu masih cantik. Bagaimana jika dia kembali berpetualang dengan wanita yang lebih muda?
Gadis itu memejamkan matanya kuat-kuat. Meremas pangkal rambut hingga menyentuh kulit kepala.
Rindi pernah mendengar cerita, beberapa waktu sebelum pernikahan akan ada ujian-ujian yang berat yang dihadapai calon mempelai, godaan setan berusaha menggagalkan niat suci keduanya.
Seperti yang pernah dikatakan Fitri, teman kecilnya yang sudah dua tahun menikah dan dikarunia seorang putra.
“Aku hampir batal nikah dengan Mas Arul cuma karena masalah sepele,” kata wanita yang kini terlihat lebih tua dari usianya.
Rindi harus menyudahi keraguan yang meruncing. Dia percaya, setiap niat baik setan selalu berperan merintangi.
Setidaknya itu adalah kesimpulan dari pembicaraannya dengan Fitri beberapa waktu lalu.
Selagi kedua orangtua merestui, dan tetap menyerahkan keputusan mutlak di tangan putrinya. Tidak ada salahnya diniatkan dengan berbaik sangka. Karena sejatinya, pernikahan itu ibarat memulai melebarkan layar untuk berangkat mengarungi lautan kehidupan dengan biduk kokoh.
![](https://img.wattpad.com/cover/153778645-288-k522087.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Seberkas Kasih Rindiani (TAMAT)
Genç KurguSinopsis: Meski kuat hatinya menolak, Rindiani terpaksa harus menjalani profesi sebagai pemandu lagu pada sebuah tempat hiburan malam di Jakarta. Nasib mengantarkannya bergumul di dunia baru yang nyaris merenggut kehormatannya. Sekuat hati ia mempe...