15. Double date

34 4 3
                                    

Setelah pulang dari cafe, sava segera bergegas menuju bandara untuk menjemput kakaknya yang pulang sore ini. Tak lupa ia juga mengajak Dara adiknya.

"Bang Dika mana sih kak" kata dara yang mengedarkan pandangannya mencari sosok Dika yang belum ditemukan.

Sava mengecek ponselnya dan menghubungi Dika.

"Kak Lo dimana?"

"Di bandara lah, tunggu bentar, Lo diparkiran kan"

"Hmm gue tunggu cepetan" kata sava dan mematikan ponsel secara sepihak.

Sambil menunggu kehadiran kakaknya, mereka memutuskan untuk bermain ponsel masing masing. Tiba tiba sava berhalusinasi kalo dirinya telponan dengan Elang, sava menggeleng kuat karena ia tau itu impossible sekarang. Dara hanya menaikkan sebelah alisnya melihat kakaknya yang aneh.

"Kenapa sih?" Tanya dara memastikan kakaknya baik baik saja.

Tak lama kemudian Dika masuk ke dalam mobil membuat keduanya cukup kaget karena mereka fokus dengan ponselnya masing masing.

"Pulang" kata Dika dan merebahkan tubuhnya di tempat duduk mobil.

"Gimana kuliahnya bang?" Tanya dara saat melihat kakaknya yang sudah berbaring.

"Masih revisi skripsi"

"Cieee dokter spesialis termuda, jangan lupa traktirannya" Dika hanya berdecak sebal mendengar ucapan dara.

Sedangkan sava dari tadi hanya fokus menyetir dan pendengar setia percakapan kakak dan adiknya.


Setelah sampai di rumah Dika segera menuju ke kamarnya untuk tidur sedangkan sava dan dara disuruhnya membawakan beberapa barang miliknya.

"By the way kita ini adiknya apa pembantunya sih" tanya dara yang melihat Dika pergi ke kamarnya dan seenaknya menyuruhnya dan sava untuk membawa barangnya.

Sava hanya menaikkan kedua bahunya lalu pergi membawa barang kakaknya, Dara berdecak sebal melihat sava yang berlalu. Ia menjadi kesal sendiri saat sava hanya diam dan tidak protes sedikitpun berbeda dengannya saat ini yang selalu protes setiap saat.

"Kak Lo kenapa gak pernah protes sih kalo disuruh bang Dika? Padahal kalo dipikir pikir Lo gapapa protes, kedudukannya juga sama kan sebagai aset negara. kadang kadang bang Dika juga nyuruhnya keterlaluan" kata dara saat merebahkan tubuhnya di kasur milik sava

Sava hanya tersenyum simpul " peran kita disini hanya sebagai anak yang wajib mematuhi perintah orang yang lebih tua termasuk bang Dika, selagi kakak bisa nurutin permintaannya pasti kakak lakuin"

"Kakak nggak capek? Udah gitu permintaannya aneh aneh"

"Kadang capek juga cuma usahain jangan kecewain mereka, Lo tau kan kalo dikecewain itu sakit" dara mengangguk sebagai jawaban.

Mereka larut dengan musik yang melantun dari ponsel sava. Dara berdecak seketika saat ponsel kakaknya bergetar.

"Ganggu banget sih ni orang" kata dara saat melihat nama Dafa yang tertera di ponsel kakaknya

"Iya?"

"Nanti malem dinner kuy"

"Boleh"

"Nanti aku jemput, pokoknya nanti kamu harus cantik"

"Tiap hari juga udah cantik kali"
Dafa terkekeh mendengar ucapan sava karena memang tidak dipungkiri sava benar benar cantik setiap saat, bahkan ia sulit untuk move on darinya.

"Iya tau, tapi harus lebih cantik dari biasanya"

"Iya"

"Lagi apa sekarang?"
Sava mengacak rambut dara yang kini tengah mengerucutkan bibirnya karena merasa terganggu oleh telpon dari Dafa.

Datang Dan PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang