Part 17 : So Complicated.

4.1K 171 9
                                    

ARIANA POV

Suka sama dia? Jangan sampe deh.

"Najis deh. Jangan sampe gue naksir sama orang yang songong kayak lo. Geli gue," kataku sambil berpura-pura merinding. Dia menatapku kesal dan berjalan ke gazebo.

Aku duduk di sebelahnya dan sudah benar-benar ngantuk karena waktu yang sangat tepat untuk tidur. Aku mengucek mataku agar aku tetap terjaga.

"Sini, tidur aja di pahaku," kata Dave dengan wajah datar. Aku menatapnya heran, "Gamau ah. Serem gue sama lo," "Terserah kamu aja." Dia kembali membaca novel bahasa inggris dari penulis terkenal. Aku menghela napas dan akhirnya berusaha tidur di pangkuannya.

DAVE POV

Aku melebarkan mataku saat menyadari Ariana yang sudah berbaring di pahaku. Aku tersenyum puas. Dia menghela napas dan menutup matanya. "Kamu ada kuliah ga abis ini?" tanyaku. Ia membuka matanya dan menatapku, "Ada. Lo?" "Ada. Mau bolos untuk hari ini ga?" "Mau ngapain?" "Yah ngobrol gitu. Bolos satu jam pelajaran aja," "Oke," katanya sambil kembali memejamkan matanya.

"Gue mau tau kisah hidup lo."

Aku menatapnya yang masih memejamkan mata. Masa laluku? Haruskah itu kuceritakan?

"Tanteku seorang pedofilia," kataku akhirnya. Ia membuka mata dan menatapku terkejut, "Astaga? Dave. Lo ga perlu cerita lagi," "Ga. Aku harus," "Gue udah tau kelanjutannya. Pelecehan kan?" "Mungkin," "Siapa aja yang udah tau?" "Kamu doang," "Ini rahasia diantara kita berdua. Oke?" Aku mengangguk dan menatap matanya yang sangat ingin menghiburku. Aku mengelus rambutnya pelan dan menatapnya intens. Semoga hubungan ini akan terus tetap seperti ini.

AUTHOR POV

Stephanie menatap nanar pemandangan di hadapannya. Dave dan Ariana. Ia tersenyum kecut dan marah. Tatapan Dave kepada Ariana sangat menyesakkan dadanya. Pantas aja dia ga mencintai aku lagi, batinnya. Dave belum pernah melakukan hal seromantis itu terhadapnya. Ia berlari sambil menutup mulutnya agar tidak berteriak dan berjalan menuju mobil Mini Cooper nya.

ARIANA POV

Aku tersenyum saat membayangkan kejadian tadi. Dave. Nama itu membuatnya dag dig dug mendadak. Serangan Jantung mendadak. Sesak napas mendadak. Segalanya serba mendadak.

"ARIANA! Coba kamu jelaskan apa yang telah saya jabarkan di depan ini!" ujar Pak Bram, dosenku. Aku memutar bola mata dan langsung maju. Aku termasuk anak pintar. Jadi aku bisa mengerjakannya dengan tepat. "Lain kali kamu jangan melamun! Perhatikan ke depan" kata Pak Bram berusaha mencari kesalahanku. Aku menahan diriku agar tidak mencakarnya. "Baik, Pak," kataku sambil berjalan ke bangkuku kembali.

Pelajaran sudah selesai dari tadi. Tetapi aku masih di kampus. Aku, Mentari, dan Aaron sedang belajar di kantin sekarang. Oh ya, aku lupa bilang kalau Aaron harusnya lulus tahun kemarin. Tapi karena IQ-nya dibawah rata-rata, jadilah dia kuliah lebih lama dari yang seharusnya.

"Ini gimana sih?!

Teriakan Aaron membuatku dan Mentari terlonjak. "Astaganaga! Lo teriak jangan kenceng-kenceng napa, Bang?" kataku sambil mengelus dada. Dia melotot kepadaku dan Mentari. Yang membuat kami merinding setengah mampus. Dia emang udah ga tidur selama  1 minggu ini karena ujian tinggal 2 minggu lagi. Kantung matanya item banget! Begitu juga dengan para mahasiswa yang sampai sekarang, atau lebih tepatnya jam 6 sore, belum pulang. Untukku, pelajaran yang kuambil benar-benar mudah sehingga aku ga perlu belajar sekeras mereka. "Gue cabut dulu ya! Soalnya mau kerja di Cafe lagi," kataku sambil merapikan barang-barangku. Aaron dan Mentari hanya mengangguk dan akupun berjalan keluar untuk menunggu Dave. Khusus semingguan ini, aku tidak mengajari Elisa karena kata Dave aku juga perlu belajar. So, Elisa sekarang bimbel untuk sementara.

"Udah lama?" Aku mendongak untuk menatap seseorang di hadapanku. Aku tersenyum saat mendapati Dave yang berada di mobil. "Belom. Kita mau kemana nih?" tanyaku sambil membuka pintu mobilnya. "Liat aja nanti." Mobilpun melaju kencang membelah keramaian lalu lintas Jakarta.

Aku melongo menatap restoran mewah ini. Oke, aku memang sering sekali makan di restoran mewah. Tapi belum pernah aku melihat restoran seklasik ini. Musik mengalun dengan akuarium raksasa yang berfungsi sebagai dinding restoran. "Kita duduk deket ikan aja yuk!" ajakku dengan antusias. Dia tertawa pelan dan menggandengku kesana. Oh ya, sebelum ke sini,aku dan Dave sudah membawa baju formal untuk dikenakan. Untung aku membawa dress yang normal.

DAVE POV

Ariana terus saja berceloteh yang membuatku mau tak mau tertawa juga karenanya. Pelayan datang dan membawa menu yang akan kami pilih. GLEK! Aku mendongak dan mendapati tangan Ariana yang gemetar hebat. Aku mengerutkan kening dan menatap pelayan resto itu, "Boleh tinggalkan kami sebentar?" Pelayan itu mengagguk dan meninggalkan meja kami. "Kamu kenapa?" tanyaku hati-hati. Ia menatapku ketakutan, "Ha... Harganya mahal banget,Dave. Gue ga sanggup bayar," katanya sambil menunjuk harga-harga makanan tersebut. "Gausah bayar. Biar aku aja," "Tapi Dave, gaenak makannya kalo gue terus-terusin mikirin harga makanannya," "Kamu ga perlu ganti. Aku serius," kataku dengan tegas. Ia hanya menghembuskan napas pasrah dan memilih makanan.

Kami sudah selesai dari beberapa jam yang lalu. Tapi kami memilih untuk duduk-duduk di taman belakang restoran. Banyak pasangan-pasangan yang sedang berpacaran. Otomatis, mukaku langsung panas dan merinding sendiri saat membayangkan aku dan Ariana berpacaran. Jangan mimpi deh, Dave.

"Dave, kita duduk disana aja yok!" ajaknya sambil menarik tanganku menuju bangku dekat air mancur. Aku menutup mata saat merasakan terpaan angin menyentuh kulitku. "Tante lo yang brengsek itu masih hidup?" tanya Ariana hati-hati. Aku tersenyum dan menatapnya dalam, "Aku gatau keadaan dia sekarang. Kayaknya masih hidup deh," "Dia itu brengsek banget!" "Kenapa kamu yang emosian begini?" "Yah, kesel aja,Dave." Aku terkekeh. Dia memang sahabat keduaku setelah Len. Dan saudara ketigaku. Dan...

Gebetan keduaku setelah Stephy?

Aku menyentakkan mimpi terliarku itu dan menggandengnya agar cepat-cepat masuk ke mobil karena sudah kedinginan.

Kami sudah sampai di lobby apatemen Ariana dan saat dia akan keluar, matanya menatapku galau. Ia mendesah dan berkata,

"Gue pengen tetep ketemuan sama lo. Walaupun gue tau, cepat atau lambat gue bakal dijodohin emak gue."

Halo! Sorry telat banget publishnya. Aku bener-bener bingung mau nulis apa. Bayangin aku buat cerita ini sampe 2 hari! Ok, cukup sampe disini. Semoga dapet inspirasi lagi. Amin.

-sabsab123.

Unpredicted Love {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang