ARIANA POV
Ok. Aku harus angkat telepon ini.
"Halo?" Terdengar suara dari seberang sana. Aku menelan ludahku untuk yang kesekian kalinya, "Halo,Dave. Kenapa?" "Kok kamu bisa tau kalo aku yang nelpon?" Aduh. Aku langsung menepuk jidatku kencang. Ga mungkin kan aku ngaku kalo aku minta nomornya ke Elisa? "Gue... Eh bukannya lo pernah telepon gue ya ?" "Kapan?" "Gue lupa. Tapi kayaknya pernah deh. Oke, lupain. Lo mau ngomong apaan?" "Oh iya, hari ini aku ga bisa masuk. Hannah tiba-tiba sakit. Dia nangis terus dan gamau di jagain sama Mbak Titien. Jadi aku suruh dia bantuin pembantu yang lain aja. Jadi hari ini kamu ga usah ngelesin Elle," "Kok Hannah yang sakit, Elisanya ga ngeles sih?" "Berisik,Ree. Nanti takutnya kamu sama Elle ga fokus belajarnya," "Yaudah," "Oke." Telepon pun terputus.
Aku kuliah seperti biasa. Tapi kali ini aku datang lebih cepat.
"Tumben lo. Biasanya aja datengnya pas-pasan. Sekarang, 2 jam sebelum kuliah lo udah dateng. Keren lo," kata Esme sambil menepuk pundakku sok bijak. Aku menoyor kepalanya pelan, "Gila lo emang. Suka-suka gue mau dateng jam berapa aja," kataku yang disambut toyoran dari teman-temanku.
Pelajaran berjalan seperti biasa. Akhirnya jam 4 adalah waktu untuk pulang. Tapi saat kunyalakan iPhone ku, ada BBM dari Elisa.
Elisa : Kak Ree, kesini dong... Gw bosen sendirian.
Ariana : Emang dave kmn?
Elisa : Dia sm Hannah lagi ke rumah sakit.
Ariana : Ywd. Gue otw ke sana ya.
Elisa : Oke.
Aku melajukan mobilku dengan cepat. Dave benar-benar keterlaluan deh. Masa dia ngebiarin Elisa ga ngeles dan sendirian. Aku tahu sih di rumahnya ada banyak pelayan dan satpam. Tapi, apa dia ga pernah ngerasain ya, kalau ga ada temen itu kita bakal kesepian banget. Apalagi di rumahnya cuma ada pelayan dan satpam yang hormat dan ramah karena dibayar. Aku bener-bener ga ngerti sama jalan pikiran Dave. Dia emang keterlaluan!
Mobilku sudah berada di depan gerbang yang segera dibukakan oleh Pak Satpam disana. Seperti biasanya, aku langsung nyengir najong ke mereka dan langsung mengetuk pintu. Salah satu pembantu di keluarga Eduardo membukakan pintu untukku. Setelah tersenyum dan berbasa-basi sebentar, aku langsung naik ke atas. Menuju kamar Elisa. Jujur, ini barh pertama kalinya aku ke kamarnya. Aku mengetuk pintu kamarnya sesaat. Beberapa detik kemudian, dia keluar dengan senyum cantiknya, "Halo, akhirnya gue ada temen ngobrol. Masuk yok." Aku berjalan mengikutinya. Dia tampak santai dengan rambut yang diurai, tank top berwarna pink polkadot, dan celana pendek.
"ASTAJIM!" teriakku norak. Gimana ga norak,coba? Kamarnya yang berwarna ungu-hitam dengan corak zebra dimana-mana. Single bednya berwarna ungu dengan selimut hitam. Ada banyak boneka di dalam satu rak kaca. Lalu, ada banyak komik dan novel di dalam rak kaca lainnya. Kumpulan CD (lagu-lagu lho ya. Bukan celana dalem) ada di sebuah box berwarna hitam bertuliskan 'Elle's. Do Not Touch!', poster Avicii dan Skrillex ada dimana-mana tapi tetap tersusun rapi. Di dekat kamar mandi, terdapat lorong yang ujungnya pintu berwarna ungu tua yang dalamnya ternyata walk in closet berwarna ungu hitam. Oh iya, jangan lupakan sofa berwarna hitam putih dan tv plasma.
"Udah selesai kagumnya?" Acara kagum-kagumanku berhenti sampai disitu. Ih, padahal di film-film suka ada lagu-lagu kayak mau masuk surga gitu. Terus ada cahaya-cahaya. Dan jangan lupa, mereka pasti kalo bengong pake jaim dulu. Lah aku? Mukaku udah kayak orang desa masuk kota. Kampungan!
"Lo tau ga sih?Lo bengong itu jelek banget, Ree. Mingkem napa sih?" Tuh kan? "ARIANA AMELIANA KURNIAWAN!" Aku langsung kaget dan menengok ke arahnya kesal, "Jangan panggil nama lengkap gue,Nyet!" kataku sambil melempar bantal purple zebra pattern pillow nya itu dan ditangkis oleh Elisa, "Okay. Easy, Girl. Easy," katanya sambil menepuk punggungku. Ih, tai ya!
Aku menatap Elisa untuk yang kesekian kalinya. Ini sebenernya gimana sih? Dia bilang dia bosen di rumah sendirian. Eh, sekarang dia malah asik BBMan sambil cekikikan centil sama hapenya sendiri. Kayak orang lagi kasmaran.
.
.
.
Tunggu
.
.
.
Kasmaran?!!! JATOH CINTA?!!
.
.
.
Aku langsung menahan emosiku. Aku menghampirinya dan memasang muka kepoku, "Lagi BBMan sama siapa sih? Sampe gue dikacangin begini?" Dia yang terkejut dengan kedatangannku langsung meloncat. Semburat merah muda muncul di pipinya. What the...?! Aku kembali mengintip, "Who's Gillian?" tanyaku. Dia melihatku malu-malu dan mengubur kepalanya dengan bantal. Omaigat! Jaman aku es-em-pe dulu ya, belom ada yang namanya naksir-naksiran. Eh, apa ada ya? Ah mungkin karena aku ga laku. Lupakan itu. Pokoknya jaman sekarang itu, seks bebas dimana-mana. Gimana kalo misalnya Elisa malah kebawa arus terus hamil di luar nikah? Oh God. Aku menjambak rambutnya pelan dan menatap ke arahnya, "Gue gamau tau. Lo udah gede. Harus bisa jaga diri. Lo itu perempuan. Dan lo itu cantik. Jangan sampe lo kena seks bebas terus malah hamil di luar nikah," "Keren,dong. Kecil-kecil udah jadi orang tua." Nih anak gatau kapan waktu serius, kapan waktu bercanda ya?! Aku menjewer kupingnya pelan, "Gue serius. Gue gamau terjadi sesuatu yang buruk sama lo," kataku sambil memasang wajah seserius mungkin. Ia menatapku lama dan tersenyum jail kepadaku, "Ih, perhatian banget lo ama gue. Jadi kakak ipar gue aje deh lo." Kata-kata itu membuatku tercekat.
DAVE POV
Aku melangkah masuk ke rumah. Padahal aku malas ke rumah lagi. Tapi apa boleh buat. Pak Sableh memarkirkan mobilku di garasi. Aku langsung menggendong Hannah yang sedang tertidur. Aku menepuk-nepuk pundaknya dan membawanya ke kamarnya. Aku berjalan ke bawah dan berencana untuk pulang saat kudengar suara televisi di ruang keluarga. Aku berjalan kesana, "Elle, ini sudah malam. Kamu.....?" Kata-kataku tercekat saat melihat Ariana menoleh ke arahku.
"Halo," katanya pelan
"Kamu ngapain disini?"
"Kabarku baik,kok," jawabnya sinis.
"Kamu sedang apa disini?"
"Lo tau ga sih? Elisa itu sendirian. Dia kesepian. Udah gitu lo gamau kasih dia sekolah dan ngeles. Untung gue dateng ke sini. Kalo ga, dia bisa uring-uringan disini. Dia masih remaja, Dave. Dia butuh perhatian yang lebih. Emosinya masih ga stabil," katanya tanpa memberikan aku kesempatan berdebat, "Dia kehilangan sosok orang tua. Lo bantu dialah. Jadi contoh buat dia dan Hannah. Lo gamau kan kalo dia berakhir dengan narkoba atau obat-obatan?!" Aku yang memikirkan Elisa dan Hannah yang narkobaan dan memakai obat-obatan langsung emosi mendadak, "Ga! Aku gamau itu terjadi sama mereka!!! Jangan sampe!" Teriakanku membuat Ariana bergeming di tempatnya. Ia menghela napas pelan dan berkata, "Gue cuma mau yang terbaik buat mereka. Gue emang bukan siapa-siapa mereka. Tapi mereka itu siapa-siapa gue. Mereka udah kayak ade kandung gue sendiri. Kasih mereka figur seorang ayah atau ibu. Ini udah malem. Gue cabut dulu ya." Setelah itu ia pergi. Meninggalkanku di kesunyian malam.
#tbc.
Halo! Thanks ya buat yang udah nge vote,comment, sama masukkin cerita gaje ini ke library kalian. Maaf kalo cerita ini humornya dikit. Tapi aku udah lucu-lucuin. Makanya jadi garing. Ehehehehe.. Oh iya, kalo mau kasih saran, langsung aja ke message aku. Thank you.
-sabsab123
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredicted Love {COMPLETED}
RomansaAriana, gadis riang yang menyimpan masa lalu penuh luka. Ia sudah berkomitmen bahwa tidak akan menyukai lelaki dalam beberapa waktu. Namun, apa yang bisa dilakukannya ketika lelaki itu datang memberikan kepedihan dan pelajaran hidup serta kebahagiaa...