PROLOG

41.6K 2.8K 39
                                    

<<< hai, follow instagram(IG)-ku ya all. ID : evathink >>>
thanks:)

25 Oktober 2018

hai all, bertemu lagi dengan saya di cerita baru ini, semoga suka ya. saya minta vote dan komen yang cetar ya, semakin banyak feedback (vote dan komen) semakin semangat author update. thanks all.

happy reading.

PROLOG

"Maaf aku lambat pulang. Apakah dia sudah tidur?"

Laura Aldercy yang sedang berbaring di sisi seorang gadis kecil yang sudah tertidur lelap, tersentak. Matanya mengerjap-ngerjap, berusaha agar dapat cepat menyesuaikan pandangan dengan keadaan sekitar. Rupanya saat menemani putri asuhnya tidur, ia turut terlelap.

Laura segera bangun dan merapikan rambut serta pakaiannya. Lampu kamar yang tadi temaram kini telah berubah terang-benderang. Jam digital yang ada di atas nakas menunjukkan waktu hampir pukul sembilan malam. Biasanya sang majikan tidak pernah pulang selarut ini.

Sambil berdiri di sisi ranjang, mata Laura terpaku pada sesosok tinggi gagah yang sedang melangkah masuk ke kamar. Lengan kemeja pria itu digulung hingga ke siku dan beberapa kancing teratasnya terbuka, menampilkan dada bidang yang ditumbuhi bulu-bulu maskulin.

Darah Laura berdesir melihat pemandangan membakar hasrat itu. Namun secepat kilat ia berusaha menguasai diri dan berujar, "Ya, Auvie sudah tidur." Laura harap tidak ada nada gugup dalam suaranya.

Jared Johnson tiba di sisi ranjang. Ia memandang lembut wajah manis yang terlelap dengan damai itu.

Laura melangkah mundur, memberi ruang pada Jared untuk mencium putrinya, suatu ritual yang biasanya dilakukan pria itu ketika ia pulang saat si buah hati sudah tidur.

"Apakah dia nakal hari ini?" tanya Jared tanpa menoleh pada Laura. Ia membungkuk dan mengecup pipi gadis kecil berambut ikal dan pirang itu.

"Tidak, dia tidak nakal. Dia sangat manis."

Jared mengangguk samar, kembali berdiri tegak dan berbalik menghadap Laura.

"Apakah masih ada yang Anda inginkan, Sir? Jika tidak, aku akan pulang," kata Laura sambil memandang Jared dengan senyum tipis, mengabaikan rasa lelah karena hampir tiga belas jam mengasuh seorang anak perempuan berumur hampir tiga tahun yang sedang aktif-aktifnya.

"Jika kau tidak keberatan, aku ingin bicara denganmu sebentar."

Laura mengangguk. "Baik. Apakah Anda menginginkan teh? Atau kopi?

"Kopi."

"Oke."

Setelah mengangguk sopan pada majikannya, Laura berderap keluar dari kamar. Ia melangkah ke dapur rumah mewah yang terdapat di salah satu kawasan elite New York itu.

Sebenarnya Laura bisa menyuruh Mrs. Ven, koki sekaligus pengurus rumah, untuk membuat minuman itu, namun ia tidak tega mengganggu waktu istirahat wanita paruh baya itu.

Beberapa menit kemudian, Laura sudah membawa gelas berisi kopi ke ruang keluarga. Di sana tampak Jared duduk berselonjor di sofa dengan mata terpejam.

Sesaat Laura menghentikan langkah. Ia memandang wajah Jared dalam-dalam dengan perasaan yang ia sendiri tidak mengerti.

Jared bukanlah pria ramah. Ia cenderung dingin atau lebih tepatnya pemuram, hampir tidak pernah tersenyum apalagi tertawa. Tapi Jared seorang majikan yang baik dan royal. Sudah tiga bulan ini Laura bekerja mengasuh putri duda itu. Jared sangat murah hati dengan memberi Laura gaji di atas rata-rata, bahkan menyiapkan mobil dan sopir untuk mengantarjemputnya pulang dan pergi kerja.

Laura kembali melangkah, lalu meletakkan gelas ke atas meja.

Meski gerakan Laura sudah sangat pelan, Jared tetap terbangun, pria itu menyeringai masam.

"Maaf, aku ketiduran."

Laura tersenyum maklum. Ia duduk di sofa di seberang Jared.

Jared berdeham, kemudian meraih kopi dan menyesapnya pelan. Sementara Laura menjalin jari-jemari di atas pangkuan dengan gelisah. Di dalam hati bertanya-tanya apa yang ingin Jared bicarakan dengannya.

"Laura."

"Ya?" Darah Laura berdesir mendengar Jared memanggil nama depannya. Terasa begitu akrab. Begitu intim. Jared belum pernah memanggilnya seperti itu sebelumnya-biasanya hanya panggilan formal, Miss Aldercy. Apalagi suara pria itu berat dan parau, membuat hasrat liar Laura yang terkungkung seketika menggelora, menggeliat ingin melepaskan diri.

"Auvie butuh seorang ibu," kata Jared dengan nada tenang.

Laura hanya diam dengan mata menatap sepasang iris biru yang juga sedang menatapnya.

"Auvie butuh adik. Adik laki-laki. Aku ingin ada yang bisa menjaganya kelak."

Laura meremas jemarinya dengan gelisah. Ke mana arah pembicaraan ini? Laura sama sekali tidak bisa menebaknya.

"Aku juga tidak mau dia tumbuh kesepian tanpa saudara-saudari yang berhak dia miliki."

Laura mengernyit, tapi mengangguk.

"Untuk itu, aku ingin meminjam rahimmu."

"Apa?" tanya Laura tidak mengerti.

"Pinjamkan rahimmu untuk mengandung anak-anakku, akan kuberikan apa pun yang kau mau, asal bukan cinta."

Laura melongo. Ia memandang tak percaya wajah tampan berhidung mancung di depannya. Apa yang pria itu barusan katakan? Apakah pria itu mabuk? Meminjam rahim Laura untuk mengandung anak-anaknya? Itu sebuah permintaan yang sangat gila!

"Bagaimana, Laura?"

Laura masih terpaku. Matanya melebar memandang wajah berahang kukuh dengan bakal janggut dan cambang yang membuatnya tampak jantan.

"Tentu saja kita akan menikah, jika itu yang kaupikirkan," imbuh Jared.

Laura masih membeku.

"Menjadi istriku akan membuatmu hidup dalam kemewahan. Aku akan mengupah pengasuh baru. Kau tak perlu mengasuh Auvie seorang diri."

Laura bergeming. Pita suaranya seakan rusak. Ia tak mampu bersuara. Saat ini ia syok. Rupanya yang dingin bukan hanya sikap pria itu, tapi juga hatinya. Bagaimana mungkin Jared membicarakan pernikahan dan memiliki anak-anak seolah sedang membicarakan bisnis? Begitu tak berperasaan!

"Laura?"

Mata Laura tak beralih sedikit pun dari wajah Jared. Kemudian ia sadar, sejak tadi ia tidak memberi jawaban apa pun. Jared pastinya membutuhkan jawaban yang jelas.

Laura berdeham pelan, lalu berujar, "Maafkan aku, Sir. Tapi tawaran Anda tak masuk akal. Maaf, aku tidak bisa menerimanya."

"Kau tak harus menjawab sekarang, Laura. Pikirkanlah dulu."

Laura menggeleng. "Jawabanku akan tetap sama."

Jared menghela napas panjang, sementara Laura berdiri. Setelah berpamitan dengan nada kaku, Laura meninggalkan Jared tanpa menoleh lagi.

***

bersambung...

hmm... gimana? penasaran? jangan lupa vote dan komen ya ayy.... thanks.

The Boss's Proposal - REPOSTWhere stories live. Discover now