Chapter - 15

3.4K 36 2
                                    


Sore menjelang magrib, sebuah mobil Toyota Rush baru saja meninggalkan sebuah kampus yang terletak di daerah Perintis Kemerdekaan. Universitas Sultan Hasanuddin, adalah tempat Reni berkuliah saat ini. Dan masih duduk di semester 3 tahun ini.

Ajie, yang mengendarai mobil itu terlihat beberapa kali menarik nafas yang terasa berat.

Awalnya ia berniat untuk mengajak Reni untuk sekedar berjalan-jalan mengingat besok ia sudah harus berangkat ke Kota Manado.

Namun, sesuatu yang Ajie lihat saat ia baru saja tiba di Fakultas teknik membuat pria itu mengurungkan niatnya untuk tidak turun dari mobil dan menyapa gadis itu.

Pikirannya berkecamuk setelah mengetahui semuanya. Dan tentu saja menjawab pertanyaan di otaknya selama ini.


Reni, sore itu saat Ajie tiba di kampus gadis itu. Ajie melihatnya sedang naik ke sebuah mobil JEEP WR, mobil yang sama yang Ajie lihat saat mengantar gadis itu beberapa hari yang lalu pulang kerumah.

Sudah cukup buat Ajie bahwa gadis itu memang sudah mempunyai cowok lain selain Ajie.


Sakit?
mungkin hanya sesaat. Karena Ajie masih punya Mitha. Seorang wanita yang mencintainya apa adanya. Bahkan menurut wanita itu, sebelum Ajie bekerja di Indofood.

Sedangkan Reni? Ajie tau diri karena tidak akan bisa menandingi pria pengendara mobil mewah tersebut.


"Ajie... hehehe, bodoh banget sih." Gumamnya pelan saat mengingat kebodohannya untuk datang ke kampus gadis itu.

Beberapa kali ia melawan pikirannya yang mengingat gadis itu. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal dihatinya. Ia-pun tak mengerti dengan semua ini.


Ajie, terlihat focus menyetir dengan tatapan tajam kedepan.

Keningnya mengkerut, karena tetap tak bisa menghilangkan bayangan Reni di pikirannya.

Tawanya, lesung pipinya. Judesnya, bahkan kebodohannya saat di depan Ajie.


Tiba-tiba, Ajie mengerem mendadak mobilnya.


CIIITTTTTTT!!!

"Hahhh..." Ia menghela nafas, lalu memutar balikkan mobilnya menuju suatu tempat.




~•●•~​




Di waktu bersamaan...


Di Sebuah kosan, terlihat Dea baru saja selesai mandi.

Lalu Mitha memakaikan pakaian untuk gadis kecil itu.


"Mah... Om Ajie jadi jemput kita gak?" Tanya Dea.

"Iya sayang... katanya om Ajie sih, nanti malam dia jemput." Jawab Mitha.

"Hehehe, asyikkkk... Dea pengen minta dibeliin boneka. Boleh kan Mah?"

"Boleh-boleh aja sayang... kan Om Ajie nanti akan jadi ayahnya Dea." Jawab wanita itu membuat gadis kecil itu menjadi ceria.


Sosok Ajie, jelas saja membawa perubahan di kehidupan Mitha.

Dea, terlihat sudah menyayangi Ajie seperti ayahnya sendiri.

Karena biar bagaimana pun seorang Dea sangat merindukan sosok seorang ayah yang memang selama ini belum pernah ia lihat.


"Mah... apa benar besok Om Ajie berangkat ke Manado?" Tanya Dea tetiba.

"Iya sayang... ayah Ajie ke Manado itu untuk kerja dan cari duit buat Dea. Hehehehe," Jawab Mamahnya yang tiba-tiba merasa sedih mengingat Ajie akan meninggalkan mereka di Makassar.

"Lama gak Om Ajie disana?" Tanya Dea lagi.

"Loh kok masih manggil Om sih. Hehehehehe,"

"Ayah... hehehehe, ayah... ayahnya Dea." Kata Dea girang.

"Insya allah sayang, Ayah janji akan jemput Dea dan mamah di sini untuk ikut ayah ke Manado."

"Asyikkkkk... Dea pengen naik pesawat Mah." Ujar Dea memeluk tubuh wanita itu.

"Emangnya Dea gak takut naik pesawat?"


"Tidak dong. Kan ada Ayah yang akan meluk Dea kalau Dea takut. Hehehehehe," Ujar Dea membuat Mitha terdiam. Hatinya terasa sedih mendengar ucapan anak semata wayangnya.


Apakah keputusan mendekatkan Dea dengan Ajie adalah keputusan yang salah?

Bagaimana kalau ternyata Ajie berpaling darinya?

Apakah Dea akan menerima kenyataan pahit tersebut jikalau memang terjadi dikemudian hari?


"Mah... Mah,"

Terdengar suara sesenggukan membuat Dea menyentuh wajah sang mamah.

"Kenapa Mamah nangis?"


"Eh... gak sayang." Kata Mitha mencoba menghapus air matanya lalu mencoba tersenyum di hadapan Dea.

"Mah... Mamah kenapa sedih?" Tanya Dea membuat Mitha kembali terpukul sambil menatap wajah putrinya.

"Mamah gak sedih kok... nih, Mamah senyum. Hehe,"

"Mamah bohong." Ujar Dea.

"Dea... Mamah itu tidak sedih sayang, mamah itu bahagia bisa mempunyai anak kayak Dea yang pintar, cantik dan sayang ama Mamah."


"Mah..." Panggil Dea kembali.

"Yah sayang..." Ujar Mamahnya.

"Ayah... gak akan ninggalin Dea dan Mamah kan?"


DEGH!!! Kembali tubuh Mitha bergetar mendengar pertanyaan Dea barusan. Ia segera memeluk erat tubuh putrinya.


"Hikz...Hikz...Hikz... Tidak sayang... Ayah Ajie tidak akan pernah meninggalkan kita. Hikz..Hikz..."

"Iya Mah... Hikz..Hikz... Dea tidak mau lagi kehilangan Ayah. Tidak mau Mah... Hikz...Hikz." Ujar Dea yang ikut menangis memeluk tubuh Mamahnya.

"Mamah sayang kan ama Dea??.. Hikz...Hikz." Tanya Dea.


"Iya sayang... Mamah sayang banget sama Dea, Hikz...Hikz..."

"Mah, janji ama Dea... kalo mamah akan bilang ke Ayah jangan tinggalkan Dea lagi."

"Hikz...Hikz...Hikz.. Iya sayang, nanti Mamah akan bilang ke ayah." Ujar Mitha makin memeluk tubuh Dea sambil menangis.



Don't Give UpWhere stories live. Discover now