28. Alasan-Alasan Itu

80 18 0
                                    

Kantin yang semula sepi dan terasa cuma menjadi miliknya dan Revan, kini mulai riuh rendah oleh derap langkah kaki yang menyerbu dari segala penjuru di detik-detik awal jam istirahat. Sebagai seseorang yang dijauhi hampir seluruh populasi di kelasnya, jam kosong sama artinya seperti penyiksaan tak berkesudahan. Pada akhirnya Anggit memilih melipir ke kantin, mmebunuh waktu dengan beberapa tape gorang yang tak pernah gagal memulihkan moodnya. Undangan untuk Revan ia kirimkan melalui aplikasi whatsApp tidak lama kemudian. Gayung bersambut karena Revan sadar betul dua jam mengikuti pelajaran kimia hanya akan membuatnya jadi gila alih-alih pintar. Dengan senang hati, cowok itu menyusul setelah menyetor alasan bohong kepada gurunya.

"Lo mau ke mana?" tanya Revan begitu melihat Anggit mendorong kursinya ke belakang. Bersiap pergi. "Itu masih sisa nggak dihabisin?"

Anggit menatap lemah sepotong tape goreng di piring kertas yang hendak ia tinggalkan. "Gue buru-buru, sorry ya, Van. Duluan."

Revan tahu Anggit berbohong. "Apa yang mau lo hindarin sih, Nggit? Lo takut ketemu Nata sama Bakti. Kan lo nggak sendirian lagi sekarang. Ada gue, temen lo."

Jika Anggit tetap berada di sini ia tidak yakin apakah ia akan cukup kuat dengan omongan orang-orang. Dengan melihat Nata dan Bakti berbagi meja makan yang sama, saling mengantrekan makanan dan berebut membayar. Ia tidak tahu apakah ia akan cukup tabah melihat mantan sahabat dan mantan kekasihnya berbagi bahagia tanpanya.

"Duduk, nggak ada gunanya lari-larian. Lo yang nyuruh gue tinggal, jadi lo juga nggak boleh lari-lari."

Anggit menatap Revan lama. Menunggu cowok itu mengubah pikirannya, tetapi Revan tampak tidak main-main. Anggit pun kembali duduk dengan perasaan gusar. Detik berlalu begitu lambat hingga ia merasa bisa merelakan segalanya hanya untuk menghindari kenyataan. Akan tetapi ia pun sadar bahwa sejak awal ia tidak punya apa-apa untuk ditukarkan.

"Sejak awal kisah kita berempat udah kelewat rumit. Setelah ini orang-orang akan ngira kalo kita tuker-tukeran pacar. Kita akan kelihatan hina banget di mata mereka. Dulu gue takut sama apa yang dibilang orang-orang karena gue mau jaga perasaan Nata, tapi semua itu fana, Nggit. Kebahagiaan kita tuh nggak ditentukan sama omongan orang. Percaya sama gue."

Anggit ingin percaya. Selalu. Maka ia pun mengambil sebelah pelantang suara yang diberikan Revan. Mereka menyembunyikan diri dari dunia. Menciptakan sendiri tempat di mana mereka akan diterima dalam berbagai kondisi dan keadaan. Tempat itu bernama diri sendiri.

_C-o-l-o-u-r-s_

Ada detik-detik lucu di mana Bakti dan Anggit tidak sengaja dipertemukan, di selasar pembatas kelas dengan halaman sekolah, di pintu masuk perpustakaan, di tribun lapangan sepak bola. Pada detik-detik seperti itu Bakti berharap dirinya bisa berubah menjadi hologram yang transparan, agar Anggit dapat melihat keseluruhan di dalam dirinya, setiap rindu yang memenuhi dadanya, setiap gelisah yang mengalir bersama darahnya.

Berulang kali dorongan untuk memanggil nama Anggit mampir di lidahnya, tetapi pada hitungan yang sama banyaknya, panggilan itu diurungkan. Bakti tidak bisa begitu saja mengenyahkan langkah kaki Anggit yang menjauhinya kala itu demi sebuah lukisan pemberian cinta pertamanya. Ia tidak bisa begitu saja melupakan rasanya ditinggalkan.

Namun ada yang lebih lucu lagi daripada tidak sengaja berpapasan kemudian saling membuang muka. Yakni bertabrakan di lorong sekolah hingga barang bawaan mereka tercecer di lantai. Bakti dengan setumpuk bola basket sekembalinya dari lapangan olahraga, dan Anggit dengan lembar-lembar dokumen di dalam map yang entah berisikan apa.

Keduanya lantas berjongkok, tergesa-gesa memunguti barang masing-masing. Berlomba siapa yang paling cepat meninggalkan tempat kejadian. Anggit menjadi yang pertama kali berdiri seusai merapikan kertas-kertasnya. Bergerak melewati Bakti yang masih berjongkok dan bersusah payah mengumpulkan bola-bola yang tercecer kemana-mana.

COLOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang