11. Punggung yang Hangat

842 108 21
                                    

ALHASIL Jisoo hanya bisa meringis menahan perih dikedua lututnya. Beberapa saat setelah jatuh, kedua lutut Jisoo memang mengeluarkan darah karena lukanya lumayan dalam. Satu lagi kebodohan yang Jisoo tunjukan didepan Jinyoung, selain merasa sakit ia juga merasa malu.

"Bodoh, seharusnya aku tidak perlu memanggilnya tadi" batin Jisoo dalam hati.

Jika sudah seperti ini, matilah Jisoo. Karena tempat ini lumayan sepi, tidak ada orang lain yang akan menolongnya. Ia juga tidak bisa berdiri karena luka-luka itu terasa ngilu dan perih disaat yang bersamaan.

Ingin rasanya Jisoo menangis, tapi ia tidak mau semakin mempermalukan dirinya sendiri didepan Jinyoung. Sudah cukup ia membuat namanya menjadi buruk, ia tidak mau semakin menambah kesan bodoh dimata pria pujaannya itu.

Mati-matian Jisoo menahan isakannya agar tidak terdengar oleh Jinyoung. Gadis itu menunduk, membiarkan juntaian rambut cokelat menutupi sebagian besar wajahnya. Perlu kiranya dua menit bagi Jisoo untuk menenangkan diri, sampai suara robekan mengalihkan atensi gadis cantik itu.

Ketika ia mendongak, ia mendapati Jinyoung baru saja merobek baju olahraganya sendiri. Perlahan namun pasti, Jinyoung mendekat dan mengikatkan robekan baju olahraga itu pada masing-masing lutut Jisoo. Ia bermaksud menghentikan pendarahan akibat luka yang Jisoo dapatkan.

"Sepertinya batu-batu tajam itu merobek kulitmu" ungkapnya datar, namun begitu atensinya tetap fokus pada kedua lutut Jisoo.

Seketika, air mata Jisoo berhenti. Ia hanya terpaku pada wajah Jinyoung yang hanya tinggal tiga jengkal dihadapannya. Benar-benar dekat, bahkan Jisoo bisa mencium aroma maskulin tubuh Jinyoung yang membaur dengan wangi parfum khas pria.

"Naiklah"

"Mwo?" Jisoo baru tersadar, Jinyoung sudah berjongkok memunggunginya.

"Cepat!"

"Ke punggungmu?"

"Kemana lagi!"

"Ehh, ba-baiklah"

Sedikit demi sedikit, Jisoo berusaha memindahkan posisi tubuhnya hingga kini tepat persis berada dipunggung Jinyoung. Setelah membenarkan posisi, Jinyoung beranjak untuk berdiri dan mulai melangkah dengan Jisoo digendongannya.

Jantung Jisoo berdetak sangat kencang, tidak pernah ia mengira Jinyoung akan melakukan ini, membayangkan saja ia tidak berani. Perlakuan Jinyoung yang seperti ini membuat Jisoo semakin sulit melepaskan Jinyoung, ia semakin yakin jika Jinyoung memang benar menyukainya.

Sepanjang perjalanan, Jinyoung hanya membisu demikian juga Jisoo. Sesekali Jinyoung berhenti untuk membenarkan tubuh Jisoo yang melorot, namun namja itu tetap tidak bergeming.

Beberapa pejalan kaki memang sempat memperhatikan mereka, apalagi keduanya masih mengenakan seragam sekolah lengkap. Kedua sama sekali tidak peduli. Lagipula tidak ada yang mengenal mereka disana.

"Jinyoung-ah" panggil Jisoo.

"Hm"

"Kenapa kau bersikap sebaik ini padaku? Apa kau--"

"Jangan berfikir jika aku menyukaimu" tukas Jinyoung cepat membuat Jisoo mengatupkan mulutnya kembali.

Jujur saja, hati Jisoo rasanya terkoyak. Air mata yang tadi sudah mengering tiba-tiba mulai menggenang kembali di pelupuk. Setetes demi setetes, air mata Jisoo jatuh dan membasahi seragam Jinyoung yang kebetulan tidak dibalut rompi.

Meski Jisoo tidak terisak, tentu Jinyoung menyadari hal itu. Ia merasa punggungnya sedikit basah dan jika tebakannya benar itu karena air mata Jisoo.

METAMORFOSA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang