21. Bicara

521 69 13
                                    

Sekitar dua jam sudah Jisoo dan Jinyoung terjebak di dalam ruangan atap gedung sekolah. Mereka duduk berjajar memandang kosong kearah dinding didepan mereka.

Tidak banyak yang mereka bicarakan, hanya kesunyian yang menderu sejak tidak ada satupun yang berani untuk angkat suara.

Jisoo sadar bahwa keberadaannya disana tidak lebih dari sebuah pelampiasan, namun begitu ia bahagia. Setidaknya Jisoo bisa menjadi orang yang berarti bagi Jinyoung meskipun itu hanya sebuah ilusi.

“Jisoo-ah”

Jisoo menoleh perlahan. Ia menatap sendu netra Jinyoung yang masih kosong tanpa makna memandang kesembarang arah. Hembusan nafas berat mengawali percakapan yang berusaha Jinyoung ciptakan.

“Sekarang kau sudah tahu semuanya kan?”

Benar, Jisoo memang sudah tahu jika keberadaannya hanyalah pelampiasan dan semua perlakuan hangat yang selama ini ia terima bukan ditujukan padanya.

“Mungkin setelah ini kau akan menganggapku gila, dan memang benar, aku gila. Aku adalah orang gila yang menyamar menjadi orang normal”

“Jinyoung-ah” Jisoo ragu, ia ragu untuk berkata-kata. Akan jauh lebih baik jika ia diam dan membiarkan Jinyoung berbicara.

Diam dan hanya bisa memandangi wajah sendu Jinyoung, itulah yang Jisoo lakukan sembari menunggu lanjutan pembicaraan Jinyoung. Suara hela nafas Jinyoung menginterupsi fokus Jisoo hingga akhirnya gadis itu terpaksa memalingkan muka agar tidak ketahuan oleh Jinyoung.

“Selama ini didepan orang-orang aku selalu bersikap jika aku adalah orang paling sempurna di muka bumi, semua gadis mengagumiku, dan banyak anak laki-laki yang ingin menjadi temanku. Mereka tidak tahu saja jika aku ini gila, setiap hari libur aku pergi ke Psikolog untuk penyembuhan. Aku lelah terus berbohong tapi aku tidak punya pilihan lain”

Lamat-lamat Jisoo mendengarkan. Gadis berparas rupawan itu bahkan tidak sedetikpun terdistraksi oleh hal lain, ia hanya memperhatikan Jinyoung.

“Mungkin kau sudah mengetahuinya dari Taehyung”

Mwo?” tanya Jisoo memastikan.

“Tentang masa lalu kami. Bukankah Taehyung sudah menceritakan semuanya padamu sehingga kau marah padaku hari ini?”

“Eoh..eum..aku sudah mendengarnya” jawab Jisoo dengan intonasi yang sedikit dibuat-buat.

“Jadi benar? Kau tidak mau berjuang untuk orang gila sepertiku?” sahut Jinyoung yang kini sudah menoleh kearah Jisoo yang berada disebelah kanannya.

Sedikit tersentak, otak Jisoo berusaha menterjemahkan ulang kalimat Jinyoung. Bukan ia tidak mengerti, hanya saja ia tidak ingin cepat salah paham dengan kalimat ambigu itu. Jisoo tidak ingin dipermalukan lagi.

Melihat Jisoo yang masih terdiam, Jinyoung sedikit tertawa, bukan tawa bahagia tetapi tawa miris, “Ahh jadi benar, geurrae

“Tunggu! Apa maksudmu barusan? Aku sama sekali tidak mengerti. Jika memang kau masih menganggapku sebagai gadis masa kecil mu itu, aku tidak masalah, tapi tolong jangan permainkan perasaanku Jinyoung-ah”

Hening.

“Jadi kau marah karena itu?”

“Kau pikir aku marah karena apa? Aku menjauhimu bukan karena aku tahu tentang kondisimu Jinyoung-ah, aku menjauhimu juga bukan karena kau memperlakukanku sebagai gadis lain, aku menjauhi karena Taehyung bilang setiap kali kau melihatku, kenangan-kenangan tentang gadis itu akan muncul dan itu akan memperburuk kondisimu” jelas Jisoo.

Jinyoung pun terdiam untuk beberapa saat. Entah apa yang ada didalam pikirannya, yang jelas anak bungsu keluarga Park itu sedang mempertimbangkan sesuatu.

METAMORFOSA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang