"Menikahlah denganku, Rania ...!"
Gadis bernama Rania itu mendongakkan kepala. Pandangannya menembus manik mata pria yang sedang berdiri di depannya.
"Kamu bicara sama aku?" Alis mata Rania terangkat lalu memutar kepala menyapu sekelilingnya. Barangkali ada perempuan lain bernama Rania di sekitarnya.
Tidak ada wanita lain. Hanya ada dirinya yang sedang duduk di bangku panjang yang banyak tersebar di sekeliling taman. Di bangku yang tak jauh darinya, hanya ada seorang lelaki muda yang sedang memangku anak kecil dengan balon biru di tangannya.
"Iya, tentu saja yang aku ajak bicara itu kamu," ujarnya lagi. "Tidak mungkin kamu tidak mengenaliku. Kita ini satu angkatan di kampus, hanya berbeda kelas. Bahkan kita pernah mengambil beberapa mata kuliah yang sama."
Lelaki itu lalu duduk di bangku yang sama. Di ujung yang satunya. Rania menghela napas. Tentu saja dia ingat. Pria itu bernama Shem Alfawaz. Salah satu pria terpopuler di kampus.
"Ya, aku ingat." Rania mencoba tetap bersikap tenang.
"Jadi, mau kan?" Shem melirik sekilas gadis di sampingnya.
"Menikah itu perkara serius, Shem." Rania memainkan ujung jilbabnya. Pertanyaan itu terlalu tiba-tiba. Bahkan tak pernah terlintas di benaknya, seorang Shem akan berbicara seserius itu dengannya.
"Tentu saja aku serius. Kau pikir aku sedang main-main?" Shem bergeser mendekat, lalu menjauh lagi.
"Pertanyaannya kenapa aku? Bukankah sebelumnya kita berteman dekat saja tidak? Bagaimana bisa aku percaya dengan lelaki yang kenal hanya sekilas lalu tiba-tiba mengajak menikah?" Suara Rania meninggi. Sekilas pandangan mereka bertemu, lalu sama-sama kembali membuang muka.
"Apa menurutmu jatuh cinta butuh alasan? Ketika aku tidak mendekatimu, itu adalah caraku untuk menjagamu. Dan saat aku mengajakmu menikah, adalah caraku yang lain untuk menjagamu seumur hidupku."
Semburat rona merah jambu menghiasi pipi Rania. Wajahnya menghangat. Untuk beberapa saat mereka terdiam.
"Jadi ...?" tanya Shem menganggantung di udara.
Rania memejamkan mata dan meraup oksigen sebanyak mungkin dalam tarikan napasnya.
"Tapi ... kau terlalu ganteng, Shem!"
Rania menutup mulut dengan kedua tangannya. Kaget dengan jawabannya sendiri. Sejurus kemudian, terdengar tawa meledak dari pria di sampingnya.
'Ah, sial!' sesal batin Rania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Terlalu Ganteng (Shem dan Rania) Terbit
RomanceSetiap orang pasti menginginkan teman hidup terbaik dalam sebuah pernikahan. Apakah setiap orang yang saling mencintai pasti bertemu dalam pernikahan? Bagaimana kalau ternyata dia yang ditakdirkan itu bukan orang yang diharapkan? Bisakah cinta itu d...