13

3K 171 18
                                    

"Shem!"

Ketiga pasang mata mengikuti pria itu berjalan lalu bergabung di atas tikar. Duduk berjajar Rania, Rachel, Retaz, dan Shem kemudian.

Penampilan Shem tampak sedikit kacau. Rambut gondrong berantakan, kantung mata menebal, ditambah jambang tipis menghiasi dagu. Seperti lupa dicukur berhari-hari.

"Ada nyali untuk datang juga rupanya?" sindir Retaz.

"Tak tahu malu! Sempat-sempatnya merayu istri orang lain," balas Shem mencibir.

Rania hanya menundukan wajah, tak berani melihat ke arahnya.

"Sebenarnya aku lebih senang kalau kamu tidak datang, jadi aku bisa bebas mengambil Rania darimu."

"Kamu mau aku hajar?"

Shem siap-siap melayangkan tinjunya. Rachel dan Rania sempat panik, sementara Retaz terkekeh saja.

"Makanya kalau masih cinta jangan suka pake gengsi." Retaz berdiri. Ditariknya tangan Rachel.

"Aku lagi ingin jalan-jalan. Kita tinggalkan saja pasangan labil ini," ajaknya kepada Rachel. "Dan kamu Shem! Kali ini aku beri kesempatan, tapi kalau kamu membuat Rania menangis sekali lagi, jangan harap aku akan membiarkannya begitu saja!" lanjutnya lagi sebelum berlalu. Memberikan ruang untuk sepasang suami istri itu berbicara.

Rachel menatap wajah Retaz yang datar tanpa ekspresi. Pria itu berjalan dengan memegang tangannya. Ada perasaan kecewa yang hadir tanpa bisa dicegah. Lagi-lagi Retaz dengan jelas memperlihatkan sikap protektifnya terhadap Rania.

***

Lama tak ada yang membuka suara. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya ada suara debur ombak yang menimbulkan bunyi memecah sepi ketika gulungan air itu mencium pantai.

Mereka duduk berjarak. Menyisakan tempat kosong yang ditinggalkan Retaz dan Rachel.

Rania memandangi bulir pasir berwarna kuning keemasan, tak ada keberanian untuk mengangkat wajahnya. Sementara Shem, terus memandangi Rania dari tempatnya. Perasaan rindu yang kini membuncah dadanya.

"Aku ...." Secara bersamaan keluar dari mulut keduanya.

Sejenak saling tatap, lalu kembali diam.

"Kamu dulu!" seru Rania.

"Tidak. Selama ini aku yang selalu duluan. Jadi, kamu dulu saja. Aku ingin dengar suaramu."

Bahkan dengan mendengar suara Rania saja, Shem tiba-tiba merasa bahagia.

Rania menggigit bibir bawahnya. Hatinya sudah menyusun banyak kata. Tidak ada yang ingin diucapkannya selain maaf dan menyesal telah meninggalkan Shem begitu saja. Namun lidahnya terasa kelu. Berkali-kali ia menghela napasnya.

"Penampilanmu berantakan sekali. Apa tidak ada yang mengingatkanmu untuk makan? Kamu juga sepertinya lupa mencukur kumis? Dan rambutmu, berapa lama tidak dipotong?"

Shem ternganga dengan kalimat yang Rania lontarkan.

"Jadi, jauh-jauh aku datang ke sini hanya untuk mendengarkan seseorang berkomentar tentang penampilanku? Seseorang yang harusnya memberinya makan, mengingatkannya untuk mencukur kumis dan memotong rambut."

Rania terdiam. Tangannya memukul kepalanya pelan dengan mata terpejam. 'Kamu bodoh, Rania! Kenapa malah itu yang keluar?' rutuknya dalam hati.

"Kamu enak banget ya. Bisa liburan di tempat seindah ini. Dapat pekerjaan, bisa makan dan tidur gratis, udah gitu malah ditaksir artis. Kamu memang selalu beruntung, Rania!" ujar Shem lagi. Antara memuji dan menyindir.

Suamiku Terlalu Ganteng (Shem dan Rania) TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang